26.7 C
Medan
Monday, June 17, 2024

Malu Kaya

Beberapa waktu lalu Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Dahlan Iskan sempat membuat pernyataan yang menarik. Dia mengatakan dengan tegas akan menindak pejabat BUMN yang tidak melaporkan harta ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Dan, itu terbukti. Dahlan mengganti komisaris BUMN yang menolak melaporkan harta kekayaan ke KPK. “Dia (Komisaris BUMN) bilang memang tidak mau, dan dia bilang kalau diminta untuk mengirim laporan kekayaan, dia lebih baik mengundurkan diri. Tapi sampai hari ini enggak mundur-mundur,” kata Dahlan pada tengah Juni 2012 lalu.

Artinya, soal laporan kekayaan adalah hal yang penting bukan? Nah, kemarin ketika Wakil Ketua KPK, Zulkarnain, berada di Medan, dia mengungkap data yang menarik. Katanya, banyak pejabat di Sumatera Utara (Sumut) yang tidak melaporkan daftar kekayaannya. Siapa saja? Entahlah, Zulkarnain memang tidak menyebutkan nama. Dia hanya menunjukkan dari 2.400 pejabat di Sumut yang wajib lapor kekayaan hanya 75 persen yang membuat Laporan Hasil Kekayaan Pejabat (LHKP). Artinya, 25 persen tidak melapor. Artinya ada 600 pejabat yang tidak membuat laporan.

Kabar ini lumayan mencengangkan. Maksud saya, sebagai pejabat, seharus sudah tahu kewajibannya bukan? Membuat laporan kekakayaan adalah wajib, namun kenapa tidak dilakukan? Mencurigakan.

Sekali lagi saya tekankan, yang mangkir membuat laporan adalah pejabat. Dengan kata lain, dia adalah sosok yang cukup diandalkan, dipercayai, dan panutan. Jadi, bisa bayangkan ketika sebuah Pegawai Negeri Sipil (PNS) harus melaporkan kekayaannya. Berapa lagi yang akan mangkir?

Ya, seperti yang dikatakan Wakil Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Wamenpan RB) Eko Prasojo pada Juli 2012 lalu. “Kalau sekarang LHKPN (laporan hasil kekayaan penyelenggara negara) hanya untuk eselon 1 dan 2. Tapi kedepan seluruh pegawai negeri dari semua golongan harus melaporkan harta kekayaan,” kata Eko saat itu.

Itulah yang mencengangkan saya. Ya, kenapa harus tidak melaporkan harta, bukankah adalah wajar untuk melakukan itu. Ini kan untuk mempersempit potensi korupsi di aparat penyelenggara negara. Kontrol yang dilakukan agar pegawai negara tidak sembarangan dalam menggunakan anggaran. Artinya, ketika anggaran dapat ‘diselamatkan’ dari mereka yang nakal, maka pelayanan pada masyarakat bisa diandalakan.
Hm, bisakah diartikan kalau yang tidak melapor adalah pejabat yang nakal?

Entahlah, semua ini belum ada bukti. Yang ada hanya data 600 pejabat tidak melakukan pelaporan harta. Istilahnya, mereka menyembunyikan harta mereka. Dan, Zulkarnain pun tidak menghakimi langsung 600 pejabat tadi. Dia hanya mengatakan, data ini menunjukkan pejabat di Sumut belum patuh.
Secara pribadi, selain tercengang, saya juga merasa lucu. Ya, kenapa sih harus malu menunjukkan harta. Bukankah kita sudah biasa pamer? Ayolah, bukan rahasia lagi kalau masyarakat suak menunjukkan kelas. Buktinya, tak ada mobil keluaran baru yang tak laku. Tak ada komplek perumahan mewah baru yang tak berpenghuni. Tak ada bank baru yang tak punya nasabah. Tak ada tanah yang tidak punya pemiliknya.

“Kalau memang hasil dari usaha sendiri, halal, siapa yang tak mau pamer,” cetus rekan saya yang hobinya menunjukkan gadget terbaru miliknya.
“Tak ada yang malu kaya! Yang malu tak kaya, banyak!” tambahnya.

Dua kalimat rekan saya tadi kan sudah menunjukkan karakter warga Indonesia secara umum bukan? Jadi, kenapa tak mau lapor harta? Bukankah makin kaya akan makin bangga.

Atau, mungkinkah mereka, para pejabat itu, terlalu miskin hingga malu melaporkan hartanya? Maksud saya begini, anggaplah saya seorang kepala dinas di pemerintahan kota. Setelah dilepaskan segala fasilitas negara, harta saya ternyata hanya sebuah sepeda motor, sebuah rumah yang masih kredit, dan sebidang tanah warisan dari orangtua. Lalu, di bank, uang saya hanya belasan juta saja. Apakah saya berani melaporkan hal itu ketika saya tahu anggota saya ternyata memiliki empat rumah dan dua mobil serta kebun yang luas?

