29 C
Medan
Thursday, May 23, 2024

Lahan Usaha Tani untuk Pengungsi Erupsi Gunung Sinabung Mulai Dibersihkan Januari 2022

KARO, SUMUTPOS.CO – Menindaklanjuti hasil rapat dan arahan dalam rapat di Kantor Staf Presiden (KSP), beberapa waktu lalu, lahan yang diklaim oleh warga Desa Portibi, akan tetap dimanfaatkan sebagai Lahan Usaha Tani (LUT) bagi pengungsi erupsi Gunung Sinabung asal 3 desa dan satu dusun, yang masuk dalam relokasi tahap 3.

PERTEMUAN: Wakil Bupati Karo Theopilus Ginting saat menggelar pertemuan membahas LUT.SOLIDEO/SUMUT POS.

Hal ini terungkap dalam rapat yang digelar Pemkab dan Forkopimda Karo, Senin (20/12) lalu. Dalam rapat yang dihadiri Wakil Bupati Karo Theopilus Ginting, Kepala BPBD Karo Juspri Nadeak, dan Kapolres Tanah Karo AKBP Yustinus Setyo ini, disepakati, pembersihan LUT tersebut akan dilakukan pada Januari 2022 mendatang.

Menurut Theopilus, sesuai dengan keputusan KSP, lahan yang diklaim warga setempat itu tetap menjadi LUT untuk 3 desa 1 dusun. Karena itu, sebelum melakukan pembersihan lahan, pihaknya segera melakukan sosialisasi ke warga Desa Portibi. Hal senada dikatakan Kapolres Karo. Deputi 2 KSP juga meminta persoalan ini harus selesai pada 2022 nanti.

“Karena ada konflik maka harus ada mediasi, lakukan sosialisasi sebelum pembersihan lahan. Laksanakan kegiatan penyelesaian. Kalau warga ada alas hak kepemilikan yang kuat, warga diminta menempuh jalur hukum ke PTUN,” ungkap Theopilus.

Kepala BPBD Karo, Juspri Nadeak menceritakan, pihaknya mengalami kesulitan dalam upaya penyiapan LUT yang akan diserahkan kepada para pengungsi, yang mengikuti program relokasi tahap 3. Kawasan yang ditetapkan sebagai LUT, diklaim oleh masyarakat desa yang ada di sekitar kawasan tersebut. Proses negosiasi dengan masyarakat sekitar sempat menemui jalan buntu.

Sekadar mengingatkan, bosan nasib mereka terus digantung dengan janji-janji palsu Pemkab Karo, ratusan pengungsi erupsi Gunung Sinabung asal 3 desa dan 1 dusun, kembali turun ke jalan, 9 Desember 2021 lalu. Pengungsi yang berjumlah 892 kepala keluarga asal Desa Sukanalu, Sigarang-Garang, Dusun Lau Kawar Kecamatan Naman Teran, dan Desa Mardinding Kecamatan Tiganderket tersebut, kembali mempertanyakan kepastian pengadaan LUT relokasi tahap 3 di Siosar.

Karena sudah habis kesabaran, dalam aksi ini warga memaksa Bupati Karo Cory S Sebayang segera mengambil keputusan, terkait nasib mereka hari itu juga. Jika tidak, pengungsi memilih bertahan di DPRD Karo. Selain menginap, warga juga akan berangkat ke Jakarta, seperti yang dilakukan warga Desa Liang Melas, beberapa waktu lalu. Bahkan saking kecewanya ditelantarkan selama 6 tahun, pengungsi yang masih tinggal di Hunian Sementara (Huntara) ini, juga lebih memilih mati tertimbun awan panas Gunung Sinabung.

Dalam kesepakatan tertulis itu, Bupati Karo meminta waktu penyelesaian LUT tersebut selama 6 bulan. Karena sewa Huntara dan lahan sudah akan berakhir bulan ini, pihak BPBD Karo akan membayar sewa Huntara dan lahan warga. Mendengar keputusan itu, warga akhirnya melunak dan membubarkan diri secara tertib.

Seperti diketahui, LUT seluas 480,11 hektare seyogianya diperuntukkan bagi warga Desa Sukanalu, Sigarang-Garang, dan Dusun Lau Kawar Kecamatan Naman Teran, serta Desa Mardinding Kecamatan Tiganderket.

Namun lahan tersebut diklaim warga Desa Pertibi Lama, Kecamatan Merek.

Mirisnya karena ketidakbecusan Pemkab Karo, dana yang digelontorkan pemerintah pusat untuk pengadaan LUT, yang berasal dari Dana Hibah Rekonstruksi dan Rehabilitasi tersebut, ditarik kembali oleh pemerintah pusat tertanggal 27 Juli lalu. Akibat masalah klaim-mengklaim lahan tak kunjung selesai, anggaran dari BNPB pusat yang belum terealisasi menjadi penalti (jatuh tempo), dan mau tidak mau harus dikembalikan ke pusat.

Lahan tersebut diklaim warga Desa Pertibi Lama, Kecamatan Merek. Padahal lahan tersebut berada di areal pelepasan kawasan hutan sesuai SK Menteri No: SK.547/MenLHK/SETJEN/PLA.2/10/2017, tentang Pelepasan Kawasan Hutan Produksi Tetap dalam Rangka TMKH untuk Relokasi Pengungsi Erupsi Gunung Sinabung. Persoalan itu mencuat, terkait adanya saling klaim antara pihak BPBD Karo dan warga asal Desa Portibi Lama, yang menyatakan lahan tersebut adalah tanah ulayat milik nenek moyang mereka. (deo/saz)

KARO, SUMUTPOS.CO – Menindaklanjuti hasil rapat dan arahan dalam rapat di Kantor Staf Presiden (KSP), beberapa waktu lalu, lahan yang diklaim oleh warga Desa Portibi, akan tetap dimanfaatkan sebagai Lahan Usaha Tani (LUT) bagi pengungsi erupsi Gunung Sinabung asal 3 desa dan satu dusun, yang masuk dalam relokasi tahap 3.

