31.7 C
Medan
Saturday, May 18, 2024

Pukat Trawl Ditangkap-Lepas di Laut

Menyikapi itu, Wakil Ketua Komisi B DPRD Sumut Aripay Tambunan mengatakan, persoalan ini harus bisa dijelaskan oleh Kementerian KP, mengingat sampai sekarang juga belum ada kejelasan soal pengganti alat tangkap yang disita dan yang dilarang digunakan negara, sebagaimana dijanjikan oleh Kementerian dimaksud.

“Makanya kami akan tanya langsung ke Kementerian Kelautan dan Perikanan penjelasan tentang pembatasan jalur penangkapan ikan dan penempatan alat bantu penangkapan ikan, sehingga tidak merugikan nelayan. Zona itu yang mau kami pertanyakan ke pusat 21 Februari nanti. Karena kapal ikan yang 5 GT ke atas (di bawah 10 GT) juga kan ada aturannya,” sebut Aripay.

Menurutnya, Kementerian Kelautan dan Perikanan dalam hal ini tidak memberikan sosialisasi terlebih dahulu terhadap hadirnya Permen KP 71/2016. Selain itu, janji pemerintah pusat yang akan menganti alat tangkap ikan nelayan yang dianggap tidak sesuai aturan, juga tidak kunjung datang. Sehingga menuruntya, hal inilah yang memicu munculnya potensi konflik antar nelayan.

Suasana mengharukan begitu terasa saat ribuan nelayan tradisional dari 7 daerah itu mengawali aksinya dengan menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya dan diikuti pembacaan teks Pancasila. Seluruh pengunjuk rasa terlihat sangat bersemangat menyanyikan lagu Indonesia Raya yang dipimpin koordinator aksi, Syawaluddin Pane.

Begitu juga halnya saat pembacaan teks Pancasila dimana seluruh peserta juga dengan suara lantang terdengar mengikutinya. Mereka datang dengan membawa poster berisi penolakan terhadap pukat yang dianggap telah merugikan nelayan kecil. Unjuk rasa mendapat pengawalan ketat dari aparat kepolisian. Beberapa mobil water cannon juga disiagakan dari dalam gedung. (pra/jpg/bal/adz)

Menyikapi itu, Wakil Ketua Komisi B DPRD Sumut Aripay Tambunan mengatakan, persoalan ini harus bisa dijelaskan oleh Kementerian KP, mengingat sampai sekarang juga belum ada kejelasan soal pengganti alat tangkap yang disita dan yang dilarang digunakan negara, sebagaimana dijanjikan oleh Kementerian dimaksud.

“Makanya kami akan tanya langsung ke Kementerian Kelautan dan Perikanan penjelasan tentang pembatasan jalur penangkapan ikan dan penempatan alat bantu penangkapan ikan, sehingga tidak merugikan nelayan. Zona itu yang mau kami pertanyakan ke pusat 21 Februari nanti. Karena kapal ikan yang 5 GT ke atas (di bawah 10 GT) juga kan ada aturannya,” sebut Aripay.

Menurutnya, Kementerian Kelautan dan Perikanan dalam hal ini tidak memberikan sosialisasi terlebih dahulu terhadap hadirnya Permen KP 71/2016. Selain itu, janji pemerintah pusat yang akan menganti alat tangkap ikan nelayan yang dianggap tidak sesuai aturan, juga tidak kunjung datang. Sehingga menuruntya, hal inilah yang memicu munculnya potensi konflik antar nelayan.

Suasana mengharukan begitu terasa saat ribuan nelayan tradisional dari 7 daerah itu mengawali aksinya dengan menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya dan diikuti pembacaan teks Pancasila. Seluruh pengunjuk rasa terlihat sangat bersemangat menyanyikan lagu Indonesia Raya yang dipimpin koordinator aksi, Syawaluddin Pane.

Begitu juga halnya saat pembacaan teks Pancasila dimana seluruh peserta juga dengan suara lantang terdengar mengikutinya. Mereka datang dengan membawa poster berisi penolakan terhadap pukat yang dianggap telah merugikan nelayan kecil. Unjuk rasa mendapat pengawalan ketat dari aparat kepolisian. Beberapa mobil water cannon juga disiagakan dari dalam gedung. (pra/jpg/bal/adz)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/