26 C
Medan
Monday, November 25, 2024
spot_img

Polemik Ayam Haram di Supermarket

Kepastian hukum tentang kehalalan produk ayam potong masih membingungkan masyarakat. Hal ini tercermin dari perbedaan pandangan antara Himpunan Peternakan Unggas Lokal Indonesia (Himpuli), Kementerian Pertanian dan MUI, perihal banyaknya produk-produk ayam potong yang tidak memiliki sertifikat halal.

Ayam potong
Ayam potong

JAKARTA- Himpuli pada hari Senin (12/5), melaporkan sekitar 90 persen daging ayam lokal tidak sehat dan belum mengantongi sertifikat halal.

Temuan itu didasari oleh hasil penelusuran Himpuli pada sejumlah pasar modern di wilayah Jabodetabek, Bandung, Surabaya dan Makassar. Secara khusus, ketiadaan sertifikat halal bertentangan dengan ketentuan di dalam pasal 58 UU Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan. Pada Pasal 58 ayat 1 disebutkan: “Dalam rangka menjamin produk hewan yang aman, sehat, utuh, dan halal, Pemerintah dan Pemerintah Daerah sesuai kewenangannya melaksanakan pengawasan, pemeriksaan, pengujian, standardisasi, sertifikasi, dan registrasi produk hewan”.

Ketentuan sertifikasi halal juga berlaku bagi produk hewan yang akan diekspor maupun diimpor sebagaimana disebutkan dalam pasal 58 ayat 4 dan 5 UU 18/2009.

Namun Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian Syukur Iwantoro dan Direktur LPPOM MUI Lukmanul Hakim saling berbeda pendapat dan terkesan saling lempar tanggungjawab atas masalah ini.

Syukur Iwantoro mengatakan, “Kalau mengenai aspek kehalalan, silakan dikonfirmasi ke MUI atau LPPOM MUI. Karena persyaratan dan pengawasan kehalalan produk kewenangan mereka.”

Konfirmasi ini, menurut Syukur, penting lantaran sebagian besar peternak ayam lokal memiliki usaha berskala kecil dan pada umumnya musim. “Jangan sampai mereka menjadi korban fitnah,” kata Syukur kepada wartawan, Selasa (13/5).

Direktur LPPOM MUI Lukmanul Hakim mengaku tidak mengetahui secara rinci ihwal data yang dilaporkan oleh Himpuli tersebut.

“Saya tidak tahu data itu. Apakah itu (90 persen daging ayam lokal tidak sehat dan belum mengantongi sertifikasi halal) hasil penelitian atau survei? Saya belum memahaminya,” ujar Lukmanul.

Terkait sertifikat halal, Lukmanul menyebut sifatnya masih sukarela atau voluntary. Sebagai contoh untuk pengusaha rumah potong hewan (RPH). Sifat sukarela tak lepas dari belum adanya Peraturan Pemerintah (PP) sebagai aturan turunan dari UU 18/2009.

“Kalau mandatory (wajib), seharusnya sudah dijalankan sejak 2009. Kalau voluntary (sukarela), kita tidak bisa memaksakan,” kata Lukmanul.

Namun demikian, Lukmanul memastikan pengusaha RPH yang teregistrasi dengan Dinas Peternakan setempat telah memenuhi sertifikasi. Apalagi, kerja sama MUI dengan Kementan yang digagas sejak medio 1970 telah mensyaratkan produk pangan yang ASUH (Aman, Sehat, Utuh dan Halal).

Dari sisi penjual, sebagai perusahaan yang terintegrasi dan profesional, kalangan pelaku usaha ritel modern mengaku selalu mengedepankan kualitas produk dan perizinan yang disyaratkan. Oleh karenanya, kalangan perusahaan ritel tidak menerima tudingan yang mengatakan jika ayam yang dijual di ritel modern dipotong asal-asalan dan tidak halal.

Wasekjen Asosiasi Pedagang Ritel Indonesia (Aprindo), Satria Hamid mengatakan, pengusaha ritel selama ini sudah bekerja sama dengan rumah potong hewan (RPH) yang memiliki sertifikasi halal. Dia pun menantang pihak yang menuding untuk membuktikan langsung ke tempat pemotongan ayam.

