24 C
Medan
Sunday, June 16, 2024

Komodo Labuan Bajo Benchmark Sukses Korea dan Bali

Komodo Labuan Bajo. Praktisi wisata ditantang menciptakan ide kreatif agar wisatawan tinggal lebih lama dan melakukan kunjungan berulang.

Diving di Pantai Amet Bali juga sama. Infrastruktur di sana sangat jauh tertinggal dari Kuta dan Denpasar. Wilayahnya sepi. Tapi setelah ada ide kreatif meng-create wisata underwater post office, berwisata sambil mengeposkan surat dari bawah laut, sekarang wilayahnya sangat ramai.

Wisatawan Eropa dan Jepang banyak yang rela antre meski harus membayar tarif selangit. Mereka hanya ingin merekam sensasi mengeposkan surat dari bawah laut, merekamnya dan membagikan ke dunia maya.

“Semua bisa begitu lantaran wisatawan diajak merasakan experience. Menyaksikan langsung kearifan lokal. Hasilnya ya seperti itu,” tegasnya.

Korea juga sama. Pariwisatanya bisa hebat lantaran ada konsep menularkan experience kepada tamu. Yang suka musik diajak menyaksikan K Pop via virtual. Yang suka kuliner diajak menyicipi K Food. Ada juga glamping tour di tenda, makan barbeque di dalam stadion hingga wakeboarding di kota. Dan semuanya laku dijual. Impactnya, lenght of stay wisatawan jadi makin panjang. Spend money-nya pun makin besar.

Terobosan berani lainnya diimplementasikan lewat paket 10 dolar dramatic tour. Sangat tak masuk akal. Tapi, Korea bisa melakukan itu. Lewat video interaktif yang sudah viral di YouTube, paket ini akhirnya laku keras. Imaji liburan keliling Korea sambil naik bus, jajan, makan siang, selfie di tempat eksotis, main game, sampai makan malam, bisa dilakukan dengan hanya 10 dolar.

“Labuan Bajo tak kalah hebat dari Bali dan Korea. Destinasinya pernah dikunjungi aktris peraih Oscar Gwyneth Paltrow dan juara dunia MotoGP tujuh kali Valentino Rossi. Magnetnya besar. Yang kurang, tinggal memunculkan keunggulan kompetitif serta sesuatu yang unik. Kita harus bikin Labuan Bajo lebih hebat dari Korea,” tambahnya.

Semua peserta akhirnya didorong untuk jualan konten. Mengembangkan business model. Mirip-mirip seperti jurus Digital Distruption Rhenald Kasali. “Ciptakan marketing mix. Paket camping Mandalawangi di Cibodas itu harganya beda-beda. Ada yang Rp 200 ribu, Rp 250 ribu, Rp 300 ribu bahkan Rp 750 ribu. Ini ‘kan aneh, tempat sama, tenda sama, harga bisa beda,” tandasnya.

Gili Trawangan di Lombok NTB juga punya cara kreatif. Di suatu spot di Gili Trawangan diletakkan ayunan di tengah laut. Dan semua wisatawan yang ke sana, dipastikan akan selfie dan memviralkannya di akun medsos masing-masing. “Gara-gara itu banyak wisman yang khusus datang ke Gili Trawangan hanya untuk foto dan memviralkannya ke dunia maya. Yang seperti in ibisa diadopsi juga oleh Labuan Bajo. Tapi jangan mengekor. Ciptakan hal baru yang unik dan tidak biasa,” ucap pria berwajah oriental itu.

Motivasi cara unik dan tak biasa itu langsung direspon Tenaga Ahli Bidang Kebijakan Publik, Riant Nugroho. Menurutnya, trik seperti ini sangat efektif. Jurus ini langsung mengena ke sasaran. “Ini namanya teknologi. Membumikan bahasa langit dengan user friendly. Siapapun yang ikut berdiskusi langsung bisa menyalurkan ide kreatifnya dalam membangun pariwisata Labuan Bajo,” ungkapnya.

Menpar Arief Yahya juga ikut bersuara sama. Untuk mendapatkan hasil yang luar biasa, menurutnya hanya bisa dicapai dengan cara yang tidak biasa. “Ini sudah tepat sekali. Caranya bisa bermacam-macam. Bisa saja bikin paket yang mengajak tamu untuk ikutinteraksi membuat makanan tradisional. Bikin website informatif dan menarik seperti great barrier reef, atau hal lain yang mengedepankan local wisdom. Ciptakan cross cultural experience, genuine dalam food and family, memorable experience, maka Labuan Bajo akan makin dicintai wisman-wisman dari berbagai belahan dunia,” ungkap Arief Yahya, Menteri Pariwisata RI. (rel)

Komodo Labuan Bajo. Praktisi wisata ditantang menciptakan ide kreatif agar wisatawan tinggal lebih lama dan melakukan kunjungan berulang.

