26.7 C
Medan
Saturday, May 4, 2024

Ibu Menyusui di Suku Batak Rutin Konsumsi ‘Bangun-bangun’

Foto: Tania Natalin Simanjuntak/Detik Food
Daun Torbangun alias ‘Bangun-bangun’, telah dikonsumsi oleh perempuan hamil di Sumatera Utara selama ratusan tahun.

SUMUTPOS.CO – Mungkin Anda pernah mendengar manfaat daun torbangun, nama ilmiahnya adalah Coleus ambonicus Lour, yang dapat meningkatkan kuantitas dan kualitas air susu ibu (ASI).

Di kalangan suku Batak, Sumatera Utara, daun ini sudah dikonsumsi oleh ibu-ibu hamil dan menyusui selama ratusan tahun.

Rahasia dari daun ini menjadi mendunia berkat Profesor Rizal Damanik dari Departemen Gizi Masyarakat, Institut Pertanian Bogor, yang sudah menelitinya secara menyeluruh sejak tahun 2001.

Daun Torbangun telah dikonsumsi oleh perempuan hamil di Sumatera Utara selama ratusan tahun.

Di Australia, Profesor Rizal memperkenalkannya dalam acara First 1000 Days Australia Summit, di Brisbane, hari Kamis (19/10/2017).

Pertemuan ini menghadirkan sejumlah praktisi, pakar kesehatan, ilmuwan, pekerja sosial, untuk memenuhi kebutuhan kesehatan suku Aborigin dan Torres Strait di Australia, dari mulai sebelum konsepsi, atau bertemunya sel telur dan sperma, janin, hingga bayi berusia dua tahun.

“Tanaman ini saya share dengan orang-orang Australia, karena tanaman ini juga terdapat disini [Australia],” ujarnya saat dihubungi Erwin Renaldi dari ABC di Melbourne.

“Di dunia belahan lain ada juga warga yang mengkonsumsi sayur ini, tapi bukan untuk meningkatkan jumlah air susu. Sayuran ini hanya dimakan suku Batak untuk keperluan air susu.”

Profesor Rizal memberikan contoh seperti di Vietnam atau Kamboja, sayuran ini digunakan sebagai obat batuk. Sementara di India, sayuran ini dipercaya dapat mengobati gigitan ular.

“Respon mereka [warga Australia] kaget, karena tanaman yang biasanya mereka jadikan hiasan ini ternyata bisa dimakan dan memiliki manfaat bagi perempuan menyusui.”

Foto: Al Harris
Profesor Rizal Damanik menjadi pembicara di The First 1000 Days Australia.

Profesor Rizal sudah banyak mendapatkan pertanyaan dan ajakan berkolaborasi dari negara-negara lain untuk mengolah daun ini.

Ia mengaku tidak keberatan, namun ia masih ingin memprioritaskan ketahanan pangan dan gizi dalam skala nasional,

“Masalahnya, angka kematian ibu melahirkan [di Indonesia] itu masih tinggi, karena kekurangan zat besi dan kalsium yang banyak dikandung sayur ini,” ujar Profesor Rizal yang juga lulusan Faculty of Medicine di Monash University, Australia.

“Penelitian ini sudah dibuktikan secara sains, tidak hanya meningkatkan jumlah air susu, tapi juga banyak khasiat untuk perkembangan bayi dan ibunya dengan indikator medis,” tambahnya.

Sebaliknya, Profesor Rizal mengaku ia mempelajari penanganan warga Indigenous [warga pribumi benua Australia, atau Aborigin] soal kesehatan kehamilan dan bayi.

“Bagaimana cara pemerintah Australia menyampaikan pesan-pesan kesehatan kepada mereka yang mempertahankan tradisi-tradisi mereka, makanan mereka pun berbeda.”

