32.8 C
Medan
Friday, May 24, 2024

Pungli di Sekolah Masih Terjadi di Karo, Dilakukan dengan Berbagai Modus

KARO, SUMUTPOS.CO – Larangan melakukan pungutan liar (pungli) yang digaungkan Dinas Pendidikan Kabupaten Karo ke sekolah-sekolah, sepertinya hanya formalitas. Buktinya, dugaan praktik beraroma pungli ini, masih terus terjadi, bahkan dengan berbagai modus.

BERDIRI: Seorang warga berdiri di samping plang Gedung SMP Negeri 3 Berastagi, baru-baru ini.SOLIDEO/SUMUT POS.

Sebut saja pada Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB), maupun di kelulusan siswa. Modusnya bisa bermacam-macam, seperti ‘uang terima kasih’ bagi siswa yang lulus, dan dana pembelian pakaian bagi siswa baru.

Kutipan ini terjadi dengan motif tidak ada paksaan, dan jumlahnya tidak dipatok. Namun kenyataannya, para orangtua siswa ‘wajib’ menyetor sejumlah uang.

Kutipan ini terjadi di beberapa SD dan SMP di Kabupaten Karo. Padahal, sesuai Petunjuk Teknis (Juknis) PPDB Taman Kanak Kanak (TK), SD, dan SMP Kabupaten Karo Tahun Pelajaran 2021/2022 tertanggal 8 Juni 2021, angka VI poin nomor (2) huruf b, sudah jelas tertera, sekolah yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah, dilarang melakukan pungutan untuk membeli seragam atau buku tertentu, yang dikaitakan dengan PPDB.

Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Karo Eddi Surianta, juga telah meng-instruksikan kepada para Kepala SMP, SD negeri/swasta, TK, pengawas SD /SMP se-Kabupaten Karo, terakit larangan satuan pendidikan melaksanakan pengadaan pakaian seragam sekolah. Dan pengawas wajib melakukan supervisi dan monitoring ke satuan pendidikan.

Surat edaran tersebut dikeluarkan Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Karo pada 13 Juli 2021, dengan nomor surat 420/2304/sek.2/2021, tembusan Bupati Karo sebagai laporan, dan Inspektur Karo.

Namun surat edaran tersebut seolah tak bertaring. Ternyata masih ada juga sekolah yang melakukan kutipan untuk perlengkapan seragam sekolah. Informasi tersebut didapat wartawan, ketika adanya informasi dari orang tua siswa baru yang bersekolah di SMP Negeri 3 Berastagi.

Orang tua siswa berinisial IP itu, mengatakan, ada menerima surat edaran itu, tapi anaknya yang kelas 7, masih dimintai uang pendaftaran sebanyak Rp400 ribu.

“Katanya uang tersebut untuk beli seragam. Kalau masalah keberatan, sebenarnya kami keberatan dengan kondisi ekonomi saat ini,” ungkap IP sebagai bentuk protes, Senin (26/7) lalu.

Seorang siswa SMP Negeri 3 Berastagi, berinisial ST, juga mengakui adanya pengutipan uang tersebut. Namun dia tak mengetahui uang tersebut untuk apa.

Menanggapi hal ini, Kepala SMP Negeri 3 Berastagi, Sri Henni br Saragih, membantah. Menurutnya, sekolah tidak pernah melakukan pengutipan. Dia juga berdalih, uang Rp400 ribu itu bukan pengutipan, tapi uang pemesanan untuk baju olah raga, baju batik, atribut, topi, kaus kaki, serta tali pinggang.

Anehnya, Henni mengaku, perlengkapan itu tak diwajibkan jika para siswa sudah punya.

“Misalkan ada baju batik kakaknya, ya silakan, kalau ada kaus kaki kakaknya, silakan. Jadi tidak ada pemaksaan. Yang ada, orang tua memesan ke Koperasi sekolah. Makanya saya bilang uang Rp400 ribu itu judulnya bukan pengutipan, tapi pemesanan. Pemesanan sesuai dengan kebutuhan, mau dipesan silakan, tidak mau pesan tidak apa-apa. Kalau nanti barangnya sudah masuk ke Koperasi, silakan dipesan. Kalau dipesan, ya harus dibayar, begitu,” tuturnya.

Ditanya apa dasar kebijakan tersebut? Henni mengaku, sejak awal pihaknya sudah melakukan sosialisasi ke orang tua siswa. Menurutnya, meski sekolah secara daring, namun para siswa tetap diabsensi mulai jam 07.30 WIB sampai pukul 08.00 WIB.

Mereka juga diwajibkan memakai seragam. Pada Senin-Selasa pakai seragam putih, Rabu-Kamis memakai batik, Jumat pakai baju Pramuka, dan Sabtu memakai baju olahraga.

