25.6 C
Medan
Thursday, May 16, 2024

PDIP Berpotensi Buat Poros Baru

HT Erry Nuradi bersama Ketua DPP Nasdem, Surya Paloh di Medan, beberapa waktu lalu. Dukungan Nasdem untuk Erry Nuradi pada Pilgubsu 2018 hingga kini belum jelas.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Peta koalisi partai politik (Parpol) menjelang Pemilihan Gubernur Sumatera Utara (Pilgubsu) 2018 masih kabur. Keputusan DPP Partai Golkar menduetkan Tengku Erry Nuradi dan Ketua DPD Partai Golkar Sumut Ngogesa Sitepu dan percaya dirinya DPD Hanura Sumut mengusung Edy Rahmayadi-Musa Rajeckshah (Ijeck), memungkinkan PDI Perjuangan membentuk poros baru untuk mengusung calon lain. Beberapa partai yang dapat diajak koalisi oleh PDIP adalah Nasdem, PAN atau Demokrat.

Hal tersebut disampaikan Peneliti dari City Research Centre (CRC) Walid Musthafa Sembiring kepada Sumut Pos, Minggu (3/9). “Sepertinya akan berat ke Nasdem jika kita tarik arah peta nasional sebagai sama-sama partai pemerintah. Namun peta lokal, di mana ketua Nasdem (Erry Nuradi) juga tidak bisa kita pungkiri akan sedikit menghambat koalisi PDIP-Nasdem ini. Untuk bersama dengan PAN ataupun Demokrat kemungkinan masih bisa meskipun agak sulit mempertemukan chemistry mereka (PDIP-PAN/Demokrat), baik dari peta pusat maupun peta di Sumut,” paparnya.

Akademisi asal USU ini menilai, kelemahan PDIP saat ini adalah minimnya kader yang “kuat” untuk dijadikan Sumut 1, dan untuk Sumut 2 pun mereka seperti masih mempertimbangkan siapa tokoh internal yang diusung dan siapa tokoh eksternal sebagai Sumut 1-nya. “Jikapun berkoalisi dengan Hanura, sepertinya sedikit sulit karena Hanura Sumut sudah percaya diri memastikan Edy Rahmayadi sebagai calon yang diusung, dan Edy sudah menggadang bahwa wakilnya adalah Ijeck. Ini menjadi dilema juga jika PDIP menjatuhkan pilihan pada Edy” katanya.

Ia menambahkan, saat ini PDIP akan bermain sangat hati-hati dan membangun komunikasi intensif dengan calon maupun partai yang lain, perihal mendukung dan mengusung calon maupun berkoalisi. “Dengan kondisi saat ini, sepertinya akan ada “kejutan-kejutan” politik PDIP untuk Pilkada Sumut kali ini,” pungkas Walid.

Sementara, pengamat politik Shohibul Anshor Siregar menilai, daya jual partai moncong putih ini masih cukup tinggi, meski beroleh ketakberuntungan dalam beberapa pilkada sebelumnya. “Sama seperti Eldin di Medan yang merasa harus tetap bersama PDIP meski kursi yang disyaratkan sudah lebih dari cukup. Di pihak lain sejumlah orang dari kalangan kader ingin ditetapkan sebagai Cagubsu dari PDIP, meski tak bisa berbuat apa-apa karena arahan Bu Mega belum jelas,” ujarnya kepada Sumut Pos, tadi malam.

Manuver Effendi Simbolon belakangan ini, menurut dia harus dimaknai sebagai irama yang ingin merebut perhatian Megawati selaku ketua umum. Effendi kata akademisi asal UMSU itu, hanya perlu meyakinkan Mega mengapa dulu bisa kalah dan strategi apa ke depan jika akan menang. Sebab Mega sangat berkepentingan menerima kemenangan Pilkada Sumut sebagai modal untuk kepastian kemenangan kadernya dalam Pilpres 2019.

“Karena itu di Jatim, Jateng, Jabar dan Sumut Mega ingin semua kemampuan dimobilisasi di empat daerah penentu itu dan daerah lain yang kurang lebih setara. Memang tak ada jaminan kader yang akan diusung, karena Mega penting kapasitas untuk menang dan keterpercayaan menyumbang suara pilpres,” katanya.

