BRANDAN, SUMUTPOS.CO – Meski selamat dari maut, tapi rasa trauma masih menghantui Andi alias Agam (40). Selain itu, Agam juga sangat menyesali kecerobohannya. Betapa tidak, akibat kejadian itu, ia harus kehilangan kedua tangannya. Ya, kedua tangan korban yang hancur telah diamputasi oleh dokter di RS Pertamina Pangkalan Brandan.
Saat disambangi Selasa (9/9) siang, Agam masih menjalani perawatan intensif di ruangan ICU RS tersebut. Kondisi Agam sedikit membaik dibandingkan hari pertama kemarin. Namun, Agam belum mau diajak berbicara oleh siapapun. Agam belum bisa dipindahkan ke ruangan lain karena luka di sekujur tubuhnya masih belum sembuh benar.
Ketika diajak berkomunikasi, Agam hanya diam. Sambil memalingkan wajahnya ke samping. Ia sepertinya begitu berat menerima keadaanya seperti sekarang ini.
Mulutnya begitu berat untuk dibuka, dari pelopak matanya mengalir bulir air mata seakan mewakili perasaanya yang gundah.
“Belum bisa diajak berbicara pak, mungkin bapak ini lagi depresi berat, soalnya dia sulit menerima kondisnya sekarang ini. Makanya dari kemaren dia lebih banyak menangis,” ujar seorang perawat yang berada di ruangan itu.
Di ruangan lain, istrinya Wagiem juga masih menjalani perawatan. Walaupun kondisi kesehatan Wagiem lebih baik ketimbang suaminya, namun ibu satu orang anak ini juga tak bisa diajak ngobrol. Setiap pertanyaan yang disampaikan kepadanya kebanyakan dijawab tak nyambung. ”Apalagi kejadian kepada kami sehabis ini ya? Cemana lagi ya,” lirihnya.
Ditanya apakah tidak mengetahui kalau benda yang kemarin dipukul-pukul oleh suaminya adalah mortir, wanita yang baru beberapa tahun menikah dengan Agam ini mengatakan tidak mengetahuinya. ”Nggak tau kami itu bom, baru sekali ini kami dapatnya,” akunya bingung.
Begitu juga dengan harga mortir yang dibeli suaminya dari kawasan Aceh tersebut, wanita ini mengatakan tidak mengatahuinya. ”Nggak tau saya berapa harganya,” ketusnya singkat mengaku pasrah dengan kondisi yang terjadi sekarang ini.
Terpisah Kapolres Langkat AKBP Dwi Asmoro, SIK, MH ketika dikonfirmasi mengaku dari hasil penyelidikan, ledakan tersebut berasal dari tabung pelontar GLM standart militer yang merupakan sisa peninggalan perang dulu. “Namun nomor serinya tidak terbaca karena sudah tergerus oleh air maupun waktu,” ujar Dwi seraya menambahkan serpihan GLM tersebut telah diamankan Tim Jihandak Brimob yang turun saat kejadian.
Ledakan dahsyat disertai jerit kesakitan menggegerkan warga Desa Pelawi Selatan, Senin (8/9) siang. Usut punya usut, ternyata dentuman itu berasal dari mortir yang meledak karena hendak dihancurkan Agam menggunakan martil.
Selain membuat heboh, ledakan ini juga menghancurkan kedua tangan Agam. Tak cuma itu, kedua kaki dan tubuhnya juga menderita luka. Bahkan, istrinya, Wagiem juga mengalami luka serius. Sedang Anwar alias Uwar (50) hanya mengalami luka ringan. Mortir tersebut meledak di Jl. Tanjungpura Gang Umar, Desa Pelawi Selatan, Kec. Babalan. Pasutri yang kesehariannya bekerja sebagai penampung barang bekas itu, membeli mortir mirip shock breaker tersebut dari kawasan Pelurlak, NAD. Tapi pasutri asal Jl. By Pass Lingkungan V, Kel. Alur Dua, Kec. Sei Lepan itu, tak mengetahui kalau benda itu adalah mortir. (
DAYA LEDAK MEMATIKAN
Sementara, serpihan mortir yang meledak dan membuat Agam kehilangan kedua tangannya masih dianalisis di Labfor Polda Sumut. “Biasanya penggunaan mortir seperti ini, harus menggunakan alat pelontar. Namun, kemarin, ketiga korban memukul keras mortir ini dengan palu terbuat dari besi padat, hingga seperti lontaran yang akhirnya meledakkan mortir ini,” ungkap Kepala Laboratorium Forensik (Labfor) Polda Sumut, Kombes Pol Haris Aksara ketika dikonfirmasi, Selasa (9/9) siang.
Lebih lanjut, perwira polisi dengan pangkat 3 melati di pundaknya itu mengaku kalau mortir tersebut juga kerap digunakan untuk perang. Disebutnya, mortir tersebut cukup mematikan dengan daya ledak yang sangat tinggi yakni 1,4 x TNT, sehingga dipilih untuk perang.
Bahkan, disebut Haris kalau pembuatan mortir yang memiliki panjang 405 mm itu, tidak mudah, sehingga hanya dibuat oleh pabrik khusus pembuatan senjata. “Kita belum dapat mengidentifikasi mortir ini karena kondisinya sudah hancur. Terlebih, tidak ada nomor atau kode pada mortir itu,” sambung Haris.
Sebelum mengakhiri, Haris mengaku kalau pihaknya juga masih mendalami kasus itu. Disebutnya, berdasarkan penyelidikan sementara, pihaknya mendapati kalau mortir tersebut dibeli dari kawasan Peurlak, Provinsi NAD pada 7 September 2014 lalu. “Ini kita juga kordinasi dengan pihak terkait, untuk mencari tahu penjual mortir ini. Mortir ini dilarang dijual belikan secara bebas,” tandas Haris mengakhiri.(dw/smg/deo)