JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengakui, pihaknya telah menerima laporan terkait dugaan keterlibatan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menkomarvem) Luhut Binsar Pandjaitan dan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dalam bisnis tes PCR. Laporan ini diterima KPK dari Partai Rakyat Adil Makmur (Prima).
“Kami mengkonfirmasi, benar, bahwa Bagian Persuratan KPK telah menerima laporan masyarakat dimaksud,” kata pelaksana tugas (Plt) juru bicara KPK, Ali Fikri dalam keterangannya, Kamis (4/11).
Juru bicara KPK bidang penindakan ini menyampaikan, pihaknya akan memverifikasi terlebih dahulu laporan tersebut. Jika memenuhi kelengkapan terkait adanya dugaan korupsi, tak menutup kemungkinan akan ditindaklanjuti pada tahap penyelidikan.
“KPK memastikan bahwa setiap laporan yang masuk ke saluran pengaduan masyarakat akan ditindaklanjuti dengan lebih dulu melakukan verifikasi dan telaah terhadap data dan Informasi yang disampaikan tersebut,” ucap Ali.
Menurut Ali, tahapan ini penting untuk mengidentifikasi, mengacu pada Undang-undang, apakah pokok-pokok aduan termasuk dalam ranah tindak pidana korupsi dan menjadi kewenangan KPK atau tidak. Apabila pokok aduannya merupakan kewenangan KPK, tentu akan menindaklanjutinya sesuai SOP dan ketentuan hukum yang berlaku. “KPK sangat mengapresiasi pihak- pihak yang terus gigih berperan dalam upaya pemberantasan korupsi,” tegas Ali.
Sebelumnya, Menkomarves Luhut Binsar Pandjaitan dan Menteri BUMN Erick Thohir dilaporkan ke KPK. Pelaporan ini, karena diduga keduanya terlibat dalam bisnis pengadaan alat tes PCR. “Kami ingin melaporkan desas desus di luar, ada dugaan beberapa menteri yang terkait dengan bisnis PCR, terutama kalau yang sudah disebut banyak media itu adalah Menko Marves sama Menteri BUMN, Luhut Binsar Pandjaitan dan Erick Thohir,” ucap Wakil Ketua Umum DPP Partai Rakyat Adil Makmur (Prima), Alif Kamal di Gedung Merah Putih KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan.
Dalam menguatkan laporannya, sambung Alif, pihaknya membawa kliping majalah untuk dapat ditindak lanjuti oleh KPK. Menurutnya, hasil pemberitaan bisa jadi data awal KPK untuk mendalami dugaan keterlibatan dua anak buah Presiden RI Joko Widodo (Jokowi).
“Sebenarnya yang beredar di media itu sudah banyak, investigasi dari Tempo minimal. Ini saya pikir menjadi data awal bagi KPK untuk bisa mengungkap ini, panggil aja itu Luhut, panggil aja itu Erick agar kemudian KPK clear menjelaskan kepada publik bahwa yang terjadi seperti ini,” ucap Alif.
Pihaknya tidak membawa bukti lain, selain dari hasil investigasi pemberitaan. Tetapi mengharapkan, lembaga antirasuah bisa menindaklanjuti dugaan rasuah dalam pengadaan alat tes PCR. “Nanti bukti-bukti itu pihak KPK aja yang menjelaskan, kami sudah menyampaikan tadi lewat laporan kami,” cetusnya.
Alif menyampaikan, laporam ini pun didasarkan dari kebijakan pemerintah terkait harga tes PCR yang berubah-ubah. Terlebih pada awal pandemi Covid-19 masuk ke Indonesia, harganya bisa mencapai jutaan. Kini terbaru, pemerintah meminta harga tes PCR Rp275.000 – Rp300.000.
“Kita bingung kan dari harga Rp2 juta, Rp1 juta, sampai hari ini Rp275 ribu. Ini selisihnya berapa, banyak banget loh. Dikalikan saja perjalanan per hari warga yang keluar kota kemana naik pesawat. Bisnisnya luar biasa ini,” ungkap Alif.
Oleh karena itu, tindak lanjut KPK bisa dilakukan untuk mengungkap harga sebenarnya dari alat tes PCR. Dia tak menginginkan, ada pihak-pihak yang memanfaatkan situasi pandemi Covid-19 dengan mencari keuntungan. “Kita tahu bahwa sebenarnya ada keuntungan sekian dari pemerintah atau dari pelaku bisnis itu berapa, ini masuk ke kas negara atau seperti apa, nah ini menjadi keresahan kami, teman-teman di daerah, teman-teman perwakilan Prima di cabang di wilayah, anggota kami ini melapor ke kami yasudah karena ada laporan dari teman-teman, kami ke KPK untuk setidaknya melaporkan ini agar kemudian tidak menjadi bola liar, tidak menjadi praduga di luar. KPK mungkin bisa menjelaskan saebenrnya seperti apa hal yang terjadi dalam bisnis PCR ini,” pungkas Alif.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan membantah kalau dirinya meraup keuntungan bisnis PCR dan antigen. Luhut menegaskan, ia tak pernah sedikit pun mengambil keuntungan dari bisnis tersebut.