“Tidak benar dan itu info menyesatkan, justru kami bisa memperlihatkan bukti-bukti penanganan itu bagaimana halalnya. Setiap perusahaan bekerja sama dengan kami itu sertifikasi halal kita punya,” kata Satria Hamid di Jakarta, kemarin.

Diakuinya, tidak mungkin perusahaan ritel sebesar Carrefour, Hypermart, dan lain sebagainya menggunakan perusahaan pemotongan ayam yang tidak mempunyai sertifikasi halal.

“Tak mungkin perusahaan sebesar kita mempertaruhkan reputasi sehingga melalaikan hal itu. Kita harus berkompetisi konsumen yang baik,” tegas Head Of Public Affair Carrefour tersebut.

Satria menegaskan, pemotongan ayam yang dijual di ritel modern sudah mempunyai SOP atau protap kerja sesuai syariat Islam. Selain itu, toko ritel modern disebut juga sudah memiliki izin NKV atau Nomor Kode Veteriner.

“Jadi kita kerja sama dan punya sertifikasi halal. Kita bisa membuktikan kepada konsumen bagaimana implementasi dengan baik. SOP kita sudah baik,” tutupnya.

Produksi ayam potong (layer) nasional tahun 2014 ini ditaksir mencapai 2,4 miliar ekor atau naik 2 juta ekor dibandingkan tahun lalu.

Dalam temuan Himpunan Peternak Unggas Lokal Indonesia (Himpuli), diketahui jika banyak penjagal ayam tidak memahami cara memotong ayam berdasarkan syariat Islam.

Hal serupa disampaikan oleh Kesehatan Masyarakat Veteriner (Kesmavet), Drh Noorlenawati. Dia melihat perlunya penjagal diberikan pemahaman soal cara yang benar memotong ayam baik dari sisi kesehatan maupun syariat Islam.

“Cara memotong ayam haruslah HAUS, singkatan dari Halal, Aman, Utuh, Sehat,“ ujar Kepala Kesehatan Masyarakat Veteriner (Kesmavet), Drh Noorlenawati.

Dia menjelaskan, Halal adalah tidak bersentuhan dengan barang atau zat yang diharamkan, semisal kandang babi. Aman, tidak membahayakan seperti mengandung kotoran yakni debu, bulu, rambut dan pecahan gelas.

Juga secara biologi tidak mengandung virus, bakteri dan parasit. Dari segi kimia tidak mengandung pestisida, logam berat dan racun. Utuh artinya murni. Tidak dikurangi atau ditambahi zat apapun.

“Sehat, si ayam dalam kondisi baik, tanpa pewarna, daging dan pori-pori bulu putih bersih, agak mengkilap, dan tidak berbau. Dada dan paha kenyal. Pembuluh darah dileher dan sayap bersih tidak terdapat darah. Jadi kalau ada yang suntik ayam, itu salah pak. Air itu ada kumannya dan daging jadi lekas busuk,“ papar Noorlenawati.

Lebih jauh, wanita berjilbab ini menuturkan, Rumah Pemotongan Ayam (RPA), seyogianya dilengkapi sarana membersihkan pisau, berisi larutan desinfektan, lodofor atau air panas. Untuk penjagal berakal sehat jasmani dan rohani. Syarat lainnya antara lain baju bersih, mengenakan tutup kepala, serta mencuci tangan.

“Hal penting segera potong ayam, bulu disingkirkan dan tidak boleh meniup daging (daging disuntik, Red),“ tegasnya.

Sebelum masalah ini mencuat ke permukaan, Kementerian Pertanian (Kementan) sudah memanggil 20 produsen besar yang selama ini dituding mengendalikan tata niaga pasar ayam broiler di Tanah Air pada akhir tahun lalu.

Direktur Budidaya Ternak Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementan Fauzi Luthan mengatakan, pemanggilan 20 produsen ayam besar, berkenaan penguasaan tata niaga ayam di Tanah Air. Hal itu merupakan salah satu isu yang akan ditindaklanjuti bersama antara Kementan dengan pertemuan antara Forum Peternak Unggas se Nusantara.

Menurut Fauzi, tugas pemerintah mengatur iklim usaha agribisnis peternakan unggas ayam broiler yang sehat. Dengan begitu, antara peternak besar dan kecil mampu berdampingan.

Fauzi menambahkan, peternak terintegrasi yang akan dipanggil itu diantaranya PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk dan PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk. Untuk diketahui, produsen besar itu berkemampuan memproduksi daily old chicken (DOC/anak ayam), pakan hingga pengolahan.

