25 C
Medan
Tuesday, November 26, 2024
spot_img

Cuaca Buruk Jadi Senjata Separatis

JAKARTA-Evakuasi jenazah dan pengejaran di Distrik Sinak, Puncak Jaya Papua belum berhasil dilakukan. Hingga tadi malam, tim Kodam Cendrawasih yang berusaha melakukan evakuasi masih tertahan. “Kami masih menunggu cuaca cerah. Hari ini (kemarin) belum bisa dilaksanakan,” kata Kapendam Cendrawasih Letkol Jansen Simanjuntak saat dihubungi koran ini dari Jakarta tadi malam (23/02).

 

Menurut Jansen, cuaca menjadi faktor sangat menentukan. “Kami mohon doanya agar segera cerah dan lancar,” ujar perwira menengah ini. Jika kondisi mendukung, evakuasi dari udara hanya membutuhkan waktu tiga jam. Puncak Jaya berketinggian 3000 meter di atas permukaan laut.

Jansen belum memastikan apakah evakuasi tetap dilakukan lewat udara jika hari ini cuaca buruk lagi. Opsi untuk melakukan evakuasi dengan jalan darat sangat beresiko karena belum bisa dipastikan berapa kekuatan kelompok separatis.
Cuaca memang menjadi salah satu keunggulan kelompok ini. “Cuaca bisa jadi senjata kelompok ini karena mereka hidup sehari-hari dan sangat mengenal wilayah,” ujar analis militer Rizal Darmaputra Msi kemarin.
Direktur Lembaga Studi Pertahanan dan Strategi Indonesia itu menilai untuk melakukan pengejaran terhadap pelaku dibutuhkan tim yang benar-benar memahami karakter cuaca dan vegetasi medan Puncak Jaya. “Ini lebih pada adu strategi intelijen tempur. Kalau dari sisi logistik, apalagi senjata api, jelas kelompok itu kalah jauh dengan TNI,” kata Rizal.

Terpisah, anggota Komisi I DPR Tjahjo Kumolo mengatakan TNI seharusnya menggunakan pendekatan militer yang lebih terpola dan terkoordinasi untuk mengatasi aksi gerombolan yang melakukan penyerangan dan kekerasan di Papua. Menurut dia, provokasi aksi TNI harus dioptimalkan. Misalnya, dengan melakukan misi pengejaran sampai tuntas.
“Sekarang ini terkesan ada pembiaran. Ibarat luka, proses penyembuhannya tidak tuntas. Makanya terus bermunculan aksi perlawanan dari gerombolan “Organisasi Tanpa Bentuk” di Papua yang menggunakan pola gerilya,” kata Tjahjo di Jakarta, kemarin.

Dia mengapresiasi TNI yang menyatakan penempatan prajurit untuk menjaga keamanan di Papua secara keseluruhan saat ini sudah cukup. Tapi, Tjahjo berharap faktor kejenuhan juga dipertimbangkan. “Biar tidak terlalu lama penempatan seorang personil di sebuah lokasi,” sarannya.

Tjahjo menambahkan semua itu hanya efektif kalau didukung operasi intelejen dan pembinaan teritorial yang optimal. “Harus diakui intelejen bisa dikatakan masih lengah, sehingga aparat sering terlambat untuk mengantisipasi. Sehingga menimbulkan korban sia-sia dari aparat TNI,” sesal Sekjen DPP PDIP, itu.

Untuk mempercepat penyelesaian masalah Papua, dia meminta kualitas pembangunan infrastruktur terus dioptimalkan dan diperluas. Di sisi lain, hubungan dengan tokoh adat papua juga sangat perlu untuk terus dikembangkan. Sementara itu, di berbagai milis wartawan, beredar pernyataan yang diklaim berasal dari Nikolas Tabuni yang mengatasnamakan juru bicara TPM/OPM. Nikolas membantah pernyataan Djoko Suyanto (Menkopolhukam) bahwa serangan karena pilkada.
“Ini karena TNI membangun pos jaga di Tingginambut yang merupakan tanah adat kami,” kata Nikolas dalam pernyataan tertulisnya.
Nikolas menyebut OPM bertanggungjawab atas penyerangan itu.(rdl/pri/jpnn)

JAKARTA-Evakuasi jenazah dan pengejaran di Distrik Sinak, Puncak Jaya Papua belum berhasil dilakukan. Hingga tadi malam, tim Kodam Cendrawasih yang berusaha melakukan evakuasi masih tertahan. “Kami masih menunggu cuaca cerah. Hari ini (kemarin) belum bisa dilaksanakan,” kata Kapendam Cendrawasih Letkol Jansen Simanjuntak saat dihubungi koran ini dari Jakarta tadi malam (23/02).