“Saya ingin menegaskan beberapa hal lewat tulisan ini. Pertama, saya tidak pernah sedikit pun mengambil keuntungan pribadi dari bisnis yang dijalankan PT Genomik Solidaritas Indonesia (GSI). Hingga saat ini tidak ada pembagian keuntungan baik dalam bentuk dividen maupun dalam bentuk lain kepada pemegang sahamnya,” kata Luhut melalui keterangan yang diunggah pada akun Facebook dan Instagram-nya, Kamis (4/11).
“Namun, saya berkesimpulan harus menjelaskan dengan detail sesuai fakta yang ada dikarenakan ada disinformasi yang efeknya tidak hanya menimbulkan kegaduhan tetapi juga memunculkan ketakutan bagi mereka yang punya niat tulus dan semangat solidaritas tinggi untuk melihat negeri ini bangkit lalu pulih dari pandemi,” sambung dia.
Luhut mengatakan, keuntungan dari GSI banyak digunakan untuk memberikan tes swab gratis kepada masyarakat yang kurang mampu serta tenaga kesehatan, termasuk di Rumah Sakit Darurat Covid-19 (RSDC) Wisma Atlet. Ia menjelaskan, pada masa awal pandemi pada tahun 2020, Indonesia masih terkendala dalam hal penyediaan tes Covid-19 untuk masyarakat.
Melalui GSI inilah tes Covid-19 disediakan. Namun, penyediaan tes tersebut tentunya tidak gratis. Maka dari itu, dia beserta rekan-rekan yang mengajak dari Indika Group, PT Adaro Energy Tbk, serta Northstar membiayai penyediaan tes dari hasil keuntungan mereka.
Luhut sendiri membiayai penyediaan tes Covid-19 melalui PT Toba Bumi Energi, yang di dalamnya terdapat 10 persen saham miliknya. Ia menegaskan, GSI tidak bertujuan untuk mencari keuntungan bagi para pemegang saham. “Sesuai namanya, Genomik Solidaritas Indonesia, memang ini adalah kewirausahaan sosial sehingga tidak sepenuhnya bisa diberikan secara gratis. Partisipasi yang diberikan melalui Toba Bumi Energi merupakan wujud bantuan yang diinisiasi oleh rekan-rekan saya dari Grup Indika, Adaro, Northstar, dan lain-lain yang sepakat bersama-sama membantu penyediaan fasilitas tes Covid-19 dengan kapasitas yang besar,” jelas dia.
Bantuan tersebut, kata Luhut, telah terbuka sejak awal dilakukan. Dia pun menjelaskan alasan tidak menggunakan nama yayasan seperti yang dilakukan oleh Adaro dan Indika Group. “Kenapa saya tidak menggunakan nama yayasan? Karena memang bantuan yang tersedia berada dari perusahaan. Dan memang tidak ada yang saya sembunyikan di situ,” beber Luhut.
Sebelumnya, Kementerian BUMN juga membantah isu mengenai Menteri BUMN Erick Thohir terlibat dalam bisnis tes PCR, dan menegaskan ketentuan mengenai PCR tidak pernah dikeluarkan oleh Kementerian BUMN. “Bisa kita lihat dari data, sampai kemarin tes PCR itu mencapai 28,4 juta di seluruh Indonesia. Sementara PT Genomik Solidaritas Indonesia atau GSI yang dikaitkan dengan Bapak Erick itu tes PCR yang dilakukan sebanyak 700.000. Jadi bisa dikatakan hanya 2,5 persen dari total tes PCR yang sudah dilakukan di Indonesia. Jadi 97,5 persen lainnya dilakukan pihak lain,” kata Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga dalam keterangan resminya di Jakarta, Selasa (2/11) lalu.
Kemudian di GSI sendiri, lanjut Arya, memang ada yang namanya Yayasan Adaro sebagai pemegang saham dan ini adalah yayasan kemanusiaan, sahamnya hanya 6 persen. “Bapak Erick Thohir sejak jadi menteri tidak aktif lagi aktif di urusan bisnis dan di urusan yayasan seperti itu. Jadi sangat jauh lah dari keterlibatan atau dikaitkan dengan Pak Erick Thohir. Apalagi dikatakan main bisnis PCR jauh sekali. Jadi jangan tendensius seperti itu, kita harus lebih clear melihat semua,” katanya. (jpc/kps)