PERTEMUAN: Wakil Bupati Karo Theopilus Ginting saat menggelar pertemuan membahas LUT.SOLIDEO/SUMUT POS.

Hal ini terungkap dalam rapat yang digelar Pemkab dan Forkopimda Karo, Senin (20/12) lalu. Dalam rapat yang dihadiri Wakil Bupati Karo Theopilus Ginting, Kepala BPBD Karo Juspri Nadeak, dan Kapolres Tanah Karo AKBP Yustinus Setyo ini, disepakati, pembersihan LUT tersebut akan dilakukan pada Januari 2022 mendatang.

Menurut Theopilus, sesuai dengan keputusan KSP, lahan yang diklaim warga setempat itu tetap menjadi LUT untuk 3 desa 1 dusun. Karena itu, sebelum melakukan pembersihan lahan, pihaknya segera melakukan sosialisasi ke warga Desa Portibi. Hal senada dikatakan Kapolres Karo. Deputi 2 KSP juga meminta persoalan ini harus selesai pada 2022 nanti.

“Karena ada konflik maka harus ada mediasi, lakukan sosialisasi sebelum pembersihan lahan. Laksanakan kegiatan penyelesaian. Kalau warga ada alas hak kepemilikan yang kuat, warga diminta menempuh jalur hukum ke PTUN,” ungkap Theopilus.

Kepala BPBD Karo, Juspri Nadeak menceritakan, pihaknya mengalami kesulitan dalam upaya penyiapan LUT yang akan diserahkan kepada para pengungsi, yang mengikuti program relokasi tahap 3. Kawasan yang ditetapkan sebagai LUT, diklaim oleh masyarakat desa yang ada di sekitar kawasan tersebut. Proses negosiasi dengan masyarakat sekitar sempat menemui jalan buntu.

Sekadar mengingatkan, bosan nasib mereka terus digantung dengan janji-janji palsu Pemkab Karo, ratusan pengungsi erupsi Gunung Sinabung asal 3 desa dan 1 dusun, kembali turun ke jalan, 9 Desember 2021 lalu. Pengungsi yang berjumlah 892 kepala keluarga asal Desa Sukanalu, Sigarang-Garang, Dusun Lau Kawar Kecamatan Naman Teran, dan Desa Mardinding Kecamatan Tiganderket tersebut, kembali mempertanyakan kepastian pengadaan LUT relokasi tahap 3 di Siosar.

Karena sudah habis kesabaran, dalam aksi ini warga memaksa Bupati Karo Cory S Sebayang segera mengambil keputusan, terkait nasib mereka hari itu juga. Jika tidak, pengungsi memilih bertahan di DPRD Karo. Selain menginap, warga juga akan berangkat ke Jakarta, seperti yang dilakukan warga Desa Liang Melas, beberapa waktu lalu. Bahkan saking kecewanya ditelantarkan selama 6 tahun, pengungsi yang masih tinggal di Hunian Sementara (Huntara) ini, juga lebih memilih mati tertimbun awan panas Gunung Sinabung.

Dalam kesepakatan tertulis itu, Bupati Karo meminta waktu penyelesaian LUT tersebut selama 6 bulan. Karena sewa Huntara dan lahan sudah akan berakhir bulan ini, pihak BPBD Karo akan membayar sewa Huntara dan lahan warga. Mendengar keputusan itu, warga akhirnya melunak dan membubarkan diri secara tertib.

Seperti diketahui, LUT seluas 480,11 hektare seyogianya diperuntukkan bagi warga Desa Sukanalu, Sigarang-Garang, dan Dusun Lau Kawar Kecamatan Naman Teran, serta Desa Mardinding Kecamatan Tiganderket.

Namun lahan tersebut diklaim warga Desa Pertibi Lama, Kecamatan Merek.

Mirisnya karena ketidakbecusan Pemkab Karo, dana yang digelontorkan pemerintah pusat untuk pengadaan LUT, yang berasal dari Dana Hibah Rekonstruksi dan Rehabilitasi tersebut, ditarik kembali oleh pemerintah pusat tertanggal 27 Juli lalu. Akibat masalah klaim-mengklaim lahan tak kunjung selesai, anggaran dari BNPB pusat yang belum terealisasi menjadi penalti (jatuh tempo), dan mau tidak mau harus dikembalikan ke pusat.

Lahan tersebut diklaim warga Desa Pertibi Lama, Kecamatan Merek. Padahal lahan tersebut berada di areal pelepasan kawasan hutan sesuai SK Menteri No: SK.547/MenLHK/SETJEN/PLA.2/10/2017, tentang Pelepasan Kawasan Hutan Produksi Tetap dalam Rangka TMKH untuk Relokasi Pengungsi Erupsi Gunung Sinabung. Persoalan itu mencuat, terkait adanya saling klaim antara pihak BPBD Karo dan warga asal Desa Portibi Lama, yang menyatakan lahan tersebut adalah tanah ulayat milik nenek moyang mereka. (deo/saz)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/