27 C
Medan
Sunday, January 19, 2025

Dituntut Sumur Hidup, Akil Marah

FOTO : MUHAMAD ALI/JAWAPOS Akil Mochtar usai menjalani persidangan. Jaksa Penuntut Umum menjatuhkan tuntutan kepada terdakwa Akil Mochtar dengan pidana hukuman seumur hidup dan denda Rp 10 miliar, Senin (16/6/2014) di Pengadilan Tipikor Jakarta. Tuntutan itu terkait sejumlah dakwaan untuk Akil mulai dari suap, gratifikasi, pemerasan dan pencucian uang.
FOTO : MUHAMAD ALI/JAWAPOS
Akil Mochtar usai menjalani persidangan. Jaksa Penuntut Umum menjatuhkan tuntutan kepada terdakwa Akil Mochtar dengan pidana hukuman seumur hidup dan denda Rp 10 miliar, Senin (16/6/2014) di Pengadilan Tipikor Jakarta. Tuntutan itu terkait sejumlah dakwaan untuk Akil mulai dari suap, gratifikasi, pemerasan dan pencucian uang.

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Sebelum pembacaan tuntutan seumur hidup oleh Jaksa Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Akil Mochtar marah. Dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (16/6), mantan ketua Mahkamah Konsititusi itu marah karena tuntutan yang seharusnya dibacakan kemarin, telah dimuat media.

“Sebaiknya tuntutan jaksa tidak perlu dibacakan, langsung saja pada amar (tuntutannya) karena toh hari ini (koran) Kompas dengan jelas menyebutkan bahwa saya akan dituntut seumur hidup. Saya tidak tahu apakah etis atau tidak tuntutan diungkapkan lebih dulu karena itu mengabaikan sistem yang berjalan karena tuntutan itu seharusnya berdasarkan fakta di persidangan, bukan opini,” kata Akil pada awal sidang pembacaan tuntutan.

”Jadi menurut saya basa-basi seperti (sidang) ini tidak perlu lagi, untuk apa saya duduk 2-3 jam toh sudah diberi tahu? Biar kita tidak capek untuk sandiwara seperti ini,” tambahnya.

Di harian Kompas edisi Senin (16/6), disebutkan bahwa Akil akan dituntut hukuman pidana penjara seumur hidup karena dinilai telah merusak demokrasi dengan perbuatannya, menerima suap dari sejumlah pihak yang beperkara dalam sengketa pilkada agar dimenangkan sehingga dampak perbuatan Akil dinilai mengakibatkan konflik horizontal di sejumlah daerah.

Bahkan di Sumut Pos edisi Minggu (15/6) atau sehari sebelumnya, Ketua KPK Abraham Samad memberi sinyal, terdakwa kasus dugaan suap sengketa pilkada di MK itu akan dituntut seumur hidup. “Mungkin antara 20 tahun sampai seumur hidup,” kata Abraham di Cisarua, Bogor, Jawa Barat, Sabtu (14/6).

Abraham mengatakan, mantan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Fraksi Partai Golkar itu akan dituntut sesuai dengan pasal yang disangkakan. Kendati demikian, Abraham tetap enggan menyebut tuntutan yang akan dibacakan Jaksa KPK pada sidang tuntutan Akil pekan depan. “Bisa ya bisa tidak, makanya saya bilang toleransinya itu antara 20 tahun dan seumur hidup,” tegas Abraham.

Namun ketua tim jaksa penuntut umum KPK Pulung Rinandoro mengaku tidak tahu mengenai pernyataan pimpinan KPK tersebut. “Media mencantumkan tuntutan itu di luar pengetahuan kami. Kami tidak menyampaikan ke media. Apakah sumber tersebut resmi pimpinan KPK atau bukan kami tidak pernah mengetahui dan tim JPU juga berusaha untuk tidak memberikan informasi kepada orang luar. Jadi tentu hal ini tanpa sepengetahuan kami majelis,” kata Pulung.

Ketua majelis hakim, Suwidya pun memutuskan agar pembacaan tuntutan pidana tetap berpedoman pada hukum acara. ”Kami tetap menjalankan sidang berdasarkan hukum acara. Kami tidak akan terpengaruh dengan membaca berita-berita di luar tentang persidangan ini supaya kami menjalankan hukum acara sebaik-baiknya,” kata Suwidya.