Menurut Fauzi, isu yang menjadi concern bersama para peternak kecil adalah diperlukan pengaturan produksi anak ayam broiler.Dengan begitu tidak terjadi over supply yang menganggu harga di pasar.

Isu selanjutnya, kata Fauzi, harus ada regulasi baik budidaya maupun perdagangan antara peternak ayam broiler besar dan kecil. Ini diperlukan sebagai segmentasi pasar di tingkat ritel.

“Kalau produsen besar itu menghasikan daging ayam beku. Namun, menurut para peternak juga memasok ke pasar becek. Ini yang membuat harga ayam di tingkat peternak anjlok,” ujar Fauzi.

Untuk itu, ke depan para produsen memperbanyak sarana cold storage. Dengan begitu, ayam broiler dapat disimpan sebagai stok dan dibuka ke pasar ketika pada saat persediaan tidak mencukupi kebutuhan.

Fauzi sepakat perlu pengaturan harga batas bawah yang dapat memproteksi usaha ternak skala kecil. Hanya saja, sejumlah isu tersebut harus menjadi perhatian bersama semua instansi teknis sehingga dapat dirumuskan ke dalam pasal revisi UU Peternakan yang saat ini tengah dibahas DPR.

“Pengaturan seperti Harga Pokok Produksi (HPP) hingga tata niaga dapat dimasukan ke dalam Undang Undang (UU) atau setingkat Peraturan Pemerintah (PP). Kalau kita bertindak tanpa ada acuan payung hukum nanti kita akan bisa berurusan dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK),” terangnya. (bbs/val)

Tak Cukup hanya Baca Bismillah

Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Medan mengimbau umat Islam agar memotong ayam agar dilakukan secara islami. Tidak cukup hanya membaca Bismillah dengan menyebut nama Allah, persyaratan lain juga harus dipenuhi. Seperti memakai pisau tajam, lalu memotong tiga saluran pada ayam yakni di saluran napas, darah dan makan dengan sempurna. Kemudian, meletakkan ayam yang  dipotong tersebut di lokasi yang baik.

“Jadi, untuk memotong ayam itu tidak harus menghadap kiblat. Namun, kalau lebih baik dan sempura, tidak menghadap kiblat pun tidak ada masalah,” kata Prof H Mohammad Hatta MA kepada Sumut Pos, kemarin.

Dilanjutkannya, setelah ayam dipotong dengan sempurna, tidak bernyawa lagi,  masuklah ke langkah pembubutan bulu ayam. “Artinya ayam yang telah  dipotong tersebut harus bersih dari kotoran dan bulunya,” bilangnya.

Saat ditanya ayam yang baik dipotong, Hatta menyebutkan sejauh ini semua ayam yang sehat itu sangat baik dipotong. Sekalipun itu ayam yang diserempret sepeda motor atau mobil. Namun, masih terlihat hidup, ayam tersebut bisa dipotong.

“Kalau ayam yang ditabrak kereta (sepeda motor, Red) dan mobil sudah mati tidaklah boleh dipotong dan dikonsumsi. Pasalnya, ayam tersebut sudah menjadi bangkai. Bangkai itu tidak boleh dimakan dan haram,” bilang Guru Besar IAIN-SU itu.

Menanggapi penelitian Himpuli di Jabodetabek, Bandung, Surabaya, dan Makassar tersebut, Ketua Umum MUI Din Syamsuddin menyarankan agar organisasi itu juga melapor kepada Kementerian Agama, Kementerian Pertanian, dan Kementerian Perdagangan.

“Temuan ini jangan dibawa ke MUI, tetapi kepada pemerintah. Karena soal penegakan hukum itu domain negara. Jadi, laporan ini salah alamat,’” ungkap Din.

Perihal fatwa halal yang dikeluar kan MUI, menurut Dien, itu bersifat imbauan. “Sertifikasi halal itu masih bersifat sukarela.”

Wakil Menteri Pertanian Rusman Heriawan mengakui, pihaknya belum mengetahui secara pasti temuan yang diungkapkan Himpuli. Karenanya, perlu diselidiki lagi temuan itu. “Nanti kita lihat dulu, best practices (penanganannya, Red) bagaimana,” tegasnya.

Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian Syukur Iwantoro juga menyanggah penelitian Himpuli. Dia berani menjamin produk ayam yang beredar aman untuk dikonsumsi. “Sejauh ini, kami belum menemukan yang membahayakan,” pungkas Syukur. (omi/bbs/tom)

Pemotongan Ayam Secara Islami

–     Pisau harus tajam dan tidak berkarat
–     Membersihkan pisau bila akan digunakan lagi
–     Membaca Bismillah dengan menyebut nama Allah
–     Memotong ayam pada tiga saluran pernapasan ayam yakni saluran napas, darah, dan makan dengan sempurna.

Tidak Baik Dilakukan

–     Memotong ayam yang sudah mati
–     Memotong dengan menggunakan pisau tumpul
–     Memotong ayam sambil mengangkat pisau

Sunah Menyembelih Ayam

–     Menyembelih dengan pisau tajam
–     Menghadapkan hewan atau ayam ke arah kiblat
–     Orang yang menyembelih menghadap kiblat
–     Orang yang menyembelih harus bersih tanpa terkena najis
–     Membaca shalawat kepada Nabi Muhammad SAW

Poin Penting Fatwa MUI No. 12 tahun 2009

(tentang Standar Sertifikasi Penyembelihan Halal)

  1. Penyembelihan dilaksanakan dengan niat menyembelih dan menyebut Asma Allah.
  2. Penyembelihan dilakukan dengan mengalirkan darah melalui pemotongan saluran makanan (mari/esophagus), saluran pernapasan/tenggorokan (hulqum/trachea), dan dua pembuluh darah (wadajain/vena jugularis dan arteri carotids).
  3. Memastikan matinya hewan disebabkan oleh penyembelihan tersebut.
  4. Hendaknya memastikan bahwa hewan telah memenuhi syarat dan dijaga haknya selama dalam pemeliharaan hingga pada saatnya hewan tersebut akan disembelih.

Pasal Penting di UU No 18/2009

Pasal 58 ayat 4: Produk hewan yang dipasarkan wajib disertai sertifikat veteriner dan sertifikat halal
Pasal 61 ayat 1: Pemotongan hewan harus dilakukan di rumah potong dan memenuhi kaidah kesehatan masyarakat dan hewan

Sumber: MUI Kota Medan

Kepastian hukum tentang kehalalan produk ayam potong masih membingungkan masyarakat. Hal ini tercermin dari perbedaan pandangan antara Himpunan Peternakan Unggas Lokal Indonesia (Himpuli), Kementerian Pertanian dan MUI, perihal banyaknya produk-produk ayam potong yang tidak memiliki sertifikat halal.

Ayam potong
Ayam potong

JAKARTA- Himpuli pada hari Senin (12/5), melaporkan sekitar 90 persen daging ayam lokal tidak sehat dan belum mengantongi sertifikat halal.

Temuan itu didasari oleh hasil penelusuran Himpuli pada sejumlah pasar modern di wilayah Jabodetabek, Bandung, Surabaya dan Makassar. Secara khusus, ketiadaan sertifikat halal bertentangan dengan ketentuan di dalam pasal 58 UU Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan. Pada Pasal 58 ayat 1 disebutkan: “Dalam rangka menjamin produk hewan yang aman, sehat, utuh, dan halal, Pemerintah dan Pemerintah Daerah sesuai kewenangannya melaksanakan pengawasan, pemeriksaan, pengujian, standardisasi, sertifikasi, dan registrasi produk hewan”.

Ketentuan sertifikasi halal juga berlaku bagi produk hewan yang akan diekspor maupun diimpor sebagaimana disebutkan dalam pasal 58 ayat 4 dan 5 UU 18/2009.

Namun Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian Syukur Iwantoro dan Direktur LPPOM MUI Lukmanul Hakim saling berbeda pendapat dan terkesan saling lempar tanggungjawab atas masalah ini.

Syukur Iwantoro mengatakan, “Kalau mengenai aspek kehalalan, silakan dikonfirmasi ke MUI atau LPPOM MUI. Karena persyaratan dan pengawasan kehalalan produk kewenangan mereka.”

Konfirmasi ini, menurut Syukur, penting lantaran sebagian besar peternak ayam lokal memiliki usaha berskala kecil dan pada umumnya musim. “Jangan sampai mereka menjadi korban fitnah,” kata Syukur kepada wartawan, Selasa (13/5).

