26.7 C
Medan
Friday, May 17, 2024

Sepatu untuk Anak Indonesia

Pernah kami mendapati seorang ayah sedang berbelanja sepatu di DBL Store, gerai basket kami di Surabaya. Tiba-tiba sang ayah mengumpat keras karena mengetahui harga sepatu yang diinginkan anaknya di atas Rp 2 juta.

Dan yang paling sedih, kami sangat sering menemukan anak bermain basket dengan menggunakan sepatu palsu. Padahal, belum tentu ada jaminan kualitas dan keamanannya.

Tidak sedikit pula anak yang cedera karena masalah sepatu itu. Misalnya, dia cedera engkel parah karena orang tuanya memaksakan beli sepatu yang kebesaran. Tentu untuk alasan ekonomis, supaya tidak perlu beli sepatu lagi hingga nanti kekecilan.

Atau, anak itu cedera karena ”sepatu basket bagusnya” hanya dipakai saat pertandingan. Ketika latihan, dia menggunakan sepatu lari atau yang lain, dan itu mengakibatkan cedera.

Problem itu paling terasa di kota-kota kecil atau di kota-kota di luar Pulau Jawa…

Harus ada yang berbuat sesuatu untuk menemukan solusinya!

Dalam dua tahun terakhir, sepatu basket dengan harga terjangkau itu terus mengganggu pikiran saya. Kebetulan, saya termasuk kolektor sepatu, sempat mengoleksi sepatu basket pemain NBA hingga ratusan pasang. Dan karena saya orangnya suka iseng dan penasaran, saya mempelajari sepatu-sepatu itu sampai mendetail.

Sekitar sepuluh tahun lalu sempat ada ”gerakan sepatu basket murah” serupa di Amerika. Oleh bintang NBA kala itu, Stephon Marbury. Dia bikin merek Starbury dan menjual sepatu basket di harga USD 15. Ya, sekitar sepersepuluh harga sepasang Air Jordan.

Ternyata, ada sebuah pabrik sepatu di Jawa Timur yang sempat ikut pitching untuk memproduksi Starbury. Tapi kalah kompetitif dengan pabrik-pabrik di Tiongkok.

”Bagaimana mau dijual USD 15 kalau di Indonesia keluar dari pintu pabrik harganya sudah USD 12,” kata teman pengusaha sepatu saya itu sambil memegang prototipe Starbury yang dibuat di Jawa Timur.

Seiring perjalanan waktu, merek Starbury memang tidak langgeng di Amerika. Sepatu itu menemukan hidup di Tiongkok, mengikuti perjalanan karir Stephon Marbury bermain basket di negara tersebut.

Harga USD 15 memang murah, tapi mungkin terlalu murah sehingga tidak sustainable. Saat ini sepatu Starbury di Tiongkok dijual di kisaran USD 30–50.

Untuk melakukan gerakan serupa di Indonesia tentu punya tantangan yang sama sekaligus berbeda. Sama dalam artian harga harus sangat terjangkau tapi sustainable secara bisnis. Tanpa mengorbankan kualitas atau spesifikasi.

Pernah ada sepatu edisi DBL selama beberapa tahun. Tapi, harganya masih di atas Rp 500 ribu, bahkan mendekati Rp 1 juta. Laris, tapi belum cukup untuk menjadi alat pendobrak barrier supaya semakin banyak anak bermain basket.

Kurang lebih dalam dua tahun terakhir saya dan teman-teman di DBL Indonesia mencoba mencari cara dan partner untuk bisa mewujudkannya. Banyak yang merasa berkeberatan karena tidak yakin dengan besarnya pasar sepatu basket di Indonesia. Apakah volumenya bisa cocok?

Akhirnya, dalam setahun terakhir, kami menemukan partner itu. Dan tidak jauh, sama-sama di Surabaya, dan merupakan produsen sepatu terbesar di Indonesia. Yaitu Ardiles.

Tim kami dan tim Ardiles pun terus berkomunikasi, bersama mendesain dan mewujudkan sepatu pendobrak barrier itu. Bertukar pikiran, saling menantang. Semula, kami sangat berharap harganya bisa di kisaran Rp 500 ribu. Syukur-syukur bisa sedikit di bawahnya.

Ternyata, di mana ada kemauan, di sana ada jalan.

Alangkah terkejut kami ketika ternyata harga sepatu-sepatu DBL-Ardiles yang diharapkan itu bisa di bawah angka tersebut. Bahkan di kisaran Rp 300 ribu! Dengan spesifikasi dan desain yang sesuai dengan tuntutan kami!

Jadilah beberapa desain sepatu itu untuk siap diproduksi masal. Sepatu yang 100 persen dirancang di Indonesia, diproduksi di Indonesia, untuk anak-anak Indonesia.

Saya pun langsung terinspirasi untuk menuliskan paragraf khusus, yang akan tertulis di dalam boks sepatu tersebut.

Sepatu ini kami dedikasikan untuk para pemain basket muda di seluruh Indonesia. Sepatu ini diproduksi untuk seluruh lapisan masyarakat Indonesia, diciptakan untuk menghilangkan segala batasan yang bisa menghalangi seseorang untuk mewujudkan impiannya bermain bola basket.

