31.7 C
Medan
Monday, May 20, 2024

Komisi C Jangan Cuma Cakap

MEDAN, SUMUTPOS.CO- Proyek pembangunan Instalasi Pengolahan Air (IPA) di Sunggal dan Martubung tidak hanya dinilai bermasalah, tapi juga berdampak pada butuknya pelayanan PDAM Tirtanadi kepada masyarakat. Pasalnya, dengan belum rampungnya kedua proyek IPA tersebut, akan mempengaruhi pencapaian target pelayanan maksimal 82,08 persen di tahun 2015 ini.

Hal ini diungkapkan Direktur Lembaga Advokasi dan Perlindungan Konsumen (LAPK) Sumut Farid Wajdi menanggapi temuan Komisi C DPRD Sumut saat kunjungan kerja, kepada Sumut Pos, Minggu (18/1).

Menurut Farid, hasil kunjungan kerja tersebut bisa dijadikan dasar untuk menyampaikannya kepada lembaga hukum. Karenanya, ia berharap anggota dewan bisa melibatkan pihak lain yang berwenang melakukan evaluasi atau pemeriksaan dengan munculnya persoalan ini.

“Saya pikir dapat dimulai oleh anggota DPRD. Karena, kalau hanya sekedar teriak, sama seperti LSM. Padahal mereka fungsinya pengawasan dan anggaran, harus ada proses lanjutlah,” katanya.

Selain itu, Farid juga meminta agar temuan yang didapat DPRD melalui Komisi C tersebut, dapat menyampaikannya kepada gubernur selaku pemilik saham. Jika tidak, maka masyarakat yang mengetahui ada masalah, akan kembali dibuat kecewa oleh wakilnya di legislatif.

Selanjutnya, ia menyarankan agar pihak yang berwenang untuk mengaudit, tidak hanya keuangan di Tirtanadi, tapi juga kinerjanya. Sebab bukan tidak mungkin, kesalahan yang sama dapat terjadi lagi bila tidak ada tindakan tegas atau sanksi diberikan kepada para pimpinan di BUMD milik Pemprov Sumut tersebut.

Penekanan terhadap audit kinerja tersebut, lanjut Farid, karena berdasarkan analisis pihaknya, hampir 40 persen pelayanan Tirtanadi masih tergolong buruk. Sehingga, dengan penyertaan modal Rp200 miliar tersebut, semakin menambah wajah buruk pelayanan air bagi masyarakat.

“Soal kualitas, sebenarnya anggaran penyertaan itu tidak sesuai yang seharusnya. Jadi ketika proyek tertunda, dampaknya adalah pelayanan secara kualitas, kuantitas dan kontinuitas, semakin buruk,” sebutnya.

Sementara menurut pengamat anggaran Elfenda Ananda, penandatanganan kontrak yang diputuskan tanpa ada Dirut, bisa menjadi preseden buruk bagi perjalanan perusahaan ke depan. Karena bukan tidak mungkin, kebijakan yang akan datang, terkait aturan main yang ada, bisa semrawut.

“Karena kan idealnya, kebijakan strategis seperti itu diambil top leader,” ujarnya.

Dengan kata lain, tambahnya, pihak terkait yang berwenang, selain mengevaluasi kebijakan yang diambil berikut dengan perjalanan pengerjaan proyek, juga harus memperhatikan efektifitas dan efisiensi penggunaan anggaran yang disertakan bagi pengembangan perusahaan daerah.

“Intinya, harus ada yang bertanggung jawab atas munculnya persoalan ini. Bisa saja ini salah satu penyebab carut marutnya pengelolaan perusahaan,” pungkasnya.

Sementara Muslim Muis, Direktur Pusat Study Hukum Dan Pembaharuan Peradilan (Puspa) menyarankan kepada Komisi C DPRD Sumut untuk segera melaporkan temuan mereka ke Kejatisu maupun ke Poldasu. “Komisi C jangan banyak cakap, laporkan segera. Bila amburadul pengerjaan dan ada indikasi tindak pidana korupsi laporkan langsung lah,” ungkap Muslim Muis.

Menurutnya, dengan kunjungan langsung ke lokasi proyek, DPRD Sumut bisa mengajak BPK dan penegak hukum untuk melakukan pengusutan proyek tersebut dan menindak siapa-siapa terlibat dalam masalah ini.

“Bila amburadul kenapa? Nah dengan itu DPRD Sumut mengajak BPK melakukan audit dan langsung melaporkan ke Kejatisu dan Poldasu bila ada indikasi tindak pidana korupsinya. Jangan banyak cakaplah, kalau tidak mau melaporkan hal itu,” kata Muslim.

Selain itu, amburadulnya pengerjaan IPA ini berdampak dengan pelayanan PDAM Tirtanadi kepada masyarakat. Dia menyebutkan, seharusnya Anggota DPRD Sumut memikirkan hal itu. “Kalau cakap-cakap saja, semua bisa cakap. Mana aksinya untuk melaporkan hal itu yang dilakukan Komisi C setelah melakukan kunjungan langsung menemukan pengerjaan amburadul,” tantang Muslim.

Begitu juga dengan Kejatisu dan Poldasu, Muslim meminta agar langsung jemput bola dengan melakukan penyeledikan dan mengumpulkan barang bukti serta saksi-saksi untuk mengetahui siapa-siapa yang harus diminta pertanggungjawaban atas proyek tersebut.

