31.7 C
Medan
Sunday, May 5, 2024

KPK Terus Kembangkan Kasus Suap Gatot

Pimpinan KPK, Basaria Panjaitan.

SUMUTPOS.CO – Dari beberapa kali pemeriksaan di Mako Brimob Polda Sumut, KPK telah menetapkan 38 anggota DPRD Sumut Periode 2009-2014 sebagai tersangka. Namun, dari nama-nama yang ditetapkan sebagai tersangka itu, tidak terdapat nama-nama anggota dewan yang mengembalikan uang ke KPK. Lantas, apakah mereka terbebas dari jeratan hukum?

Pimpinan KPK Basaria Panjaitan saat dikonfirmasi Sumut Pos, menegaskan kalau mereka akan terus mengembangkan kasus suap mantan Gubernur Sumut Gatot Pujo Nugroho yang diduga melibatkan 100 anggota DPRD Sumut periode 2009-2014. “Tentu KPK masih melakukan pengembangan atas kasus tersebut,” kata Basaria via pesan singkat kepada Sumut Pos, Senin (2/4).

Bahkan terhadap sejumlah nama anggota dan mantan anggota DPRD Sumut yang telah mengembalikan uang suap ke kas negara, dimana terungkap pada fakta persidangan, Basaria mengatakan hal tersebut tetap akan diproses hukum. Pengembalian uang suap itu, ia tegaskan bukan berarti menghilangkan tindak pidana bagi yang bersangkutan. “Pengembalian uang bukan menghilangkan tindak pidananya, tapi menjadi pertimbangan bagi hakim yang dapat mengurangi sanksi putusan,” katanya.

Namun sayang, saat diminta kembali memberi pernyataan terkait tindak lanjut 38 tersangka baru dalam kasus dimaksud, Basaria belum merespon konfirmasi Sumut Pos.

Terpisah, Pengamat Politik dan Hukum dari Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU), Rio Affandi Siregar mengatakan, penetapan tersangka yang menjerat anggota DPRD Sumut periode 2009-2014 dengan jumlah begitu banyak, merupakan satu hal yang luar biasa. Hal ini dianggap sebagai gambaran betapa persoalan korupsi di Sumut sangat memperihatinkan. “Kalau kita lihat dari prosesnya, sepertinya terlalu lama. Namun mungkin saja penyidik KPK mengumpulkan bukti-bukti menggunakan prinsip kehati-hatian,” katanya.

Dirinya menilai, yang terpenting adalah bagaimana membangun sistem pencegahan. Mengingat cara-cara culas yang dilakukan oknum anggota dewan merupakan cerita lama. Bahkan modus yang hampir mirip, juga terjadi di beberapa daerah atau provinsi lain.

“Terkait mantan dewan yang mengembalikan uang, bila dikaji dari filsafat hukum, Prof Ediwarman bilang, apabila seorang pelaku memulangkan uang, maka kerugian negara sudah tidak ada. Karena kan sebenarnya korupsi itu karena kerugian keuangan Negara,” jelas Rio.

Pun begitu, Rio melihat bahwa dalam penetapan status ini, KPK lebih mempertimbangkan peran, sejauh mana anggota dewan (saat itu). Begitu juga soal itikad baik mantan legislator periode 2009-2014 . Sebab menurutnya bisa saja hal itu menjadi alibi bagi yang bersangkutan, karena dipaksa menerima uang dari oknum-oknum tertentu sesama partainya. “Dengan begitu, menjadi pintu pandora bagi penyidik KPK untuk menemukan fakta bahwa memang ada praktek haram membagikan uang ke sejumlah anggota dewan dimaksud. Sebab bisa saja akan awalnya ngotot tidak melakukan, tetapi setelah ditahan, baru pelaku mengembalikan uang,” pungkasnya.

Pimpinan KPK, Basaria Panjaitan.

SUMUTPOS.CO – Dari beberapa kali pemeriksaan di Mako Brimob Polda Sumut, KPK telah menetapkan 38 anggota DPRD Sumut Periode 2009-2014 sebagai tersangka. Namun, dari nama-nama yang ditetapkan sebagai tersangka itu, tidak terdapat nama-nama anggota dewan yang mengembalikan uang ke KPK. Lantas, apakah mereka terbebas dari jeratan hukum?

Pimpinan KPK Basaria Panjaitan saat dikonfirmasi Sumut Pos, menegaskan kalau mereka akan terus mengembangkan kasus suap mantan Gubernur Sumut Gatot Pujo Nugroho yang diduga melibatkan 100 anggota DPRD Sumut periode 2009-2014. “Tentu KPK masih melakukan pengembangan atas kasus tersebut,” kata Basaria via pesan singkat kepada Sumut Pos, Senin (2/4).

Bahkan terhadap sejumlah nama anggota dan mantan anggota DPRD Sumut yang telah mengembalikan uang suap ke kas negara, dimana terungkap pada fakta persidangan, Basaria mengatakan hal tersebut tetap akan diproses hukum. Pengembalian uang suap itu, ia tegaskan bukan berarti menghilangkan tindak pidana bagi yang bersangkutan. “Pengembalian uang bukan menghilangkan tindak pidananya, tapi menjadi pertimbangan bagi hakim yang dapat mengurangi sanksi putusan,” katanya.

Namun sayang, saat diminta kembali memberi pernyataan terkait tindak lanjut 38 tersangka baru dalam kasus dimaksud, Basaria belum merespon konfirmasi Sumut Pos.

Terpisah, Pengamat Politik dan Hukum dari Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU), Rio Affandi Siregar mengatakan, penetapan tersangka yang menjerat anggota DPRD Sumut periode 2009-2014 dengan jumlah begitu banyak, merupakan satu hal yang luar biasa. Hal ini dianggap sebagai gambaran betapa persoalan korupsi di Sumut sangat memperihatinkan. “Kalau kita lihat dari prosesnya, sepertinya terlalu lama. Namun mungkin saja penyidik KPK mengumpulkan bukti-bukti menggunakan prinsip kehati-hatian,” katanya.

Dirinya menilai, yang terpenting adalah bagaimana membangun sistem pencegahan. Mengingat cara-cara culas yang dilakukan oknum anggota dewan merupakan cerita lama. Bahkan modus yang hampir mirip, juga terjadi di beberapa daerah atau provinsi lain.

“Terkait mantan dewan yang mengembalikan uang, bila dikaji dari filsafat hukum, Prof Ediwarman bilang, apabila seorang pelaku memulangkan uang, maka kerugian negara sudah tidak ada. Karena kan sebenarnya korupsi itu karena kerugian keuangan Negara,” jelas Rio.

Pun begitu, Rio melihat bahwa dalam penetapan status ini, KPK lebih mempertimbangkan peran, sejauh mana anggota dewan (saat itu). Begitu juga soal itikad baik mantan legislator periode 2009-2014 . Sebab menurutnya bisa saja hal itu menjadi alibi bagi yang bersangkutan, karena dipaksa menerima uang dari oknum-oknum tertentu sesama partainya. “Dengan begitu, menjadi pintu pandora bagi penyidik KPK untuk menemukan fakta bahwa memang ada praktek haram membagikan uang ke sejumlah anggota dewan dimaksud. Sebab bisa saja akan awalnya ngotot tidak melakukan, tetapi setelah ditahan, baru pelaku mengembalikan uang,” pungkasnya.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/