 

Menurut Jansen, cuaca menjadi faktor sangat menentukan. “Kami mohon doanya agar segera cerah dan lancar,” ujar perwira menengah ini. Jika kondisi mendukung, evakuasi dari udara hanya membutuhkan waktu tiga jam. Puncak Jaya berketinggian 3000 meter di atas permukaan laut.

Jansen belum memastikan apakah evakuasi tetap dilakukan lewat udara jika hari ini cuaca buruk lagi. Opsi untuk melakukan evakuasi dengan jalan darat sangat beresiko karena belum bisa dipastikan berapa kekuatan kelompok separatis.
Cuaca memang menjadi salah satu keunggulan kelompok ini. “Cuaca bisa jadi senjata kelompok ini karena mereka hidup sehari-hari dan sangat mengenal wilayah,” ujar analis militer Rizal Darmaputra Msi kemarin.
Direktur Lembaga Studi Pertahanan dan Strategi Indonesia itu menilai untuk melakukan pengejaran terhadap pelaku dibutuhkan tim yang benar-benar memahami karakter cuaca dan vegetasi medan Puncak Jaya. “Ini lebih pada adu strategi intelijen tempur. Kalau dari sisi logistik, apalagi senjata api, jelas kelompok itu kalah jauh dengan TNI,” kata Rizal.

Terpisah, anggota Komisi I DPR Tjahjo Kumolo mengatakan TNI seharusnya menggunakan pendekatan militer yang lebih terpola dan terkoordinasi untuk mengatasi aksi gerombolan yang melakukan penyerangan dan kekerasan di Papua. Menurut dia, provokasi aksi TNI harus dioptimalkan. Misalnya, dengan melakukan misi pengejaran sampai tuntas.
“Sekarang ini terkesan ada pembiaran. Ibarat luka, proses penyembuhannya tidak tuntas. Makanya terus bermunculan aksi perlawanan dari gerombolan “Organisasi Tanpa Bentuk” di Papua yang menggunakan pola gerilya,” kata Tjahjo di Jakarta, kemarin.

Dia mengapresiasi TNI yang menyatakan penempatan prajurit untuk menjaga keamanan di Papua secara keseluruhan saat ini sudah cukup. Tapi, Tjahjo berharap faktor kejenuhan juga dipertimbangkan. “Biar tidak terlalu lama penempatan seorang personil di sebuah lokasi,” sarannya.

Tjahjo menambahkan semua itu hanya efektif kalau didukung operasi intelejen dan pembinaan teritorial yang optimal. “Harus diakui intelejen bisa dikatakan masih lengah, sehingga aparat sering terlambat untuk mengantisipasi. Sehingga menimbulkan korban sia-sia dari aparat TNI,” sesal Sekjen DPP PDIP, itu.

Untuk mempercepat penyelesaian masalah Papua, dia meminta kualitas pembangunan infrastruktur terus dioptimalkan dan diperluas. Di sisi lain, hubungan dengan tokoh adat papua juga sangat perlu untuk terus dikembangkan. Sementara itu, di berbagai milis wartawan, beredar pernyataan yang diklaim berasal dari Nikolas Tabuni yang mengatasnamakan juru bicara TPM/OPM. Nikolas membantah pernyataan Djoko Suyanto (Menkopolhukam) bahwa serangan karena pilkada.
“Ini karena TNI membangun pos jaga di Tingginambut yang merupakan tanah adat kami,” kata Nikolas dalam pernyataan tertulisnya.
Nikolas menyebut OPM bertanggungjawab atas penyerangan itu.(rdl/pri/jpnn)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/