Direktur LPPOM MUI Lukmanul Hakim mengaku tidak mengetahui secara rinci ihwal data yang dilaporkan oleh Himpuli tersebut.

“Saya tidak tahu data itu. Apakah itu (90 persen daging ayam lokal tidak sehat dan belum mengantongi sertifikasi halal) hasil penelitian atau survei? Saya belum memahaminya,” ujar Lukmanul.

Terkait sertifikat halal, Lukmanul menyebut sifatnya masih sukarela atau voluntary. Sebagai contoh untuk pengusaha rumah potong hewan (RPH). Sifat sukarela tak lepas dari belum adanya Peraturan Pemerintah (PP) sebagai aturan turunan dari UU 18/2009.

“Kalau mandatory (wajib), seharusnya sudah dijalankan sejak 2009. Kalau voluntary (sukarela), kita tidak bisa memaksakan,” kata Lukmanul.

Namun demikian, Lukmanul memastikan pengusaha RPH yang teregistrasi dengan Dinas Peternakan setempat telah memenuhi sertifikasi. Apalagi, kerja sama MUI dengan Kementan yang digagas sejak medio 1970 telah mensyaratkan produk pangan yang ASUH (Aman, Sehat, Utuh dan Halal).

Dari sisi penjual, sebagai perusahaan yang terintegrasi dan profesional, kalangan pelaku usaha ritel modern mengaku selalu mengedepankan kualitas produk dan perizinan yang disyaratkan. Oleh karenanya, kalangan perusahaan ritel tidak menerima tudingan yang mengatakan jika ayam yang dijual di ritel modern dipotong asal-asalan dan tidak halal.

Wasekjen Asosiasi Pedagang Ritel Indonesia (Aprindo), Satria Hamid mengatakan, pengusaha ritel selama ini sudah bekerja sama dengan rumah potong hewan (RPH) yang memiliki sertifikasi halal. Dia pun menantang pihak yang menuding untuk membuktikan langsung ke tempat pemotongan ayam.

“Tidak benar dan itu info menyesatkan, justru kami bisa memperlihatkan bukti-bukti penanganan itu bagaimana halalnya. Setiap perusahaan bekerja sama dengan kami itu sertifikasi halal kita punya,” kata Satria Hamid di Jakarta, kemarin.

Diakuinya, tidak mungkin perusahaan ritel sebesar Carrefour, Hypermart, dan lain sebagainya menggunakan perusahaan pemotongan ayam yang tidak mempunyai sertifikasi halal.

“Tak mungkin perusahaan sebesar kita mempertaruhkan reputasi sehingga melalaikan hal itu. Kita harus berkompetisi konsumen yang baik,” tegas Head Of Public Affair Carrefour tersebut.

Satria menegaskan, pemotongan ayam yang dijual di ritel modern sudah mempunyai SOP atau protap kerja sesuai syariat Islam. Selain itu, toko ritel modern disebut juga sudah memiliki izin NKV atau Nomor Kode Veteriner.

“Jadi kita kerja sama dan punya sertifikasi halal. Kita bisa membuktikan kepada konsumen bagaimana implementasi dengan baik. SOP kita sudah baik,” tutupnya.

Produksi ayam potong (layer) nasional tahun 2014 ini ditaksir mencapai 2,4 miliar ekor atau naik 2 juta ekor dibandingkan tahun lalu.

Dalam temuan Himpunan Peternak Unggas Lokal Indonesia (Himpuli), diketahui jika banyak penjagal ayam tidak memahami cara memotong ayam berdasarkan syariat Islam.

Hal serupa disampaikan oleh Kesehatan Masyarakat Veteriner (Kesmavet), Drh Noorlenawati. Dia melihat perlunya penjagal diberikan pemahaman soal cara yang benar memotong ayam baik dari sisi kesehatan maupun syariat Islam.

“Cara memotong ayam haruslah HAUS, singkatan dari Halal, Aman, Utuh, Sehat,“ ujar Kepala Kesehatan Masyarakat Veteriner (Kesmavet), Drh Noorlenawati.

Dia menjelaskan, Halal adalah tidak bersentuhan dengan barang atau zat yang diharamkan, semisal kandang babi. Aman, tidak membahayakan seperti mengandung kotoran yakni debu, bulu, rambut dan pecahan gelas.

