Disoal tentang adanya sejumlah warga yang masih di bawah umur ditetapkan sebagai tersangka, PWM Sumut akan memberikan bantuan hukum. “Kalau benar, kita juga merespon berdasarkan pendekatan profesi sebagai advokat. Tim advokat dari akademisi komplit sudah ke sana. Ya, kita siapkan bantuan hukum. Kalau misalnya, ini masih misalnya ya, yang diproses anak di bawah umur, maka aparat penegak hukum, aparat hukum tak boleh melanggar hukum. Prinsip moral juga dijunjung tinggi. Norma juga (dijunjung tinggi) harusnya untuk melihat konflik Tanjungbalai,” kata dia.
Lebih lanjut, saat disinggung soal warga keturunan bernama Meliana yang disebut-sebut sebagai pemicu kerusuhan, menurutnya, hal itu perlu didalami oleh aparat kepolisian. Bahkan, kata dia, penyulut dan pemicu konflik di Tanjungbalai itu bukan hanya Meliana.
“Kita tegaskan penyulut dan pemicu konflik Tanjungbalai, bukan hanya itu,” sebutnya.
Anggota Kaukus Pancasila DPR dari PDI Perjuangan, Eva Kusuma Sundari juga memberi perhatian khusus terhadap beredarnya informasi palsu untuk mendorong kebencian dan kerusuhan di Tanjungbalai.
Eva menuntut kepolisian untuk menindak pula pihak-pihak yang menyiarkan informasi palsu, sehingga mendorong kebencian yang berujung pada kerusuhan.
“Kepolisian memiliki seluruh instrumen yang diperlukan untuk menindak para pelaku siar kebencian. Proses hukum jangan hanya diarahkan pada pelaku kekerasan di lapangan saja. Hal ini tidak akan menyelesaikan persoalan,” kata Eva, Senin (1/8).
Terkait hal ini, jelasnya, Kaukus kembali mengingatkan bahwa Indonesia memiliki perangkat hukum yang cukup untuk memberantas siar kebencian. Selain telah diatur dalam Pasal 20 Kovenan Hak Sipil dan Politik, siar kebencian merupakan suatu tindakan yang dapat dipidana menurut Pasal 157 KUHP.
Terlebih, Kapolri telah menerbitkan Surat Edaran tentang Ujaran Kebencian yang semestinya dapat menjadi pedoman untuk menindak pihak-pihak yang menyiarkan informasi palsu untuk mendorong kebencian. (ted/mag02/spg/adz)