27.8 C
Medan
Friday, May 17, 2024

Sumut Waspadai Hepatitis Akut Misterius, Jaga Kesehatan Saluran Napas dan Cerna

MEDAN, SUMUTPOS – Dinas Kesehatan Sumatera Utara (Dinkes Sumut) mengakui, tengah mewaspadai adanya temuan kasus hepatitis akut misterius yang tidak diketahui etiologinya, (acute hepatitis of unknown aetiology), masuk atau turut ditemukan di provinsi ini.

Kepala Dinkes Sumut, drg Ismail Lubis mengatakan, hal ini menyusul setelah keluarnya Surat Edaran (SE) Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kemenkes RI No: HK.02.02/C/2515/2022 tertanggal 27 April 2022, terkait kewaspadaannya, setelah sejumlah kasusnya ditemukan di berbagai negara.
“Ya, sesuai SE kami tindak lanjuti,” ungkap Ismail, Minggu (8/5).

Ismail juga menjelaskan, berdasarkan SE tersebut, WHO disebutkan telah menerima laporan pada 5 April 2022 dari Inggris Raya (Britania Raya) mengenai 10 kasus hepatitis akut misterius ini terhadap anak-anak usia 11 bulan hingga 5 tahun di Skotlandia Tengah, pada periode Januari sampai Maret 2022.

Bahkan, sejak secara resmi dipublikasikan sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB) oleh WHO pada 15 April 2022, jumlah laporannya terus bertambah. Terhitung per 21 April 2022, tercatat sebanyak 169 kasus yang dilaporkan di 12 negara, yakni Inggris 114 kasus, Spanyol (13), Israel (12), Amerika Serikat (9), Denmark (6), Irlandia (5), Belanda (4), Italia (4), Norwegia (2), Prancis (2), Romania (1), dan Belgia (1).
Menurut Ismail, kisaran kasus terjadi pada anak usia satu bulan sampai dengan 16 tahun. Dari 17 anak di antaranya, atau 10 persen, memerlukan transplantasi hati, dan satu kasus dilaporkan meninggal.
“Gejala klinis pada kasus yang teridentifikasi adalah hepatitis akut dengan peningkatan enzim hati, sindrom jaundice akut, dan gejala gastrointestinal (nyeri abdomen, diare, dan muntah-muntah). Sebagian besar kasus tidak ditemukan adanya gejala demam,” tuturnya.

Dia pun mengatakan, penyebab dari penyakit tersebut masih belum diketahui. Pemeriksaan laboratorium telah dilakukan dan virus hepatitis tipe A, B, C, D, dan E tidak ditemukan sebagai penyebab dari penyakit tersebut.
“Adenovirus terdeteksi pada 74 kasus yang setelah dilakukan tes molekuler, teridentifikasi sebagai F type 41. SARS-CoV-2 ditemukan pada 20 kasus, sedangkan 19 kasus terdeteksi adanya ko-infeksi SARS-CoV-2 dan adenovirus,” beber Ismail.

Ismail menyatakan, SE ini dimaksudkan untuk meningkatkan dukungan pemerintah daerah, fasilitas pelayanan kesehatan, Kantor Kesehatan Pelabuhan, SDM kesehatan, dan para pemangku kepentingan terkait, akan kewaspadaan dini penemuan kasus hepatitis akut yang tidak diketahui etiologinya. Sehubungan dengan itu, di antaranya perlu dilakukan pemantauan perkembangan kasus sindrom jaundice akut di tingkat daerah, nasional, dan global terkait kasusnya.

Selanjutnya, memantau penemuan kasus sesuai definisi berdasarkan WHO, yakni konfirmasi (saat ini belum diketahui), probabel (seseorang dengan hepatitis akut/virus non-hepatitis A, B, C, D, E dengan AST atau ALT lebih dari 500 IU/L, berusia kurang dari 16 tahun sejak 1 Januari 2022), dan Epi-linked (seseorang dengan hepatitis akut/virus non-hepatitis A, B, C, D, E dari segala usia yang memiliki hubungan epidemiologis dengan kasus yang dikonfirmasi sejak 1 Januari 2022).