Juga secara biologi tidak mengandung virus, bakteri dan parasit. Dari segi kimia tidak mengandung pestisida, logam berat dan racun. Utuh artinya murni. Tidak dikurangi atau ditambahi zat apapun.

“Sehat, si ayam dalam kondisi baik, tanpa pewarna, daging dan pori-pori bulu putih bersih, agak mengkilap, dan tidak berbau. Dada dan paha kenyal. Pembuluh darah dileher dan sayap bersih tidak terdapat darah. Jadi kalau ada yang suntik ayam, itu salah pak. Air itu ada kumannya dan daging jadi lekas busuk,“ papar Noorlenawati.

Lebih jauh, wanita berjilbab ini menuturkan, Rumah Pemotongan Ayam (RPA), seyogianya dilengkapi sarana membersihkan pisau, berisi larutan desinfektan, lodofor atau air panas. Untuk penjagal berakal sehat jasmani dan rohani. Syarat lainnya antara lain baju bersih, mengenakan tutup kepala, serta mencuci tangan.

“Hal penting segera potong ayam, bulu disingkirkan dan tidak boleh meniup daging (daging disuntik, Red),“ tegasnya.

Sebelum masalah ini mencuat ke permukaan, Kementerian Pertanian (Kementan) sudah memanggil 20 produsen besar yang selama ini dituding mengendalikan tata niaga pasar ayam broiler di Tanah Air pada akhir tahun lalu.

Direktur Budidaya Ternak Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementan Fauzi Luthan mengatakan, pemanggilan 20 produsen ayam besar, berkenaan penguasaan tata niaga ayam di Tanah Air. Hal itu merupakan salah satu isu yang akan ditindaklanjuti bersama antara Kementan dengan pertemuan antara Forum Peternak Unggas se Nusantara.

Menurut Fauzi, tugas pemerintah mengatur iklim usaha agribisnis peternakan unggas ayam broiler yang sehat. Dengan begitu, antara peternak besar dan kecil mampu berdampingan.

Fauzi menambahkan, peternak terintegrasi yang akan dipanggil itu diantaranya PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk dan PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk. Untuk diketahui, produsen besar itu berkemampuan memproduksi daily old chicken (DOC/anak ayam), pakan hingga pengolahan.

Menurut Fauzi, isu yang menjadi concern bersama para peternak kecil adalah diperlukan pengaturan produksi anak ayam broiler.Dengan begitu tidak terjadi over supply yang menganggu harga di pasar.

Isu selanjutnya, kata Fauzi, harus ada regulasi baik budidaya maupun perdagangan antara peternak ayam broiler besar dan kecil. Ini diperlukan sebagai segmentasi pasar di tingkat ritel.

“Kalau produsen besar itu menghasikan daging ayam beku. Namun, menurut para peternak juga memasok ke pasar becek. Ini yang membuat harga ayam di tingkat peternak anjlok,” ujar Fauzi.

Untuk itu, ke depan para produsen memperbanyak sarana cold storage. Dengan begitu, ayam broiler dapat disimpan sebagai stok dan dibuka ke pasar ketika pada saat persediaan tidak mencukupi kebutuhan.

Fauzi sepakat perlu pengaturan harga batas bawah yang dapat memproteksi usaha ternak skala kecil. Hanya saja, sejumlah isu tersebut harus menjadi perhatian bersama semua instansi teknis sehingga dapat dirumuskan ke dalam pasal revisi UU Peternakan yang saat ini tengah dibahas DPR.

“Pengaturan seperti Harga Pokok Produksi (HPP) hingga tata niaga dapat dimasukan ke dalam Undang Undang (UU) atau setingkat Peraturan Pemerintah (PP). Kalau kita bertindak tanpa ada acuan payung hukum nanti kita akan bisa berurusan dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK),” terangnya. (bbs/val)

Tak Cukup hanya Baca Bismillah

Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Medan mengimbau umat Islam agar memotong ayam agar dilakukan secara islami. Tidak cukup hanya membaca Bismillah dengan menyebut nama Allah, persyaratan lain juga harus dipenuhi. Seperti memakai pisau tajam, lalu memotong tiga saluran pada ayam yakni di saluran napas, darah dan makan dengan sempurna. Kemudian, meletakkan ayam yang  dipotong tersebut di lokasi yang baik.