“Kita minta untuk diusut oleh Kejatisu dan Poldasu. Bila ada indikasi korupsi segera  memanggil pihak-pihak tersebut. Kalau ada unsur korupsi segera tangkap dan adili orang-orang itu,” pungkasnya.(bal/gus/adz)

MEDAN, SUMUTPOS.CO- Proyek pembangunan Instalasi Pengolahan Air (IPA) di Sunggal dan Martubung tidak hanya dinilai bermasalah, tapi juga berdampak pada butuknya pelayanan PDAM Tirtanadi kepada masyarakat. Pasalnya, dengan belum rampungnya kedua proyek IPA tersebut, akan mempengaruhi pencapaian target pelayanan maksimal 82,08 persen di tahun 2015 ini.

Hal ini diungkapkan Direktur Lembaga Advokasi dan Perlindungan Konsumen (LAPK) Sumut Farid Wajdi menanggapi temuan Komisi C DPRD Sumut saat kunjungan kerja, kepada Sumut Pos, Minggu (18/1).

Menurut Farid, hasil kunjungan kerja tersebut bisa dijadikan dasar untuk menyampaikannya kepada lembaga hukum. Karenanya, ia berharap anggota dewan bisa melibatkan pihak lain yang berwenang melakukan evaluasi atau pemeriksaan dengan munculnya persoalan ini.

“Saya pikir dapat dimulai oleh anggota DPRD. Karena, kalau hanya sekedar teriak, sama seperti LSM. Padahal mereka fungsinya pengawasan dan anggaran, harus ada proses lanjutlah,” katanya.

Selain itu, Farid juga meminta agar temuan yang didapat DPRD melalui Komisi C tersebut, dapat menyampaikannya kepada gubernur selaku pemilik saham. Jika tidak, maka masyarakat yang mengetahui ada masalah, akan kembali dibuat kecewa oleh wakilnya di legislatif.

Selanjutnya, ia menyarankan agar pihak yang berwenang untuk mengaudit, tidak hanya keuangan di Tirtanadi, tapi juga kinerjanya. Sebab bukan tidak mungkin, kesalahan yang sama dapat terjadi lagi bila tidak ada tindakan tegas atau sanksi diberikan kepada para pimpinan di BUMD milik Pemprov Sumut tersebut.

Penekanan terhadap audit kinerja tersebut, lanjut Farid, karena berdasarkan analisis pihaknya, hampir 40 persen pelayanan Tirtanadi masih tergolong buruk. Sehingga, dengan penyertaan modal Rp200 miliar tersebut, semakin menambah wajah buruk pelayanan air bagi masyarakat.

“Soal kualitas, sebenarnya anggaran penyertaan itu tidak sesuai yang seharusnya. Jadi ketika proyek tertunda, dampaknya adalah pelayanan secara kualitas, kuantitas dan kontinuitas, semakin buruk,” sebutnya.

Sementara menurut pengamat anggaran Elfenda Ananda, penandatanganan kontrak yang diputuskan tanpa ada Dirut, bisa menjadi preseden buruk bagi perjalanan perusahaan ke depan. Karena bukan tidak mungkin, kebijakan yang akan datang, terkait aturan main yang ada, bisa semrawut.

“Karena kan idealnya, kebijakan strategis seperti itu diambil top leader,” ujarnya.

Dengan kata lain, tambahnya, pihak terkait yang berwenang, selain mengevaluasi kebijakan yang diambil berikut dengan perjalanan pengerjaan proyek, juga harus memperhatikan efektifitas dan efisiensi penggunaan anggaran yang disertakan bagi pengembangan perusahaan daerah.

“Intinya, harus ada yang bertanggung jawab atas munculnya persoalan ini. Bisa saja ini salah satu penyebab carut marutnya pengelolaan perusahaan,” pungkasnya.

Sementara Muslim Muis, Direktur Pusat Study Hukum Dan Pembaharuan Peradilan (Puspa) menyarankan kepada Komisi C DPRD Sumut untuk segera melaporkan temuan mereka ke Kejatisu maupun ke Poldasu. “Komisi C jangan banyak cakap, laporkan segera. Bila amburadul pengerjaan dan ada indikasi tindak pidana korupsi laporkan langsung lah,” ungkap Muslim Muis.

Menurutnya, dengan kunjungan langsung ke lokasi proyek, DPRD Sumut bisa mengajak BPK dan penegak hukum untuk melakukan pengusutan proyek tersebut dan menindak siapa-siapa terlibat dalam masalah ini.

“Bila amburadul kenapa? Nah dengan itu DPRD Sumut mengajak BPK melakukan audit dan langsung melaporkan ke Kejatisu dan Poldasu bila ada indikasi tindak pidana korupsinya. Jangan banyak cakaplah, kalau tidak mau melaporkan hal itu,” kata Muslim.

Selain itu, amburadulnya pengerjaan IPA ini berdampak dengan pelayanan PDAM Tirtanadi kepada masyarakat. Dia menyebutkan, seharusnya Anggota DPRD Sumut memikirkan hal itu. “Kalau cakap-cakap saja, semua bisa cakap. Mana aksinya untuk melaporkan hal itu yang dilakukan Komisi C setelah melakukan kunjungan langsung menemukan pengerjaan amburadul,” tantang Muslim.

Begitu juga dengan Kejatisu dan Poldasu, Muslim meminta agar langsung jemput bola dengan melakukan penyeledikan dan mengumpulkan barang bukti serta saksi-saksi untuk mengetahui siapa-siapa yang harus diminta pertanggungjawaban atas proyek tersebut.

“Kita minta untuk diusut oleh Kejatisu dan Poldasu. Bila ada indikasi korupsi segera  memanggil pihak-pihak tersebut. Kalau ada unsur korupsi segera tangkap dan adili orang-orang itu,” pungkasnya.(bal/gus/adz)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/