Kemudian, meminta dinas kesehatan kabupaten/kota untuk memantau dan melaporkan kasus sindrom jaundice akut di Sistem Kewaspadaan Dini dan Respons (SKDR), dengan gejala yang ditandai dengan kulit dan sklera berwarna ikterik atau kuning dan urin berwarna gelap yang timbul secara mendadak. Memberikan Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE) kepada masyarakat, serta upaya pencegahannya melalui penerapan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS).

Berikutnya, menginformasikan kepada masyarakat untuk segera mengunjungi Fasilitas Layanan Kesehatan (Fasyankes) terdekat apabila mengalami sindrom jaundice. Menindaklanjuti laporan kasus dari Fasyankes dengan melakukan investigasi untuk mencari kasus tambahan.
Selain itu, meminta Kantor Kesehatan Pelabuhan untuk meningkatkan pengawasan terhadap penumpang dan kru, alat angkut, barang bawaan, vektor, dan lingkungan pelabuhan dan bandara, terutama yang berasal dari negara terjangkit saat ini. Kemudian, meningkatkan upaya promosi kesehatan bagi masyarakat di sekitar wilayah pintu masuk negara (bandara, pelabuhan, dan pos lintas batas darat negara), serta berkoordinasi dengan berbagai pihak terkait.
“Kepada masyarakat, jika anak ditemukan dengan gejala kuning pada sklera mata dan kulit, mencret, muntah, dan lain-lain, segera bawa ke fasilitas kesehatan (faskes), baik Puskesmas, rumah sakit, bidan, atau klinik,” harap Ismail.
Sementara terhadap fasilitas kesehatan, sambung Ismail, kepada faskes agar dalam 1×24 jam memberikan laporan jika menemukan kasusnya. Karena sesuai laporan WHO, KLB di Indonesia sudah ditemukan 3 kasus, meski ketiganya bukan berasal dari Sumut.
“Untuk Sumut sampai saat ini kasusnya belum ada,” bebernya.

Meski begitu, dia mengajak agar masyarakat khususnya kepada para orang tua untuk mencegah supaya anak tidak tertular hepatitis akut misterius yang tidak diketahui etiologinya. Hepatitis akut ini diketahui dapat dicegah tertular kepada anak dengan cara menjaga saluran cerna dan saluran napas.
“Untuk saluran cerna, dapat dilakukan dengan rajin mencuci tangan, memastikan makanan dalam keadaan matang dan bersih, tidak bergantian alat makan dengan orang lain, hindari kontak dengan orang sakit serta menjaga kebersihan rumah dan lingkungan. Sedangkan mencegah penularan dari saluran napas dengan cara mengurangi mobilitas, menggunakan masker jika bepergian, jaga jarak dengan orang lain serta hindari keramaian dan kerumunan,” jelas Ismail.

Ismail membeberkan, gejala awal hepatitis akut berat yang menyerang anak usia satu bulan hingga 16 tahun, umumnya antara lain mual, muntah, diare berat, dan demam ringan. Kemudian, setelah gejala awal, ciri-ciri gejala lanjutnya adalah air kencing berwarna pekat seperti teh, dan buang air besar berwarna putih pucat, warna mata dan kulit menguning, gangguan pembekuan darah, kejang, dan kesadaran menurun.
“Langkah awal untuk penanganan hepatitis akut misterius ini dengan mewaspadai gejala awal. Jika muncul gejala awal, jangan panik dan segera bawa ke Puskesmas atau rumah sakit terdekat, untuk mendapatkan pertolongan lanjutan,” imbaunya.
Jangan menunggu gejala lanjutan seperti kulit dan mata kuning agar tidak terlambat. Apabila terjadi penurunan kesadaran, segera bawa pasien ke rumah sakit dengan fasilitas ICU anak.
“Apapun penyakitnya, PHBS (Perilaku Hidup Bersih dan Sehat) adalah pencegahannya,” tegas Ismail lagi.
Seperti diketahui, sebanyak 3 orang anak di Indonesia meninggal dunia dengan dugaan mengidap hepatitis akut misterius dalam kurun waktu 2 pekan terakhir, hingga Sabtu (30/5), di RSUPN dr Cipto Mangunkusumo Jakarta. Ketiga pasien ini merupakan rujukan dari rumah sakit yang berada di Jakarta Timur dan Jakarta Barat. Gejala yang ditemukan pada pasien-pasien ini adalah mual, muntah, diare berat, demam, kuning, kejang, dan penurunan kesadaran. (ris/saz)

MEDAN, SUMUTPOS – Dinas Kesehatan Sumatera Utara (Dinkes Sumut) mengakui, tengah mewaspadai adanya temuan kasus hepatitis akut misterius yang tidak diketahui etiologinya, (acute hepatitis of unknown aetiology), masuk atau turut ditemukan di provinsi ini.