Diving di Pantai Amet Bali juga sama. Infrastruktur di sana sangat jauh tertinggal dari Kuta dan Denpasar. Wilayahnya sepi. Tapi setelah ada ide kreatif meng-create wisata underwater post office, berwisata sambil mengeposkan surat dari bawah laut, sekarang wilayahnya sangat ramai.

Wisatawan Eropa dan Jepang banyak yang rela antre meski harus membayar tarif selangit. Mereka hanya ingin merekam sensasi mengeposkan surat dari bawah laut, merekamnya dan membagikan ke dunia maya.

“Semua bisa begitu lantaran wisatawan diajak merasakan experience. Menyaksikan langsung kearifan lokal. Hasilnya ya seperti itu,” tegasnya.

Korea juga sama. Pariwisatanya bisa hebat lantaran ada konsep menularkan experience kepada tamu. Yang suka musik diajak menyaksikan K Pop via virtual. Yang suka kuliner diajak menyicipi K Food. Ada juga glamping tour di tenda, makan barbeque di dalam stadion hingga wakeboarding di kota. Dan semuanya laku dijual. Impactnya, lenght of stay wisatawan jadi makin panjang. Spend money-nya pun makin besar.

Terobosan berani lainnya diimplementasikan lewat paket 10 dolar dramatic tour. Sangat tak masuk akal. Tapi, Korea bisa melakukan itu. Lewat video interaktif yang sudah viral di YouTube, paket ini akhirnya laku keras. Imaji liburan keliling Korea sambil naik bus, jajan, makan siang, selfie di tempat eksotis, main game, sampai makan malam, bisa dilakukan dengan hanya 10 dolar.

“Labuan Bajo tak kalah hebat dari Bali dan Korea. Destinasinya pernah dikunjungi aktris peraih Oscar Gwyneth Paltrow dan juara dunia MotoGP tujuh kali Valentino Rossi. Magnetnya besar. Yang kurang, tinggal memunculkan keunggulan kompetitif serta sesuatu yang unik. Kita harus bikin Labuan Bajo lebih hebat dari Korea,” tambahnya.

Semua peserta akhirnya didorong untuk jualan konten. Mengembangkan business model. Mirip-mirip seperti jurus Digital Distruption Rhenald Kasali. “Ciptakan marketing mix. Paket camping Mandalawangi di Cibodas itu harganya beda-beda. Ada yang Rp 200 ribu, Rp 250 ribu, Rp 300 ribu bahkan Rp 750 ribu. Ini ‘kan aneh, tempat sama, tenda sama, harga bisa beda,” tandasnya.

Gili Trawangan di Lombok NTB juga punya cara kreatif. Di suatu spot di Gili Trawangan diletakkan ayunan di tengah laut. Dan semua wisatawan yang ke sana, dipastikan akan selfie dan memviralkannya di akun medsos masing-masing. “Gara-gara itu banyak wisman yang khusus datang ke Gili Trawangan hanya untuk foto dan memviralkannya ke dunia maya. Yang seperti in ibisa diadopsi juga oleh Labuan Bajo. Tapi jangan mengekor. Ciptakan hal baru yang unik dan tidak biasa,” ucap pria berwajah oriental itu.

Motivasi cara unik dan tak biasa itu langsung direspon Tenaga Ahli Bidang Kebijakan Publik, Riant Nugroho. Menurutnya, trik seperti ini sangat efektif. Jurus ini langsung mengena ke sasaran. “Ini namanya teknologi. Membumikan bahasa langit dengan user friendly. Siapapun yang ikut berdiskusi langsung bisa menyalurkan ide kreatifnya dalam membangun pariwisata Labuan Bajo,” ungkapnya.

Menpar Arief Yahya juga ikut bersuara sama. Untuk mendapatkan hasil yang luar biasa, menurutnya hanya bisa dicapai dengan cara yang tidak biasa. “Ini sudah tepat sekali. Caranya bisa bermacam-macam. Bisa saja bikin paket yang mengajak tamu untuk ikutinteraksi membuat makanan tradisional. Bikin website informatif dan menarik seperti great barrier reef, atau hal lain yang mengedepankan local wisdom. Ciptakan cross cultural experience, genuine dalam food and family, memorable experience, maka Labuan Bajo akan makin dicintai wisman-wisman dari berbagai belahan dunia,” ungkap Arief Yahya, Menteri Pariwisata RI. (rel)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/