25.6 C
Medan
Sunday, May 5, 2024

Revisi Undang-Undang Pajak Penghasilan Tertunda

JAKARTA, SUMUTPOS.CO -Tindak lanjut reformasi perpajakan yang menyasar revisi Undang-Undang Pajak Penghasilan menjadi salah satu hal yang ditunggu pelaku usaha. Sebab, sejumlah poin dalam revisi tersebut menyangkut penurunan tarif pajak penghasilan (PPh).

Tidak hanya wajib pajak badan, tetapi juga wajib pajak orang pribadi (OP). Presiden Joko Widodo dikabarkan meminta tarif PPh badan bisa diturunkan hingga 17 persen atau mirip dengan tarif di Singapura.

Ketua Tim Reformasi Perpajakan Suryo Utomo mengakui, pembahasan penurunan tarif PPh memang termasuk poin revisi UU PPh. Namun, sambung Suryo, kajian masih dilakukan di internal Kementerian Keuangan. ”Itu jadi bahan dalam diskusi kami. Subjeknya apa masih sama, objeknya apakah masih penghasilan seperti yang ada di isu world wide tax terithory segala macam, kan, masih terus didiskusikan,” papar Suryo.

Staf Ahli Menkeu Bidang Kepatuhan Pajak itu menuturkan, wacana penurunan tarif PPh tersebut makin menguat setelah program pengampunan pajak. Alasannya, pada saat program amnesti pajak, wajib pajak (WP) mendapatkan tarif pajak yang sangat rendah.      ”Karena itu, sejumlah pihak menilai, penurunan tarif PPh merupakan hal yang tepat dilakukan setelah amnesti pajak,” terangnya.

Selain tarif PPh, Tim Reformasi Perpajakan membahas revisi peraturan menteri keuangan (PMK) terkait perlakuan penghasilan dari perusahaan terkendali di luar negeri yang dimiliki WP Indonesia (controlled foreign company/CFC). Ketentuan terkait CFC telah diatur dalam pasal 18 ayat (2) UU PPh serta aturan turunannya, PMK Nomor 256/PMK.03/2008 dan Peraturan Direktur Jenderal Pajak (PER) Nomor 59/PJ/2010.

Pada dasarnya, CFC tersebut biasanya digunakan untuk mencegah WP melakukan penghindaran perpajakan atas penghasilan yang diperoleh dari perusahaan di negara yang tingkat pajaknya lebih rendah.

Caranya, menunda pembagian penghasilan (dividen) ke WP. Karena tidak ada pembagian dividen, pemerintah Indonesia pun tidak bisa menarik pajak dari perusahaan tersebut.

Selama ini, pemerintah memberi perhatian terhadap besarnya investasi yang dilakukan entitas bisnis Indonesia di luar negeri. Namun, tidak ada investasi yang mendatangkan dividen.

JAKARTA, SUMUTPOS.CO -Tindak lanjut reformasi perpajakan yang menyasar revisi Undang-Undang Pajak Penghasilan menjadi salah satu hal yang ditunggu pelaku usaha. Sebab, sejumlah poin dalam revisi tersebut menyangkut penurunan tarif pajak penghasilan (PPh).

Tidak hanya wajib pajak badan, tetapi juga wajib pajak orang pribadi (OP). Presiden Joko Widodo dikabarkan meminta tarif PPh badan bisa diturunkan hingga 17 persen atau mirip dengan tarif di Singapura.

Ketua Tim Reformasi Perpajakan Suryo Utomo mengakui, pembahasan penurunan tarif PPh memang termasuk poin revisi UU PPh. Namun, sambung Suryo, kajian masih dilakukan di internal Kementerian Keuangan. ”Itu jadi bahan dalam diskusi kami. Subjeknya apa masih sama, objeknya apakah masih penghasilan seperti yang ada di isu world wide tax terithory segala macam, kan, masih terus didiskusikan,” papar Suryo.

Staf Ahli Menkeu Bidang Kepatuhan Pajak itu menuturkan, wacana penurunan tarif PPh tersebut makin menguat setelah program pengampunan pajak. Alasannya, pada saat program amnesti pajak, wajib pajak (WP) mendapatkan tarif pajak yang sangat rendah.      ”Karena itu, sejumlah pihak menilai, penurunan tarif PPh merupakan hal yang tepat dilakukan setelah amnesti pajak,” terangnya.

Selain tarif PPh, Tim Reformasi Perpajakan membahas revisi peraturan menteri keuangan (PMK) terkait perlakuan penghasilan dari perusahaan terkendali di luar negeri yang dimiliki WP Indonesia (controlled foreign company/CFC). Ketentuan terkait CFC telah diatur dalam pasal 18 ayat (2) UU PPh serta aturan turunannya, PMK Nomor 256/PMK.03/2008 dan Peraturan Direktur Jenderal Pajak (PER) Nomor 59/PJ/2010.

Pada dasarnya, CFC tersebut biasanya digunakan untuk mencegah WP melakukan penghindaran perpajakan atas penghasilan yang diperoleh dari perusahaan di negara yang tingkat pajaknya lebih rendah.

Caranya, menunda pembagian penghasilan (dividen) ke WP. Karena tidak ada pembagian dividen, pemerintah Indonesia pun tidak bisa menarik pajak dari perusahaan tersebut.

Selama ini, pemerintah memberi perhatian terhadap besarnya investasi yang dilakukan entitas bisnis Indonesia di luar negeri. Namun, tidak ada investasi yang mendatangkan dividen.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/