HT Erry Nuradi bersama Ketua DPP Nasdem, Surya Paloh di Medan, beberapa waktu lalu. Dukungan Nasdem untuk Erry Nuradi pada Pilgubsu 2018 hingga kini belum jelas.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Peta koalisi partai politik (Parpol) menjelang Pemilihan Gubernur Sumatera Utara (Pilgubsu) 2018 masih kabur. Keputusan DPP Partai Golkar menduetkan Tengku Erry Nuradi dan Ketua DPD Partai Golkar Sumut Ngogesa Sitepu dan percaya dirinya DPD Hanura Sumut mengusung Edy Rahmayadi-Musa Rajeckshah (Ijeck), memungkinkan PDI Perjuangan membentuk poros baru untuk mengusung calon lain. Beberapa partai yang dapat diajak koalisi oleh PDIP adalah Nasdem, PAN atau Demokrat.

Hal tersebut disampaikan Peneliti dari City Research Centre (CRC) Walid Musthafa Sembiring kepada Sumut Pos, Minggu (3/9). “Sepertinya akan berat ke Nasdem jika kita tarik arah peta nasional sebagai sama-sama partai pemerintah. Namun peta lokal, di mana ketua Nasdem (Erry Nuradi) juga tidak bisa kita pungkiri akan sedikit menghambat koalisi PDIP-Nasdem ini. Untuk bersama dengan PAN ataupun Demokrat kemungkinan masih bisa meskipun agak sulit mempertemukan chemistry mereka (PDIP-PAN/Demokrat), baik dari peta pusat maupun peta di Sumut,” paparnya.

Akademisi asal USU ini menilai, kelemahan PDIP saat ini adalah minimnya kader yang “kuat” untuk dijadikan Sumut 1, dan untuk Sumut 2 pun mereka seperti masih mempertimbangkan siapa tokoh internal yang diusung dan siapa tokoh eksternal sebagai Sumut 1-nya. “Jikapun berkoalisi dengan Hanura, sepertinya sedikit sulit karena Hanura Sumut sudah percaya diri memastikan Edy Rahmayadi sebagai calon yang diusung, dan Edy sudah menggadang bahwa wakilnya adalah Ijeck. Ini menjadi dilema juga jika PDIP menjatuhkan pilihan pada Edy” katanya.

Ia menambahkan, saat ini PDIP akan bermain sangat hati-hati dan membangun komunikasi intensif dengan calon maupun partai yang lain, perihal mendukung dan mengusung calon maupun berkoalisi. “Dengan kondisi saat ini, sepertinya akan ada “kejutan-kejutan” politik PDIP untuk Pilkada Sumut kali ini,” pungkas Walid.

Sementara, pengamat politik Shohibul Anshor Siregar menilai, daya jual partai moncong putih ini masih cukup tinggi, meski beroleh ketakberuntungan dalam beberapa pilkada sebelumnya. “Sama seperti Eldin di Medan yang merasa harus tetap bersama PDIP meski kursi yang disyaratkan sudah lebih dari cukup. Di pihak lain sejumlah orang dari kalangan kader ingin ditetapkan sebagai Cagubsu dari PDIP, meski tak bisa berbuat apa-apa karena arahan Bu Mega belum jelas,” ujarnya kepada Sumut Pos, tadi malam.

Manuver Effendi Simbolon belakangan ini, menurut dia harus dimaknai sebagai irama yang ingin merebut perhatian Megawati selaku ketua umum. Effendi kata akademisi asal UMSU itu, hanya perlu meyakinkan Mega mengapa dulu bisa kalah dan strategi apa ke depan jika akan menang. Sebab Mega sangat berkepentingan menerima kemenangan Pilkada Sumut sebagai modal untuk kepastian kemenangan kadernya dalam Pilpres 2019.

“Karena itu di Jatim, Jateng, Jabar dan Sumut Mega ingin semua kemampuan dimobilisasi di empat daerah penentu itu dan daerah lain yang kurang lebih setara. Memang tak ada jaminan kader yang akan diusung, karena Mega penting kapasitas untuk menang dan keterpercayaan menyumbang suara pilpres,” katanya.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/