Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini juga mengatakan, Pemko Medan sebenarnya ada keinginan menyetarakan antara angkutan daring dengan perusahaan angkutan konvensional lainnya. Hanya saja karena aturan dari pusat belum benar-benar duduk, menyebabkan polemik dan konflik antarkeduanya kerap terjadi di lapangan. “Pemko saya lihat ada keinginan ke arah itu. Bahkan ingin menyetarakan soal tarif antarperusahaan online dan konvensional. Tapi saya melihat pemerintah pusat kurang peduli dengan konflik di daerah yang membuat kondisi semakin sulit. Kalaulah regulasi yang dibuat menguntungkan semua pihak, tentu takkan ada pertumpahan darah,” paparnya.
Apalagi ditambah kondisi ekonomi menengah ke bawah saat ini tengah sulit, otomatis peluang menjadi driver taksi online begitu didambakan masyarakat. “Namun sayangnya pemerintah pusat lagi-lagi kurang memahami kondisi yang ada. Cenderung membiarkan gesekan terjadi antara taksi online dan konvensional. Kan sudah lama masalah ini terjadi tapi sampah sekarang belum ada solusi dan jalan keluarnya,” katanya.
Jadi sebenarnya kata Salman, masalah di hulu perlu diperhatikan secara seksama oleh pemerintah pusat. Dimana sebelum Permenhub 108 tersebut diterapkan di lapangan. “Seperti yang tadi saya bilang, perlu ada kontrak terhadap pekerja taksi online. Perlu dibuat kesetaraan di banyak sisi sehingga timbul persaingan yang sehat antarkedua perusahaan tersebut,” pungkasnya. (prn/adz)
Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini juga mengatakan, Pemko Medan sebenarnya ada keinginan menyetarakan antara angkutan daring dengan perusahaan angkutan konvensional lainnya. Hanya saja karena aturan dari pusat belum benar-benar duduk, menyebabkan polemik dan konflik antarkeduanya kerap terjadi di lapangan. “Pemko saya lihat ada keinginan ke arah itu. Bahkan ingin menyetarakan soal tarif antarperusahaan online dan konvensional. Tapi saya melihat pemerintah pusat kurang peduli dengan konflik di daerah yang membuat kondisi semakin sulit. Kalaulah regulasi yang dibuat menguntungkan semua pihak, tentu takkan ada pertumpahan darah,” paparnya.
Apalagi ditambah kondisi ekonomi menengah ke bawah saat ini tengah sulit, otomatis peluang menjadi driver taksi online begitu didambakan masyarakat. “Namun sayangnya pemerintah pusat lagi-lagi kurang memahami kondisi yang ada. Cenderung membiarkan gesekan terjadi antara taksi online dan konvensional. Kan sudah lama masalah ini terjadi tapi sampah sekarang belum ada solusi dan jalan keluarnya,” katanya.
Jadi sebenarnya kata Salman, masalah di hulu perlu diperhatikan secara seksama oleh pemerintah pusat. Dimana sebelum Permenhub 108 tersebut diterapkan di lapangan. “Seperti yang tadi saya bilang, perlu ada kontrak terhadap pekerja taksi online. Perlu dibuat kesetaraan di banyak sisi sehingga timbul persaingan yang sehat antarkedua perusahaan tersebut,” pungkasnya. (prn/adz)