Kepala Dinkes Sumut, drg Ismail Lubis mengatakan, hal ini menyusul setelah keluarnya Surat Edaran (SE) Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kemenkes RI No: HK.02.02/C/2515/2022 tertanggal 27 April 2022, terkait kewaspadaannya, setelah sejumlah kasusnya ditemukan di berbagai negara.
“Ya, sesuai SE kami tindak lanjuti,” ungkap Ismail, Minggu (8/5).

Ismail juga menjelaskan, berdasarkan SE tersebut, WHO disebutkan telah menerima laporan pada 5 April 2022 dari Inggris Raya (Britania Raya) mengenai 10 kasus hepatitis akut misterius ini terhadap anak-anak usia 11 bulan hingga 5 tahun di Skotlandia Tengah, pada periode Januari sampai Maret 2022.

Bahkan, sejak secara resmi dipublikasikan sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB) oleh WHO pada 15 April 2022, jumlah laporannya terus bertambah. Terhitung per 21 April 2022, tercatat sebanyak 169 kasus yang dilaporkan di 12 negara, yakni Inggris 114 kasus, Spanyol (13), Israel (12), Amerika Serikat (9), Denmark (6), Irlandia (5), Belanda (4), Italia (4), Norwegia (2), Prancis (2), Romania (1), dan Belgia (1).
Menurut Ismail, kisaran kasus terjadi pada anak usia satu bulan sampai dengan 16 tahun. Dari 17 anak di antaranya, atau 10 persen, memerlukan transplantasi hati, dan satu kasus dilaporkan meninggal.
“Gejala klinis pada kasus yang teridentifikasi adalah hepatitis akut dengan peningkatan enzim hati, sindrom jaundice akut, dan gejala gastrointestinal (nyeri abdomen, diare, dan muntah-muntah). Sebagian besar kasus tidak ditemukan adanya gejala demam,” tuturnya.

Dia pun mengatakan, penyebab dari penyakit tersebut masih belum diketahui. Pemeriksaan laboratorium telah dilakukan dan virus hepatitis tipe A, B, C, D, dan E tidak ditemukan sebagai penyebab dari penyakit tersebut.
“Adenovirus terdeteksi pada 74 kasus yang setelah dilakukan tes molekuler, teridentifikasi sebagai F type 41. SARS-CoV-2 ditemukan pada 20 kasus, sedangkan 19 kasus terdeteksi adanya ko-infeksi SARS-CoV-2 dan adenovirus,” beber Ismail.

Ismail menyatakan, SE ini dimaksudkan untuk meningkatkan dukungan pemerintah daerah, fasilitas pelayanan kesehatan, Kantor Kesehatan Pelabuhan, SDM kesehatan, dan para pemangku kepentingan terkait, akan kewaspadaan dini penemuan kasus hepatitis akut yang tidak diketahui etiologinya. Sehubungan dengan itu, di antaranya perlu dilakukan pemantauan perkembangan kasus sindrom jaundice akut di tingkat daerah, nasional, dan global terkait kasusnya.

Selanjutnya, memantau penemuan kasus sesuai definisi berdasarkan WHO, yakni konfirmasi (saat ini belum diketahui), probabel (seseorang dengan hepatitis akut/virus non-hepatitis A, B, C, D, E dengan AST atau ALT lebih dari 500 IU/L, berusia kurang dari 16 tahun sejak 1 Januari 2022), dan Epi-linked (seseorang dengan hepatitis akut/virus non-hepatitis A, B, C, D, E dari segala usia yang memiliki hubungan epidemiologis dengan kasus yang dikonfirmasi sejak 1 Januari 2022).

Kemudian, meminta dinas kesehatan kabupaten/kota untuk memantau dan melaporkan kasus sindrom jaundice akut di Sistem Kewaspadaan Dini dan Respons (SKDR), dengan gejala yang ditandai dengan kulit dan sklera berwarna ikterik atau kuning dan urin berwarna gelap yang timbul secara mendadak. Memberikan Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE) kepada masyarakat, serta upaya pencegahannya melalui penerapan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS).

