25.6 C
Medan
Friday, May 17, 2024

Rhenald Kasali: Tak Cukup Panorama Toba, Siapkan juga Atraksi

Soal homestay, Rhenald cukup concern. Dia menyebut ‘sharing ekonomi’, berbagai tugas bersinergi dengan stakeholder, agar cepat adaptasi masyarakat dalam hal hospitality semakin cepat. Jika mereka ramah, senyum, jujur, baik, dan bisa melayani dengan baik, maka seluruh kawasan itu akan terjaga karena secara social mereka sudah terlatih menjadi tuan rumah yang baik.

“Ayo masyarakat siapkan home stay, sewakan rumah, bangun home stay kecil milik sendiri, dirawat yang baik, dijaga kebersihan dan keindahan, itu akan membangkitkan Pariwisata dengan sharing ekonomi. Masyarakat ikut partisipasi. Saya yakin ini akan bangkit semua dan target akan tercapai,” kata pria berkacamata itu.

Rhenald menceritakan soal Bali, 20 tahun yang silam. Masyarakat mendapatkan penghasilan yang baik dari wisatawan. Mereka justru akan menjaga, agar tamu-tamu yang berwisata itu merasa nyaman, aman, tertib, dan tidak diganggu oleh preman jalanan.

Coba saja sekarang, ada preman di Bali, pasti ditangkap sendiri oleh Pecalang, lalu dibawa ke kantor kepolisian. Mereka sangat paham, pariwisata itu tenang, nyaman, aman, bersih, dan damai.

Menpar Arief Yahya berkali-kali mengucap terima kasih, dan memberi apresiasi yang tinggi kepada seluruh pihak yang membantu percepatan 10 top destinasi. Dari Danau Toba (Sumut), Tanjung Kelayang (Belitung), Tanjung Lesung (Banten), Kepulauan Seribu dan Kota Tua (Jakarta), Borobudur (Jawa Tengah), Bromo (Jawa Timur), Mandalika (Lombok), Labuan Bajo (Komodo, NTT), Wakatobi (Sultra), dan Morotai (Maltara).

“Soal Badan Otorita DPN Danau Toba, target kami Bulan Maret 2016 tuntas. Badan inilah yang selanjutnya akan melakukan terobosan deregulasi kebijakan dan koordinasi pembenahan infrastruktur,” jelas Menpar Arief Yahya di Jakarta.

Menurut Arief Yahya, Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) juga menjadi penting untuk mempercepat pembangunan di Destinasi Pariwisata Danau Toba. Badan Otorita itu kelak memiliki wewenang otoritatif dan juga koordinatif.

Wewenang otoritatif artinya melakukan pengelolaan kawasan di Destinasi Pariwisata Danau Toba seluas lebih kurang 500 Ha. Sedangkan wewenang koordinatif, Badan Otorita akan melakukan koordinasi percepatan pembangunan di dalam area seluas lebih kurang 300.000 Ha di dalam wilayah Daerah Pariwisata Nasional (DPN) Danau Toba.

Badan Otorita juga akan mendorong provinsi serta kabupaten untuk mengembangkan eco-tourism pada situs-situs geo-sites yang ada di sekitar. Arief Yahya sependapat dengan Prof Rhenal, peran serta masyarakat sangat penting.

Mereka harus dilibatkan untuk menjaga ekosistem Danau Toba, juga menciptakan atmosfer hospitality yang ramah, welcome, dan menciptakan kenyamanan. “Bahkan kami sudah menyiapkan program homestay bersama KemenPU-PR, finansial disupport BTN, harga Rp150 sampai Rp300 juta, dicicil 20 tahun, bunga flat 5 persen, uang muka 1 persen, sehingga sangat sangat murah,” kata Arief Yahya.

Jumlahnya, se-Indonesia bisa 100 ribu homestay.

“Ini yang akan menjadi daya tarik ekonomi masyarakat ke depan. Mereka langsung mendapatkan dampak finansial. Nanti akan dibantu oleh Kemenpar untuk pendidikan hospitality. Kebetulan ada Akademi Pariwisata Medan yang kelak KKN-nya difokuskan ke Danau Toba, memberdayakan masyarakat untuk sadar wisata,” ungkap Menpar.