Tapi Akil menilai bahwa ketidaktahuan jaksa itu tidak beralasan. ”Pernyataan jaksa ini menurut saya tidak mungkin karena jelas disebutkan dalam koran ini tuntutan seumur hidup kepada saya akan disampaikan hari ini dan unsur pimpinan mengatakan akhir pekan lalu. Sebagai orang yang didakwa saya juga punya hak untuk mengajukan keberatan dengan cara-cara seperti ini supaya mereka juga tahu kita hidup dalam aturan konstitusi,” tegas Akil.

”Saudara sebaiknya menata sendiri perasaan saudara, adanya tekanan perasaan seperti itu hanya merugikan Anda sendiri. Kita bersidang dengan objektif dan elegan, silakan terdakwa menata dulu perasaannya,” kata hakim Suwidya berusaha menenangkan Akil.

”Saya sudah siap yang mulia, apapun kehendak Yang Mahakuasa,” kata Akil.

 

Dalam pembacaan tuntutannya, JPU meminta majelis hakim menyatakan Akil terbukti bersalah menerima suap dan melakukan pencucian uang dan menjatuhkan hukuman pidana seumur hidup.

“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa M Akil Mochtar berupa pidana seumur hidup,” kata Jaksa Pulung Rinandoro.

Selain itu, jaksa juga menuntut pidana denda sebesar Rp10 miliar dan pidana tambahan berupa pencabutan hak memilih dan dipilih pada pemilihan yang dilakukan menurut aturan umum.

Dalam memberikan tuntutan, jaksa mempertimbangkan hal yang memberatkan dan meringankan. Hal yang memberatkan adalah perbuatan terdakwa dilakukan pada saat pemerintah sedang giat-giatnya melaksanakan upaya pemberantasan tindak pidana korupsi.

Hal memberatkan berikutnya adalah terdakwa merupakan ketua lembaga tinggi negara yang merupakan ujung tombak dan benteng terakhir bagi masyarakat dalam mencari keadilan.

Menurut Jaksa Pulung, perbuatan terdakwa mengakibatkan runtuhnya kewibaan lembaga MK sebagai benteng terakhir penegakan hukum. “Diperlukan waktu yang cukup lama untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat kepada lembaga MK,” ujarnya.

Pulung menambahkan terdakwa tidak bersikap kooperatif dan tidak jujur dalam persidangan. Kemudian terdakwa tidak mengakui kesalahan dan tidak menyesali perbuatannya.

“Hal yang meringankan tidak ada,” tandas Jaksa Pulung.

Mendengar tuntutan jaksa, kubu Akil merespon dengan rencana menyampaikan nota pembelaan (pleidoi). Mereka meminta waktu untuk menyusun nota pembelaan selama dua minggu.

“Kami mohon dengat sangat, kami diberikan waktu dua minggu untuk menyusun nota pembelaan,” kata penasihat hukum Akil, Adardam  Achyar.

Adardam meminta waktu menyusun nota pembelaan selama dua mingga dikarenakan tuntutan jaksa yang luar biasa yaitu pidana penjara seumur hidup.

“Melihat fakta berkas yang banyak dan tuntutan pidana yang luar biasa yaitu penjara seumur hidup, kami mohon yang mulia agar terdakwa dan kami diberikan kesempatan membela diri,” ujar Adardam.

Namun demikian, Hakim Ketua Suwidya hanya memberikan waktu satu minggu untuk menyusun nota pembelaan. “Kita beri satu minggu, kalau sekira dibutuhkan waktu tambahan kami berikan,” ujarnya.

Suwidya menyatakan, pihaknya harus memberikan putusan pada akhir Juni mendatang. “Kami harus memutuskan pada 30 Juni,” tegasnya.

Seperti diketahui, Akil menerima suap senilai Rp57 miliar terkait pengurusan sebanyak 15 sengketa Pilkada di MK. Selain itu, ia melakukan TPPU  yaitu selama 22 Oktober 2010 sampai 2 Oktober 2013, sebesar Rp161.080.685.150. Modusnya menempatkan, membelanjakan atau membayarkan, menukarkan dengan mata uang asing.