Berikutnya, menginformasikan kepada masyarakat untuk segera mengunjungi Fasilitas Layanan Kesehatan (Fasyankes) terdekat apabila mengalami sindrom jaundice. Menindaklanjuti laporan kasus dari Fasyankes dengan melakukan investigasi untuk mencari kasus tambahan.
Selain itu, meminta Kantor Kesehatan Pelabuhan untuk meningkatkan pengawasan terhadap penumpang dan kru, alat angkut, barang bawaan, vektor, dan lingkungan pelabuhan dan bandara, terutama yang berasal dari negara terjangkit saat ini. Kemudian, meningkatkan upaya promosi kesehatan bagi masyarakat di sekitar wilayah pintu masuk negara (bandara, pelabuhan, dan pos lintas batas darat negara), serta berkoordinasi dengan berbagai pihak terkait.
“Kepada masyarakat, jika anak ditemukan dengan gejala kuning pada sklera mata dan kulit, mencret, muntah, dan lain-lain, segera bawa ke fasilitas kesehatan (faskes), baik Puskesmas, rumah sakit, bidan, atau klinik,” harap Ismail.
Sementara terhadap fasilitas kesehatan, sambung Ismail, kepada faskes agar dalam 1×24 jam memberikan laporan jika menemukan kasusnya. Karena sesuai laporan WHO, KLB di Indonesia sudah ditemukan 3 kasus, meski ketiganya bukan berasal dari Sumut.
“Untuk Sumut sampai saat ini kasusnya belum ada,” bebernya.

Meski begitu, dia mengajak agar masyarakat khususnya kepada para orang tua untuk mencegah supaya anak tidak tertular hepatitis akut misterius yang tidak diketahui etiologinya. Hepatitis akut ini diketahui dapat dicegah tertular kepada anak dengan cara menjaga saluran cerna dan saluran napas.
“Untuk saluran cerna, dapat dilakukan dengan rajin mencuci tangan, memastikan makanan dalam keadaan matang dan bersih, tidak bergantian alat makan dengan orang lain, hindari kontak dengan orang sakit serta menjaga kebersihan rumah dan lingkungan. Sedangkan mencegah penularan dari saluran napas dengan cara mengurangi mobilitas, menggunakan masker jika bepergian, jaga jarak dengan orang lain serta hindari keramaian dan kerumunan,” jelas Ismail.

Ismail membeberkan, gejala awal hepatitis akut berat yang menyerang anak usia satu bulan hingga 16 tahun, umumnya antara lain mual, muntah, diare berat, dan demam ringan. Kemudian, setelah gejala awal, ciri-ciri gejala lanjutnya adalah air kencing berwarna pekat seperti teh, dan buang air besar berwarna putih pucat, warna mata dan kulit menguning, gangguan pembekuan darah, kejang, dan kesadaran menurun.
“Langkah awal untuk penanganan hepatitis akut misterius ini dengan mewaspadai gejala awal. Jika muncul gejala awal, jangan panik dan segera bawa ke Puskesmas atau rumah sakit terdekat, untuk mendapatkan pertolongan lanjutan,” imbaunya.
Jangan menunggu gejala lanjutan seperti kulit dan mata kuning agar tidak terlambat. Apabila terjadi penurunan kesadaran, segera bawa pasien ke rumah sakit dengan fasilitas ICU anak.
“Apapun penyakitnya, PHBS (Perilaku Hidup Bersih dan Sehat) adalah pencegahannya,” tegas Ismail lagi.
Seperti diketahui, sebanyak 3 orang anak di Indonesia meninggal dunia dengan dugaan mengidap hepatitis akut misterius dalam kurun waktu 2 pekan terakhir, hingga Sabtu (30/5), di RSUPN dr Cipto Mangunkusumo Jakarta. Ketiga pasien ini merupakan rujukan dari rumah sakit yang berada di Jakarta Timur dan Jakarta Barat. Gejala yang ditemukan pada pasien-pasien ini adalah mual, muntah, diare berat, demam, kuning, kejang, dan penurunan kesadaran. (ris/saz)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/