27.8 C
Medan
Friday, May 24, 2024

PBB: Rusuh Syria Telan 2.600 Jiwa

JENEWA-Komisi HAM PBB merilis hasil investigasi terkait represi pemerintah Syria atas demonstran kemarin (12/9). Menurut lembaga itu, sedikitnya 2.600 orang tewas akibat bentrok oposisi dan pemerintah selama krisis politik dan kerusuhan sejak pertengahan Maret lalu. Meski begitu, Presiden Bashar al-Assad tidak mengendurkan represi atas oposisi dan warga sipil anti pemerintah.

“Temuan kami di lapangan menyatakan bahwa krisis politik yang disertai bentrok selama enam bulan terakhir telah merenggut sedikitnya 2.600 nyawa,”kata Komisioner HAM PBB Navi Pillay kemarin. Hingga kini, rezim Assad masih tidak memberikan akses kepada tim HAM PBB untuk meninjau langsung kondisi kota-kota di Syria yang bergolak. Tapi, Pillay yakin bahwa laporan dari para sumber PBB bisa dipercaya.
Dalam pertemuan tiga mingguan yang dihelat di Jenewa, Swiss, bulan lalu, Pillay mengatakan bahwa jumlah korban tewas berkisar 2.200 jiwa. Karena itu, dia mengaku sangat terkejut saat timnya di lapangan melaporkan pertambahan jumlah korban sampai sekitar 400 orang.

“Kondisi Syria sangat memprihatinkan. Tapi, Assad tetap melanjutkan aksi militernya,” sesal diplomat perempuan asal Afrika Selatan (Afsel) itu.

Terus bertambahnya korban tewas di Syria itu menuai reaksi dari Prancis. Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Prancis menganggap PBB telah gagal menyampaikan pesan secara tegas kepada Syria. Prancis menilai kegagalan PBB untuk menghentikan represi di Syria itu sebagai skandal.
“Sampai kapan dunia internasional berlagak bodoh dan menutup mata terhadap aksi kriminal seperti ini,”kata Jubir Kemenlu Prancis Bernard Valero.

Sebelumnya, Prancis bersama Inggris, AS, Jerman, dan Portugal telah menyusun draf resolusi untuk Syria. Tetapi, saat diajukan ke Dewan Keamanan (DK) PBB, draf itu justru ditentang keras Tiongkok dan Rusia.
“Saya rasa, sanksi yang diberikan AS dan Eropa belum lama ini sudah lebih dari cukup untuk menekan Syria,”kilah Presiden Tusia Dmitry Medvedev. (afp/ap/rtr/

JENEWA-Komisi HAM PBB merilis hasil investigasi terkait represi pemerintah Syria atas demonstran kemarin (12/9). Menurut lembaga itu, sedikitnya 2.600 orang tewas akibat bentrok oposisi dan pemerintah selama krisis politik dan kerusuhan sejak pertengahan Maret lalu. Meski begitu, Presiden Bashar al-Assad tidak mengendurkan represi atas oposisi dan warga sipil anti pemerintah.

“Temuan kami di lapangan menyatakan bahwa krisis politik yang disertai bentrok selama enam bulan terakhir telah merenggut sedikitnya 2.600 nyawa,”kata Komisioner HAM PBB Navi Pillay kemarin. Hingga kini, rezim Assad masih tidak memberikan akses kepada tim HAM PBB untuk meninjau langsung kondisi kota-kota di Syria yang bergolak. Tapi, Pillay yakin bahwa laporan dari para sumber PBB bisa dipercaya.
Dalam pertemuan tiga mingguan yang dihelat di Jenewa, Swiss, bulan lalu, Pillay mengatakan bahwa jumlah korban tewas berkisar 2.200 jiwa. Karena itu, dia mengaku sangat terkejut saat timnya di lapangan melaporkan pertambahan jumlah korban sampai sekitar 400 orang.

“Kondisi Syria sangat memprihatinkan. Tapi, Assad tetap melanjutkan aksi militernya,” sesal diplomat perempuan asal Afrika Selatan (Afsel) itu.

Terus bertambahnya korban tewas di Syria itu menuai reaksi dari Prancis. Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Prancis menganggap PBB telah gagal menyampaikan pesan secara tegas kepada Syria. Prancis menilai kegagalan PBB untuk menghentikan represi di Syria itu sebagai skandal.
“Sampai kapan dunia internasional berlagak bodoh dan menutup mata terhadap aksi kriminal seperti ini,”kata Jubir Kemenlu Prancis Bernard Valero.

Sebelumnya, Prancis bersama Inggris, AS, Jerman, dan Portugal telah menyusun draf resolusi untuk Syria. Tetapi, saat diajukan ke Dewan Keamanan (DK) PBB, draf itu justru ditentang keras Tiongkok dan Rusia.
“Saya rasa, sanksi yang diberikan AS dan Eropa belum lama ini sudah lebih dari cukup untuk menekan Syria,”kilah Presiden Tusia Dmitry Medvedev. (afp/ap/rtr/

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/