Ya, seperti kata tokoh fiksi ciptaan Asrul Sani, Naga Bonar: apa kata dunia! Ya, malukan? (*)

Beberapa waktu lalu Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Dahlan Iskan sempat membuat pernyataan yang menarik. Dia mengatakan dengan tegas akan menindak pejabat BUMN yang tidak melaporkan harta ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Dan, itu terbukti. Dahlan mengganti komisaris BUMN yang menolak melaporkan harta kekayaan ke KPK. “Dia (Komisaris BUMN) bilang memang tidak mau, dan dia bilang kalau diminta untuk mengirim laporan kekayaan, dia lebih baik mengundurkan diri. Tapi sampai hari ini enggak mundur-mundur,” kata Dahlan pada tengah Juni 2012 lalu.

Artinya, soal laporan kekayaan adalah hal yang penting bukan? Nah, kemarin ketika Wakil Ketua KPK, Zulkarnain, berada di Medan, dia mengungkap data yang menarik. Katanya, banyak pejabat di Sumatera Utara (Sumut) yang tidak melaporkan daftar kekayaannya. Siapa saja? Entahlah, Zulkarnain memang tidak menyebutkan nama. Dia hanya menunjukkan dari 2.400 pejabat di Sumut yang wajib lapor kekayaan hanya 75 persen yang membuat Laporan Hasil Kekayaan Pejabat (LHKP). Artinya, 25 persen tidak melapor. Artinya ada 600 pejabat yang tidak membuat laporan.

Kabar ini lumayan mencengangkan. Maksud saya, sebagai pejabat, seharus sudah tahu kewajibannya bukan? Membuat laporan kekakayaan adalah wajib, namun kenapa tidak dilakukan? Mencurigakan.

Sekali lagi saya tekankan, yang mangkir membuat laporan adalah pejabat. Dengan kata lain, dia adalah sosok yang cukup diandalkan, dipercayai, dan panutan. Jadi, bisa bayangkan ketika sebuah Pegawai Negeri Sipil (PNS) harus melaporkan kekayaannya. Berapa lagi yang akan mangkir?

Ya, seperti yang dikatakan Wakil Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Wamenpan RB) Eko Prasojo pada Juli 2012 lalu. “Kalau sekarang LHKPN (laporan hasil kekayaan penyelenggara negara) hanya untuk eselon 1 dan 2. Tapi kedepan seluruh pegawai negeri dari semua golongan harus melaporkan harta kekayaan,” kata Eko saat itu.

Itulah yang mencengangkan saya. Ya, kenapa harus tidak melaporkan harta, bukankah adalah wajar untuk melakukan itu. Ini kan untuk mempersempit potensi korupsi di aparat penyelenggara negara. Kontrol yang dilakukan agar pegawai negara tidak sembarangan dalam menggunakan anggaran. Artinya, ketika anggaran dapat ‘diselamatkan’ dari mereka yang nakal, maka pelayanan pada masyarakat bisa diandalakan.
Hm, bisakah diartikan kalau yang tidak melapor adalah pejabat yang nakal?

Entahlah, semua ini belum ada bukti. Yang ada hanya data 600 pejabat tidak melakukan pelaporan harta. Istilahnya, mereka menyembunyikan harta mereka. Dan, Zulkarnain pun tidak menghakimi langsung 600 pejabat tadi. Dia hanya mengatakan, data ini menunjukkan pejabat di Sumut belum patuh.
Secara pribadi, selain tercengang, saya juga merasa lucu. Ya, kenapa sih harus malu menunjukkan harta. Bukankah kita sudah biasa pamer? Ayolah, bukan rahasia lagi kalau masyarakat suak menunjukkan kelas. Buktinya, tak ada mobil keluaran baru yang tak laku. Tak ada komplek perumahan mewah baru yang tak berpenghuni. Tak ada bank baru yang tak punya nasabah. Tak ada tanah yang tidak punya pemiliknya.

“Kalau memang hasil dari usaha sendiri, halal, siapa yang tak mau pamer,” cetus rekan saya yang hobinya menunjukkan gadget terbaru miliknya.
“Tak ada yang malu kaya! Yang malu tak kaya, banyak!” tambahnya.

Dua kalimat rekan saya tadi kan sudah menunjukkan karakter warga Indonesia secara umum bukan? Jadi, kenapa tak mau lapor harta? Bukankah makin kaya akan makin bangga.

Atau, mungkinkah mereka, para pejabat itu, terlalu miskin hingga malu melaporkan hartanya? Maksud saya begini, anggaplah saya seorang kepala dinas di pemerintahan kota. Setelah dilepaskan segala fasilitas negara, harta saya ternyata hanya sebuah sepeda motor, sebuah rumah yang masih kredit, dan sebidang tanah warisan dari orangtua. Lalu, di bank, uang saya hanya belasan juta saja. Apakah saya berani melaporkan hal itu ketika saya tahu anggota saya ternyata memiliki empat rumah dan dua mobil serta kebun yang luas?

Ya, seperti kata tokoh fiksi ciptaan Asrul Sani, Naga Bonar: apa kata dunia! Ya, malukan? (*)

Artikel Terkait

Wayan di New York

Trump Kecele Lagi

Terpopuler

Artikel Terbaru

/