“Walau ini dilakukan dari rumah, tapi bagaimana layaknya sekolah, begitulah diterapkan kesehariannya juga nanti di rumah. Dibuat absensinya, difoto dan dikirim ke sekolah. Sehingga ada kesepakatan orang tua untuk melakukan pemesanan dan tidak ada unsur paksaan,” pungkas Henni. (deo/saz)

KARO, SUMUTPOS.CO – Larangan melakukan pungutan liar (pungli) yang digaungkan Dinas Pendidikan Kabupaten Karo ke sekolah-sekolah, sepertinya hanya formalitas. Buktinya, dugaan praktik beraroma pungli ini, masih terus terjadi, bahkan dengan berbagai modus.

BERDIRI: Seorang warga berdiri di samping plang Gedung SMP Negeri 3 Berastagi, baru-baru ini.SOLIDEO/SUMUT POS.

Sebut saja pada Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB), maupun di kelulusan siswa. Modusnya bisa bermacam-macam, seperti ‘uang terima kasih’ bagi siswa yang lulus, dan dana pembelian pakaian bagi siswa baru.

Kutipan ini terjadi dengan motif tidak ada paksaan, dan jumlahnya tidak dipatok. Namun kenyataannya, para orangtua siswa ‘wajib’ menyetor sejumlah uang.

Kutipan ini terjadi di beberapa SD dan SMP di Kabupaten Karo. Padahal, sesuai Petunjuk Teknis (Juknis) PPDB Taman Kanak Kanak (TK), SD, dan SMP Kabupaten Karo Tahun Pelajaran 2021/2022 tertanggal 8 Juni 2021, angka VI poin nomor (2) huruf b, sudah jelas tertera, sekolah yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah, dilarang melakukan pungutan untuk membeli seragam atau buku tertentu, yang dikaitakan dengan PPDB.

Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Karo Eddi Surianta, juga telah meng-instruksikan kepada para Kepala SMP, SD negeri/swasta, TK, pengawas SD /SMP se-Kabupaten Karo, terakit larangan satuan pendidikan melaksanakan pengadaan pakaian seragam sekolah. Dan pengawas wajib melakukan supervisi dan monitoring ke satuan pendidikan.

Surat edaran tersebut dikeluarkan Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Karo pada 13 Juli 2021, dengan nomor surat 420/2304/sek.2/2021, tembusan Bupati Karo sebagai laporan, dan Inspektur Karo.

Namun surat edaran tersebut seolah tak bertaring. Ternyata masih ada juga sekolah yang melakukan kutipan untuk perlengkapan seragam sekolah. Informasi tersebut didapat wartawan, ketika adanya informasi dari orang tua siswa baru yang bersekolah di SMP Negeri 3 Berastagi.

Orang tua siswa berinisial IP itu, mengatakan, ada menerima surat edaran itu, tapi anaknya yang kelas 7, masih dimintai uang pendaftaran sebanyak Rp400 ribu.

“Katanya uang tersebut untuk beli seragam. Kalau masalah keberatan, sebenarnya kami keberatan dengan kondisi ekonomi saat ini,” ungkap IP sebagai bentuk protes, Senin (26/7) lalu.

Seorang siswa SMP Negeri 3 Berastagi, berinisial ST, juga mengakui adanya pengutipan uang tersebut. Namun dia tak mengetahui uang tersebut untuk apa.

Menanggapi hal ini, Kepala SMP Negeri 3 Berastagi, Sri Henni br Saragih, membantah. Menurutnya, sekolah tidak pernah melakukan pengutipan. Dia juga berdalih, uang Rp400 ribu itu bukan pengutipan, tapi uang pemesanan untuk baju olah raga, baju batik, atribut, topi, kaus kaki, serta tali pinggang.

Anehnya, Henni mengaku, perlengkapan itu tak diwajibkan jika para siswa sudah punya.

“Misalkan ada baju batik kakaknya, ya silakan, kalau ada kaus kaki kakaknya, silakan. Jadi tidak ada pemaksaan. Yang ada, orang tua memesan ke Koperasi sekolah. Makanya saya bilang uang Rp400 ribu itu judulnya bukan pengutipan, tapi pemesanan. Pemesanan sesuai dengan kebutuhan, mau dipesan silakan, tidak mau pesan tidak apa-apa. Kalau nanti barangnya sudah masuk ke Koperasi, silakan dipesan. Kalau dipesan, ya harus dibayar, begitu,” tuturnya.

Ditanya apa dasar kebijakan tersebut? Henni mengaku, sejak awal pihaknya sudah melakukan sosialisasi ke orang tua siswa. Menurutnya, meski sekolah secara daring, namun para siswa tetap diabsensi mulai jam 07.30 WIB sampai pukul 08.00 WIB.

Mereka juga diwajibkan memakai seragam. Pada Senin-Selasa pakai seragam putih, Rabu-Kamis memakai batik, Jumat pakai baju Pramuka, dan Sabtu memakai baju olahraga.

“Walau ini dilakukan dari rumah, tapi bagaimana layaknya sekolah, begitulah diterapkan kesehariannya juga nanti di rumah. Dibuat absensinya, difoto dan dikirim ke sekolah. Sehingga ada kesepakatan orang tua untuk melakukan pemesanan dan tidak ada unsur paksaan,” pungkas Henni. (deo/saz)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/