26.7 C
Medan
Saturday, May 18, 2024

Polusi Cahaya: Ketika Bumi Makin Benderang di Malam Hari

Franz Holker dari Leibniz Institute of Freshwater Ecology and Inland Fisheries di Berlin, yang juga salah satu penulis kajian itu, mengatakan kondisi saat ini berada dalam titik kritis.

“Banyak orang menggunakan cahaya pada malam hari tanpa memikirkan biayanya,” kata Holker. Bukan hanya ongkos ekonomi, “tapi juga biaya yang harus anda bayar dari sudut pandang ekologi dan lingkungan hidup.”

Kawasan-kawasan konflik, seperti Suriah dan Yaman, adalah tempat-tempat yang mengalami penurun penggunaan pencahayaan malam hari, menurut para peneliti. Selain wilayah-wilayah tersebut, penggunaan cahaya di malam hari j’uga menurun di Australia, namun lebih disebabkan oleh kebakaran lahan yang terjadi saat studi dilakukan.

Di banyak bagian di Asia, Afrika dan Amerika Selatan, penggunaan pencahayaan buatan di malah hari, semakin meningkat.

Karena biayanya murah dan kesejahteraan masyarakat semakin meningkat, semakin banyak tempat memasang pencahayaan luar ruangan, menurut para ilmuwan. Selain itu, pengembangan daerah-daerah pemukiman semakin merambah ke kota-kota yang lebih jauh. Di negara-negara berkembang, daerah –daerah pinggiran dari kota-kota utama, semakin terang benderang dengan lebih cepat, kata Kyba.

Asosiasi Langit Gelap Internasional atau International Dark-Sky Association, yang bermarkas di Tucson, Arizona, telah berdasawarsa menyoroti bahaya pencahayaan malam buatan.

Kyba dan rekan-rekannya menyarankan sebisa mungkin menghindari penggunaan lampu-lampu yang menyilaukan mata, dan memilih lampu bercahaya kuning ketimbang menggunakan lampu LED bercahaya putih.

Penggunaan cahaya juga seefisien mungkin untuk menerangi tempat-tempat seperti lapangan parkir atau jalan-jalan kota. Misalnya, cahaya temaram yang sangat dekat cenderung memberikan jarak pandang yang lebih baik, ketimbang menggunakan lampu terang yang cahayanya menyebar luas. (voa)

Franz Holker dari Leibniz Institute of Freshwater Ecology and Inland Fisheries di Berlin, yang juga salah satu penulis kajian itu, mengatakan kondisi saat ini berada dalam titik kritis.

“Banyak orang menggunakan cahaya pada malam hari tanpa memikirkan biayanya,” kata Holker. Bukan hanya ongkos ekonomi, “tapi juga biaya yang harus anda bayar dari sudut pandang ekologi dan lingkungan hidup.”

Kawasan-kawasan konflik, seperti Suriah dan Yaman, adalah tempat-tempat yang mengalami penurun penggunaan pencahayaan malam hari, menurut para peneliti. Selain wilayah-wilayah tersebut, penggunaan cahaya di malam hari j’uga menurun di Australia, namun lebih disebabkan oleh kebakaran lahan yang terjadi saat studi dilakukan.

Di banyak bagian di Asia, Afrika dan Amerika Selatan, penggunaan pencahayaan buatan di malah hari, semakin meningkat.

Karena biayanya murah dan kesejahteraan masyarakat semakin meningkat, semakin banyak tempat memasang pencahayaan luar ruangan, menurut para ilmuwan. Selain itu, pengembangan daerah-daerah pemukiman semakin merambah ke kota-kota yang lebih jauh. Di negara-negara berkembang, daerah –daerah pinggiran dari kota-kota utama, semakin terang benderang dengan lebih cepat, kata Kyba.

Asosiasi Langit Gelap Internasional atau International Dark-Sky Association, yang bermarkas di Tucson, Arizona, telah berdasawarsa menyoroti bahaya pencahayaan malam buatan.

Kyba dan rekan-rekannya menyarankan sebisa mungkin menghindari penggunaan lampu-lampu yang menyilaukan mata, dan memilih lampu bercahaya kuning ketimbang menggunakan lampu LED bercahaya putih.

Penggunaan cahaya juga seefisien mungkin untuk menerangi tempat-tempat seperti lapangan parkir atau jalan-jalan kota. Misalnya, cahaya temaram yang sangat dekat cenderung memberikan jarak pandang yang lebih baik, ketimbang menggunakan lampu terang yang cahayanya menyebar luas. (voa)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/