Soal homestay, Rhenald cukup concern. Dia menyebut ‘sharing ekonomi’, berbagai tugas bersinergi dengan stakeholder, agar cepat adaptasi masyarakat dalam hal hospitality semakin cepat. Jika mereka ramah, senyum, jujur, baik, dan bisa melayani dengan baik, maka seluruh kawasan itu akan terjaga karena secara social mereka sudah terlatih menjadi tuan rumah yang baik.

“Ayo masyarakat siapkan home stay, sewakan rumah, bangun home stay kecil milik sendiri, dirawat yang baik, dijaga kebersihan dan keindahan, itu akan membangkitkan Pariwisata dengan sharing ekonomi. Masyarakat ikut partisipasi. Saya yakin ini akan bangkit semua dan target akan tercapai,” kata pria berkacamata itu.

Rhenald menceritakan soal Bali, 20 tahun yang silam. Masyarakat mendapatkan penghasilan yang baik dari wisatawan. Mereka justru akan menjaga, agar tamu-tamu yang berwisata itu merasa nyaman, aman, tertib, dan tidak diganggu oleh preman jalanan.

Coba saja sekarang, ada preman di Bali, pasti ditangkap sendiri oleh Pecalang, lalu dibawa ke kantor kepolisian. Mereka sangat paham, pariwisata itu tenang, nyaman, aman, bersih, dan damai.

Menpar Arief Yahya berkali-kali mengucap terima kasih, dan memberi apresiasi yang tinggi kepada seluruh pihak yang membantu percepatan 10 top destinasi. Dari Danau Toba (Sumut), Tanjung Kelayang (Belitung), Tanjung Lesung (Banten), Kepulauan Seribu dan Kota Tua (Jakarta), Borobudur (Jawa Tengah), Bromo (Jawa Timur), Mandalika (Lombok), Labuan Bajo (Komodo, NTT), Wakatobi (Sultra), dan Morotai (Maltara).

“Soal Badan Otorita DPN Danau Toba, target kami Bulan Maret 2016 tuntas. Badan inilah yang selanjutnya akan melakukan terobosan deregulasi kebijakan dan koordinasi pembenahan infrastruktur,” jelas Menpar Arief Yahya di Jakarta.

Menurut Arief Yahya, Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) juga menjadi penting untuk mempercepat pembangunan di Destinasi Pariwisata Danau Toba. Badan Otorita itu kelak memiliki wewenang otoritatif dan juga koordinatif.

Wewenang otoritatif artinya melakukan pengelolaan kawasan di Destinasi Pariwisata Danau Toba seluas lebih kurang 500 Ha. Sedangkan wewenang koordinatif, Badan Otorita akan melakukan koordinasi percepatan pembangunan di dalam area seluas lebih kurang 300.000 Ha di dalam wilayah Daerah Pariwisata Nasional (DPN) Danau Toba.

Badan Otorita juga akan mendorong provinsi serta kabupaten untuk mengembangkan eco-tourism pada situs-situs geo-sites yang ada di sekitar. Arief Yahya sependapat dengan Prof Rhenal, peran serta masyarakat sangat penting.

Mereka harus dilibatkan untuk menjaga ekosistem Danau Toba, juga menciptakan atmosfer hospitality yang ramah, welcome, dan menciptakan kenyamanan. “Bahkan kami sudah menyiapkan program homestay bersama KemenPU-PR, finansial disupport BTN, harga Rp150 sampai Rp300 juta, dicicil 20 tahun, bunga flat 5 persen, uang muka 1 persen, sehingga sangat sangat murah,” kata Arief Yahya.

Jumlahnya, se-Indonesia bisa 100 ribu homestay.

“Ini yang akan menjadi daya tarik ekonomi masyarakat ke depan. Mereka langsung mendapatkan dampak finansial. Nanti akan dibantu oleh Kemenpar untuk pendidikan hospitality. Kebetulan ada Akademi Pariwisata Medan yang kelak KKN-nya difokuskan ke Danau Toba, memberdayakan masyarakat untuk sadar wisata,” ungkap Menpar.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/