25.6 C
Medan
Friday, May 10, 2024

Soal Go-Jek, Menhub Dituding Lempar Bola Panas

Foto: REUTERS/Beawiharta
Seorang pengemudi Gojek mengendarai sepeda motornya melewati area bisnis di Jakarta, 9 Juni 2015 lalu. Dalam waktu dekat, go-jek akan dilegalkan pemerintah.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Rencana Menteri Pehubungan melegalkan angkutan umum roda dua online dengan merevisi Undang-Undang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan (UU LLAJ) bersama Komisi V DPR, mengundang reaksi Solidaritas Angkutan Transportasi Umum (SATU). Koordinator Wilayah SATU, Johan Merdeka menilai, dengan mewacanakan revisi UU LLAJ itu, pemerintah pusat terkesan tidak serius menanggapi persoalan transportasi berbasis aplikasi ini, termasuk yang terjadi di Kota Medan.

“Usulan pemerintah buat merevisi UU Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan (LLAJ), mengindisikan pemerintah ingin melempar bola panas terhadap persoalan ini. UU itu harusnya diamandemen dulu, bukan langsung direvisi,” katanya.

Menurut dia, usulan perevisian UU tersebut tidak akan menyelesaikan masalah. Bahkan ia melihat, bila menteri menyetujui revisi itu, ada kepentingan bisnis antara pemerintah dan pengusaha transportasi berbasis aplikasi, terkhusus angkutan roda dua.

“Kenapa secepat itu Kemenhub melakukan perubahan regulasi. Maunya revisi Pemenhub 32/2016 dan juga revisi Permenhub 26/2017, yang didalamnya ada mengatur angkutan berbasis aplikasi roda empat itu yang dijalankan dulu. Pemerintah sangat tidak tegas dan konsisten dalam hal ini,” kesal Johan.

Pada prinsipnya, SATU tetap menolak kehadiran transportasi roda dua berbasis aplikasi sebelum memiliki payung hukum jelas. Sedangkan khusus transportasi roda empat berbasis aplikasi online, tidak ada masalah beroperasi jika sudah memiliki izin, serta mengikuti seluruh persyaratan sesuai ketentuan yang ada.

“Kita sangat kecewa melihat sikap pemerintah. Lantas buat apa ada UU otonomi daerah selama ini, kalau pemda tak mampu mengakomodir permasalahan ditengah masyarakat. Sah saja seumpama pemda menabrak sedikit ketentuan pusat, dengan niat buat kesejahteraan masyarakatnya. Pemprovsu harusnya juga mampu mengemban amanah UU tersebut,” paparnya.

Johan Merdeka juga mengungkapkan, kemarin (5/4) mereka juga diundang rapat dengar pendapat bersama Komisi A DPRD Sumut. Dalam pembahasan itu, salah satu poin yang ia tangkap yakni,  guna menjaga kondusifitas Kota Medan, angkutan berbasis aplikasi online harus ditutup seemntara operasionalnya. “Ada lima poin tadi disampaikan dalam RDP. Itu salah satu poin yang saya ingat. Secara pribadi kami tidak menolak angkutan online ini ada. Tapi harus tegas dulu regulasinya. Bagi pelaksana regulasi juga harus benar-benar dilakukan, apa yang sudah ditetapkan,” katanya.

Foto: REUTERS/Beawiharta
Seorang pengemudi Gojek mengendarai sepeda motornya melewati area bisnis di Jakarta, 9 Juni 2015 lalu. Dalam waktu dekat, go-jek akan dilegalkan pemerintah.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Rencana Menteri Pehubungan melegalkan angkutan umum roda dua online dengan merevisi Undang-Undang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan (UU LLAJ) bersama Komisi V DPR, mengundang reaksi Solidaritas Angkutan Transportasi Umum (SATU). Koordinator Wilayah SATU, Johan Merdeka menilai, dengan mewacanakan revisi UU LLAJ itu, pemerintah pusat terkesan tidak serius menanggapi persoalan transportasi berbasis aplikasi ini, termasuk yang terjadi di Kota Medan.

“Usulan pemerintah buat merevisi UU Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan (LLAJ), mengindisikan pemerintah ingin melempar bola panas terhadap persoalan ini. UU itu harusnya diamandemen dulu, bukan langsung direvisi,” katanya.

Menurut dia, usulan perevisian UU tersebut tidak akan menyelesaikan masalah. Bahkan ia melihat, bila menteri menyetujui revisi itu, ada kepentingan bisnis antara pemerintah dan pengusaha transportasi berbasis aplikasi, terkhusus angkutan roda dua.

“Kenapa secepat itu Kemenhub melakukan perubahan regulasi. Maunya revisi Pemenhub 32/2016 dan juga revisi Permenhub 26/2017, yang didalamnya ada mengatur angkutan berbasis aplikasi roda empat itu yang dijalankan dulu. Pemerintah sangat tidak tegas dan konsisten dalam hal ini,” kesal Johan.

Pada prinsipnya, SATU tetap menolak kehadiran transportasi roda dua berbasis aplikasi sebelum memiliki payung hukum jelas. Sedangkan khusus transportasi roda empat berbasis aplikasi online, tidak ada masalah beroperasi jika sudah memiliki izin, serta mengikuti seluruh persyaratan sesuai ketentuan yang ada.

“Kita sangat kecewa melihat sikap pemerintah. Lantas buat apa ada UU otonomi daerah selama ini, kalau pemda tak mampu mengakomodir permasalahan ditengah masyarakat. Sah saja seumpama pemda menabrak sedikit ketentuan pusat, dengan niat buat kesejahteraan masyarakatnya. Pemprovsu harusnya juga mampu mengemban amanah UU tersebut,” paparnya.

Johan Merdeka juga mengungkapkan, kemarin (5/4) mereka juga diundang rapat dengar pendapat bersama Komisi A DPRD Sumut. Dalam pembahasan itu, salah satu poin yang ia tangkap yakni,  guna menjaga kondusifitas Kota Medan, angkutan berbasis aplikasi online harus ditutup seemntara operasionalnya. “Ada lima poin tadi disampaikan dalam RDP. Itu salah satu poin yang saya ingat. Secara pribadi kami tidak menolak angkutan online ini ada. Tapi harus tegas dulu regulasinya. Bagi pelaksana regulasi juga harus benar-benar dilakukan, apa yang sudah ditetapkan,” katanya.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/