Akil juga menyembunyikan asal usul harta kekayaannya dalam kurun waktu 17 April 2002 hingga 21 Oktober 2010. Di antaranya, menempatkan di rekeningnya sebesar Rp6,1 miliar di BNI, sebesar Rp7,048 miliar di Bank Mandiri, dan Rp7,299 miliar di BCA. (bbs/jpnn/tom)

FOTO : MUHAMAD ALI/JAWAPOS Akil Mochtar usai menjalani persidangan. Jaksa Penuntut Umum menjatuhkan tuntutan kepada terdakwa Akil Mochtar dengan pidana hukuman seumur hidup dan denda Rp 10 miliar, Senin (16/6/2014) di Pengadilan Tipikor Jakarta. Tuntutan itu terkait sejumlah dakwaan untuk Akil mulai dari suap, gratifikasi, pemerasan dan pencucian uang.
FOTO : MUHAMAD ALI/JAWAPOS
Akil Mochtar usai menjalani persidangan. Jaksa Penuntut Umum menjatuhkan tuntutan kepada terdakwa Akil Mochtar dengan pidana hukuman seumur hidup dan denda Rp 10 miliar, Senin (16/6/2014) di Pengadilan Tipikor Jakarta. Tuntutan itu terkait sejumlah dakwaan untuk Akil mulai dari suap, gratifikasi, pemerasan dan pencucian uang.

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Sebelum pembacaan tuntutan seumur hidup oleh Jaksa Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Akil Mochtar marah. Dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (16/6), mantan ketua Mahkamah Konsititusi itu marah karena tuntutan yang seharusnya dibacakan kemarin, telah dimuat media.

“Sebaiknya tuntutan jaksa tidak perlu dibacakan, langsung saja pada amar (tuntutannya) karena toh hari ini (koran) Kompas dengan jelas menyebutkan bahwa saya akan dituntut seumur hidup. Saya tidak tahu apakah etis atau tidak tuntutan diungkapkan lebih dulu karena itu mengabaikan sistem yang berjalan karena tuntutan itu seharusnya berdasarkan fakta di persidangan, bukan opini,” kata Akil pada awal sidang pembacaan tuntutan.

”Jadi menurut saya basa-basi seperti (sidang) ini tidak perlu lagi, untuk apa saya duduk 2-3 jam toh sudah diberi tahu? Biar kita tidak capek untuk sandiwara seperti ini,” tambahnya.

Di harian Kompas edisi Senin (16/6), disebutkan bahwa Akil akan dituntut hukuman pidana penjara seumur hidup karena dinilai telah merusak demokrasi dengan perbuatannya, menerima suap dari sejumlah pihak yang beperkara dalam sengketa pilkada agar dimenangkan sehingga dampak perbuatan Akil dinilai mengakibatkan konflik horizontal di sejumlah daerah.

Bahkan di Sumut Pos edisi Minggu (15/6) atau sehari sebelumnya, Ketua KPK Abraham Samad memberi sinyal, terdakwa kasus dugaan suap sengketa pilkada di MK itu akan dituntut seumur hidup. “Mungkin antara 20 tahun sampai seumur hidup,” kata Abraham di Cisarua, Bogor, Jawa Barat, Sabtu (14/6).

Abraham mengatakan, mantan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Fraksi Partai Golkar itu akan dituntut sesuai dengan pasal yang disangkakan. Kendati demikian, Abraham tetap enggan menyebut tuntutan yang akan dibacakan Jaksa KPK pada sidang tuntutan Akil pekan depan. “Bisa ya bisa tidak, makanya saya bilang toleransinya itu antara 20 tahun dan seumur hidup,” tegas Abraham.

Namun ketua tim jaksa penuntut umum KPK Pulung Rinandoro mengaku tidak tahu mengenai pernyataan pimpinan KPK tersebut. “Media mencantumkan tuntutan itu di luar pengetahuan kami. Kami tidak menyampaikan ke media. Apakah sumber tersebut resmi pimpinan KPK atau bukan kami tidak pernah mengetahui dan tim JPU juga berusaha untuk tidak memberikan informasi kepada orang luar. Jadi tentu hal ini tanpa sepengetahuan kami majelis,” kata Pulung.

Ketua majelis hakim, Suwidya pun memutuskan agar pembacaan tuntutan pidana tetap berpedoman pada hukum acara. ”Kami tetap menjalankan sidang berdasarkan hukum acara. Kami tidak akan terpengaruh dengan membaca berita-berita di luar tentang persidangan ini supaya kami menjalankan hukum acara sebaik-baiknya,” kata Suwidya.