“Ini yang saya ingin dapatkan supaya nanti bisa diterapkan kepada suku-suku asli dan terasing di negara kita,” kata Profesor Rizal yang kini menjabat Deputi Bidang Pelatihan, Penelitian dan Pengembangan di Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN). (australiaplus/jpnn)

Foto: Tania Natalin Simanjuntak/Detik Food
Daun Torbangun alias ‘Bangun-bangun’, telah dikonsumsi oleh perempuan hamil di Sumatera Utara selama ratusan tahun.

SUMUTPOS.CO – Mungkin Anda pernah mendengar manfaat daun torbangun, nama ilmiahnya adalah Coleus ambonicus Lour, yang dapat meningkatkan kuantitas dan kualitas air susu ibu (ASI).

Di kalangan suku Batak, Sumatera Utara, daun ini sudah dikonsumsi oleh ibu-ibu hamil dan menyusui selama ratusan tahun.

Rahasia dari daun ini menjadi mendunia berkat Profesor Rizal Damanik dari Departemen Gizi Masyarakat, Institut Pertanian Bogor, yang sudah menelitinya secara menyeluruh sejak tahun 2001.

Daun Torbangun telah dikonsumsi oleh perempuan hamil di Sumatera Utara selama ratusan tahun.

Di Australia, Profesor Rizal memperkenalkannya dalam acara First 1000 Days Australia Summit, di Brisbane, hari Kamis (19/10/2017).

Pertemuan ini menghadirkan sejumlah praktisi, pakar kesehatan, ilmuwan, pekerja sosial, untuk memenuhi kebutuhan kesehatan suku Aborigin dan Torres Strait di Australia, dari mulai sebelum konsepsi, atau bertemunya sel telur dan sperma, janin, hingga bayi berusia dua tahun.

“Tanaman ini saya share dengan orang-orang Australia, karena tanaman ini juga terdapat disini [Australia],” ujarnya saat dihubungi Erwin Renaldi dari ABC di Melbourne.

“Di dunia belahan lain ada juga warga yang mengkonsumsi sayur ini, tapi bukan untuk meningkatkan jumlah air susu. Sayuran ini hanya dimakan suku Batak untuk keperluan air susu.”

Profesor Rizal memberikan contoh seperti di Vietnam atau Kamboja, sayuran ini digunakan sebagai obat batuk. Sementara di India, sayuran ini dipercaya dapat mengobati gigitan ular.

“Respon mereka [warga Australia] kaget, karena tanaman yang biasanya mereka jadikan hiasan ini ternyata bisa dimakan dan memiliki manfaat bagi perempuan menyusui.”

Foto: Al Harris
Profesor Rizal Damanik menjadi pembicara di The First 1000 Days Australia.

Profesor Rizal sudah banyak mendapatkan pertanyaan dan ajakan berkolaborasi dari negara-negara lain untuk mengolah daun ini.

Ia mengaku tidak keberatan, namun ia masih ingin memprioritaskan ketahanan pangan dan gizi dalam skala nasional,

“Masalahnya, angka kematian ibu melahirkan [di Indonesia] itu masih tinggi, karena kekurangan zat besi dan kalsium yang banyak dikandung sayur ini,” ujar Profesor Rizal yang juga lulusan Faculty of Medicine di Monash University, Australia.

“Penelitian ini sudah dibuktikan secara sains, tidak hanya meningkatkan jumlah air susu, tapi juga banyak khasiat untuk perkembangan bayi dan ibunya dengan indikator medis,” tambahnya.

Sebaliknya, Profesor Rizal mengaku ia mempelajari penanganan warga Indigenous [warga pribumi benua Australia, atau Aborigin] soal kesehatan kehamilan dan bayi.

“Bagaimana cara pemerintah Australia menyampaikan pesan-pesan kesehatan kepada mereka yang mempertahankan tradisi-tradisi mereka, makanan mereka pun berbeda.”

“Ini yang saya ingin dapatkan supaya nanti bisa diterapkan kepada suku-suku asli dan terasing di negara kita,” kata Profesor Rizal yang kini menjabat Deputi Bidang Pelatihan, Penelitian dan Pengembangan di Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN). (australiaplus/jpnn)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/