“Jadi, untuk memotong ayam itu tidak harus menghadap kiblat. Namun, kalau lebih baik dan sempura, tidak menghadap kiblat pun tidak ada masalah,” kata Prof H Mohammad Hatta MA kepada Sumut Pos, kemarin.

Dilanjutkannya, setelah ayam dipotong dengan sempurna, tidak bernyawa lagi,  masuklah ke langkah pembubutan bulu ayam. “Artinya ayam yang telah  dipotong tersebut harus bersih dari kotoran dan bulunya,” bilangnya.

Saat ditanya ayam yang baik dipotong, Hatta menyebutkan sejauh ini semua ayam yang sehat itu sangat baik dipotong. Sekalipun itu ayam yang diserempret sepeda motor atau mobil. Namun, masih terlihat hidup, ayam tersebut bisa dipotong.

“Kalau ayam yang ditabrak kereta (sepeda motor, Red) dan mobil sudah mati tidaklah boleh dipotong dan dikonsumsi. Pasalnya, ayam tersebut sudah menjadi bangkai. Bangkai itu tidak boleh dimakan dan haram,” bilang Guru Besar IAIN-SU itu.

Menanggapi penelitian Himpuli di Jabodetabek, Bandung, Surabaya, dan Makassar tersebut, Ketua Umum MUI Din Syamsuddin menyarankan agar organisasi itu juga melapor kepada Kementerian Agama, Kementerian Pertanian, dan Kementerian Perdagangan.

“Temuan ini jangan dibawa ke MUI, tetapi kepada pemerintah. Karena soal penegakan hukum itu domain negara. Jadi, laporan ini salah alamat,’” ungkap Din.

Perihal fatwa halal yang dikeluar kan MUI, menurut Dien, itu bersifat imbauan. “Sertifikasi halal itu masih bersifat sukarela.”

Wakil Menteri Pertanian Rusman Heriawan mengakui, pihaknya belum mengetahui secara pasti temuan yang diungkapkan Himpuli. Karenanya, perlu diselidiki lagi temuan itu. “Nanti kita lihat dulu, best practices (penanganannya, Red) bagaimana,” tegasnya.

Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian Syukur Iwantoro juga menyanggah penelitian Himpuli. Dia berani menjamin produk ayam yang beredar aman untuk dikonsumsi. “Sejauh ini, kami belum menemukan yang membahayakan,” pungkas Syukur. (omi/bbs/tom)

Pemotongan Ayam Secara Islami

–     Pisau harus tajam dan tidak berkarat
–     Membersihkan pisau bila akan digunakan lagi
–     Membaca Bismillah dengan menyebut nama Allah
–     Memotong ayam pada tiga saluran pernapasan ayam yakni saluran napas, darah, dan makan dengan sempurna.

Tidak Baik Dilakukan

–     Memotong ayam yang sudah mati
–     Memotong dengan menggunakan pisau tumpul
–     Memotong ayam sambil mengangkat pisau

Sunah Menyembelih Ayam

–     Menyembelih dengan pisau tajam
–     Menghadapkan hewan atau ayam ke arah kiblat
–     Orang yang menyembelih menghadap kiblat
–     Orang yang menyembelih harus bersih tanpa terkena najis
–     Membaca shalawat kepada Nabi Muhammad SAW

Poin Penting Fatwa MUI No. 12 tahun 2009

(tentang Standar Sertifikasi Penyembelihan Halal)

  1. Penyembelihan dilaksanakan dengan niat menyembelih dan menyebut Asma Allah.
  2. Penyembelihan dilakukan dengan mengalirkan darah melalui pemotongan saluran makanan (mari/esophagus), saluran pernapasan/tenggorokan (hulqum/trachea), dan dua pembuluh darah (wadajain/vena jugularis dan arteri carotids).
  3. Memastikan matinya hewan disebabkan oleh penyembelihan tersebut.
  4. Hendaknya memastikan bahwa hewan telah memenuhi syarat dan dijaga haknya selama dalam pemeliharaan hingga pada saatnya hewan tersebut akan disembelih.

Pasal Penting di UU No 18/2009

Pasal 58 ayat 4: Produk hewan yang dipasarkan wajib disertai sertifikat veteriner dan sertifikat halal
Pasal 61 ayat 1: Pemotongan hewan harus dilakukan di rumah potong dan memenuhi kaidah kesehatan masyarakat dan hewan

Sumber: MUI Kota Medan

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/