Tapi Akil menilai bahwa ketidaktahuan jaksa itu tidak beralasan. ”Pernyataan jaksa ini menurut saya tidak mungkin karena jelas disebutkan dalam koran ini tuntutan seumur hidup kepada saya akan disampaikan hari ini dan unsur pimpinan mengatakan akhir pekan lalu. Sebagai orang yang didakwa saya juga punya hak untuk mengajukan keberatan dengan cara-cara seperti ini supaya mereka juga tahu kita hidup dalam aturan konstitusi,” tegas Akil.

”Saudara sebaiknya menata sendiri perasaan saudara, adanya tekanan perasaan seperti itu hanya merugikan Anda sendiri. Kita bersidang dengan objektif dan elegan, silakan terdakwa menata dulu perasaannya,” kata hakim Suwidya berusaha menenangkan Akil.

”Saya sudah siap yang mulia, apapun kehendak Yang Mahakuasa,” kata Akil.

 

Dalam pembacaan tuntutannya, JPU meminta majelis hakim menyatakan Akil terbukti bersalah menerima suap dan melakukan pencucian uang dan menjatuhkan hukuman pidana seumur hidup.

“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa M Akil Mochtar berupa pidana seumur hidup,” kata Jaksa Pulung Rinandoro.

Selain itu, jaksa juga menuntut pidana denda sebesar Rp10 miliar dan pidana tambahan berupa pencabutan hak memilih dan dipilih pada pemilihan yang dilakukan menurut aturan umum.

Dalam memberikan tuntutan, jaksa mempertimbangkan hal yang memberatkan dan meringankan. Hal yang memberatkan adalah perbuatan terdakwa dilakukan pada saat pemerintah sedang giat-giatnya melaksanakan upaya pemberantasan tindak pidana korupsi.

Hal memberatkan berikutnya adalah terdakwa merupakan ketua lembaga tinggi negara yang merupakan ujung tombak dan benteng terakhir bagi masyarakat dalam mencari keadilan.

Menurut Jaksa Pulung, perbuatan terdakwa mengakibatkan runtuhnya kewibaan lembaga MK sebagai benteng terakhir penegakan hukum. “Diperlukan waktu yang cukup lama untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat kepada lembaga MK,” ujarnya.

Pulung menambahkan terdakwa tidak bersikap kooperatif dan tidak jujur dalam persidangan. Kemudian terdakwa tidak mengakui kesalahan dan tidak menyesali perbuatannya.

“Hal yang meringankan tidak ada,” tandas Jaksa Pulung.

Mendengar tuntutan jaksa, kubu Akil merespon dengan rencana menyampaikan nota pembelaan (pleidoi). Mereka meminta waktu untuk menyusun nota pembelaan selama dua minggu.

“Kami mohon dengat sangat, kami diberikan waktu dua minggu untuk menyusun nota pembelaan,” kata penasihat hukum Akil, Adardam  Achyar.

Adardam meminta waktu menyusun nota pembelaan selama dua mingga dikarenakan tuntutan jaksa yang luar biasa yaitu pidana penjara seumur hidup.

“Melihat fakta berkas yang banyak dan tuntutan pidana yang luar biasa yaitu penjara seumur hidup, kami mohon yang mulia agar terdakwa dan kami diberikan kesempatan membela diri,” ujar Adardam.

Namun demikian, Hakim Ketua Suwidya hanya memberikan waktu satu minggu untuk menyusun nota pembelaan. “Kita beri satu minggu, kalau sekira dibutuhkan waktu tambahan kami berikan,” ujarnya.

Suwidya menyatakan, pihaknya harus memberikan putusan pada akhir Juni mendatang. “Kami harus memutuskan pada 30 Juni,” tegasnya.

Seperti diketahui, Akil menerima suap senilai Rp57 miliar terkait pengurusan sebanyak 15 sengketa Pilkada di MK. Selain itu, ia melakukan TPPU  yaitu selama 22 Oktober 2010 sampai 2 Oktober 2013, sebesar Rp161.080.685.150. Modusnya menempatkan, membelanjakan atau membayarkan, menukarkan dengan mata uang asing.

Akil juga menyembunyikan asal usul harta kekayaannya dalam kurun waktu 17 April 2002 hingga 21 Oktober 2010. Di antaranya, menempatkan di rekeningnya sebesar Rp6,1 miliar di BNI, sebesar Rp7,048 miliar di Bank Mandiri, dan Rp7,299 miliar di BCA. (bbs/jpnn/tom)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/