Pernah kami mendapati seorang ayah sedang berbelanja sepatu di DBL Store, gerai basket kami di Surabaya. Tiba-tiba sang ayah mengumpat keras karena mengetahui harga sepatu yang diinginkan anaknya di atas Rp 2 juta.

Dan yang paling sedih, kami sangat sering menemukan anak bermain basket dengan menggunakan sepatu palsu. Padahal, belum tentu ada jaminan kualitas dan keamanannya.

Tidak sedikit pula anak yang cedera karena masalah sepatu itu. Misalnya, dia cedera engkel parah karena orang tuanya memaksakan beli sepatu yang kebesaran. Tentu untuk alasan ekonomis, supaya tidak perlu beli sepatu lagi hingga nanti kekecilan.

Atau, anak itu cedera karena ”sepatu basket bagusnya” hanya dipakai saat pertandingan. Ketika latihan, dia menggunakan sepatu lari atau yang lain, dan itu mengakibatkan cedera.

Problem itu paling terasa di kota-kota kecil atau di kota-kota di luar Pulau Jawa…

Harus ada yang berbuat sesuatu untuk menemukan solusinya!

Dalam dua tahun terakhir, sepatu basket dengan harga terjangkau itu terus mengganggu pikiran saya. Kebetulan, saya termasuk kolektor sepatu, sempat mengoleksi sepatu basket pemain NBA hingga ratusan pasang. Dan karena saya orangnya suka iseng dan penasaran, saya mempelajari sepatu-sepatu itu sampai mendetail.

Sekitar sepuluh tahun lalu sempat ada ”gerakan sepatu basket murah” serupa di Amerika. Oleh bintang NBA kala itu, Stephon Marbury. Dia bikin merek Starbury dan menjual sepatu basket di harga USD 15. Ya, sekitar sepersepuluh harga sepasang Air Jordan.

Ternyata, ada sebuah pabrik sepatu di Jawa Timur yang sempat ikut pitching untuk memproduksi Starbury. Tapi kalah kompetitif dengan pabrik-pabrik di Tiongkok.

”Bagaimana mau dijual USD 15 kalau di Indonesia keluar dari pintu pabrik harganya sudah USD 12,” kata teman pengusaha sepatu saya itu sambil memegang prototipe Starbury yang dibuat di Jawa Timur.

Seiring perjalanan waktu, merek Starbury memang tidak langgeng di Amerika. Sepatu itu menemukan hidup di Tiongkok, mengikuti perjalanan karir Stephon Marbury bermain basket di negara tersebut.

Harga USD 15 memang murah, tapi mungkin terlalu murah sehingga tidak sustainable. Saat ini sepatu Starbury di Tiongkok dijual di kisaran USD 30–50.

Untuk melakukan gerakan serupa di Indonesia tentu punya tantangan yang sama sekaligus berbeda. Sama dalam artian harga harus sangat terjangkau tapi sustainable secara bisnis. Tanpa mengorbankan kualitas atau spesifikasi.

Pernah ada sepatu edisi DBL selama beberapa tahun. Tapi, harganya masih di atas Rp 500 ribu, bahkan mendekati Rp 1 juta. Laris, tapi belum cukup untuk menjadi alat pendobrak barrier supaya semakin banyak anak bermain basket.

Kurang lebih dalam dua tahun terakhir saya dan teman-teman di DBL Indonesia mencoba mencari cara dan partner untuk bisa mewujudkannya. Banyak yang merasa berkeberatan karena tidak yakin dengan besarnya pasar sepatu basket di Indonesia. Apakah volumenya bisa cocok?

Akhirnya, dalam setahun terakhir, kami menemukan partner itu. Dan tidak jauh, sama-sama di Surabaya, dan merupakan produsen sepatu terbesar di Indonesia. Yaitu Ardiles.

Tim kami dan tim Ardiles pun terus berkomunikasi, bersama mendesain dan mewujudkan sepatu pendobrak barrier itu. Bertukar pikiran, saling menantang. Semula, kami sangat berharap harganya bisa di kisaran Rp 500 ribu. Syukur-syukur bisa sedikit di bawahnya.

Ternyata, di mana ada kemauan, di sana ada jalan.

Alangkah terkejut kami ketika ternyata harga sepatu-sepatu DBL-Ardiles yang diharapkan itu bisa di bawah angka tersebut. Bahkan di kisaran Rp 300 ribu! Dengan spesifikasi dan desain yang sesuai dengan tuntutan kami!

Jadilah beberapa desain sepatu itu untuk siap diproduksi masal. Sepatu yang 100 persen dirancang di Indonesia, diproduksi di Indonesia, untuk anak-anak Indonesia.

Saya pun langsung terinspirasi untuk menuliskan paragraf khusus, yang akan tertulis di dalam boks sepatu tersebut.

Sepatu ini kami dedikasikan untuk para pemain basket muda di seluruh Indonesia. Sepatu ini diproduksi untuk seluruh lapisan masyarakat Indonesia, diciptakan untuk menghilangkan segala batasan yang bisa menghalangi seseorang untuk mewujudkan impiannya bermain bola basket.

Artikel Terkait

Wayan di New York

Trump Kecele Lagi

Terpopuler

Artikel Terbaru

/