26.7 C
Medan
Saturday, May 18, 2024

Awas! Pengungsi Ilegal Ancam Kepung Medan

TRIADI WIBOWO/SUMUT POS--dua orang turis asing dengan di dampingi seorang gaet berjalan di halaman Masjid Raya Medan, Selasa (24/6). Masjid raya merupakan salah satu ikon kota Medan dan banyak di kunjugi turis lokal dan mancanegara.
TRIADI WIBOWO/SUMUT POS   — Dua orang asing berjalan di halaman Masjid Raya Medan, Selasa (24/6). 

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Pemerintah Kota Medan dan pihak Imigrasi diminta dapat mengontrol keberadaan orang asing di Kota Medan. Khususnya, pengungsi ilegal atau pendatang haram yang semakin banyak dapat mengancam kedaulatan negara.

“Mereka (pengungsi ilegal, red) ini ibarat pohon. Kecil dapat dicabut, kalau sudah besar susah dicabut. Pemerintah harus benar-benar menaruh perhatian, karena kehadiran mereka saat ini tidak terkontrol,” kata perwakilan Aliansi Bumi Putera, Anuar Bakti saat mengikuti Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi A DPRD Medan, dan Kepala Kantor Imigrasi (Kanim) Kelas I Khusus Medan, Lilik Bambang Lestari, Kanim Kelas I Polonia, Heriyanto, Kanim Kelas II Belawan, Bagus Putu dan Rudenim Medan, di ruang Badan Anggaran DPRD Medan, Kamis (19/5).

Diakuinya, buntut dari peningkatan pengungsi tersebut, dapat menyebabkan masyarakat pribumi dapat menjadi tamu di negara sendiri. “Saat ini aja, sudah ada pengungsi ilegal yang berasal dari 18 negara konflik tinggal di Medan. Kita melihat sudah terjadi pergeseran komposisi demografi. Kita terancam dikepung sejumlah etnis dan berakibat terasing di negara sendiri. Ini harus kita batasi untuk kepentingan anak cucu kelak,” imbuhnya.

Perwakilan lain, Ruffinol Barus, mengingatkan seluruh masyarakat untuk dapat membela bangsa sendiri. Hal itu juga sesuai dengan pasal 30 UUD 1945.

“Kita sudah banyak menemukan pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan pengungsi ilegal. Seperti mengendarai kendaraan bermotor tanpa memiliki SIM, jalan-jalan tidak membawa identitas, dan bekerja tanpa izin,” imbuh mahasiswa S3 Universitas Sumatera Utara (USU) ini.

Berdasarkan pengakuan dari Protection Associate United Nation High Commissioner for Refuges (UNHCR), sebut dia, mengatakan saat ini ada 1.964 orang asing yang masuk ke Medan. Sementara yang sudah terdaftar masih 1.200 lainnya masih suaka. Di sisi lain, keberadaan pengungsi ilegal di Medan juga menimbulkan kesenjangan sosial bagi masyarakat setempat. Di mana, para pengungsi mendapat fasilitas memadai dan subsidi keuangan dari Internasional Organization of Migration (IOM).

“Bayangkan saja, seorang nenek Basaria Nasution, berusia 90 tahun harus bekerja mencari uang dengan mengendarai sepeda ontel miliknya dari pagi. Itupun hanya mendapat upah Rp15 ribu perhari. Sedangkan mereka (pengungsi, red) tinggal di tempat mewah dan diberikan uang Rp1,5 juta perbulan. Beberapa di antara mereka enak-enak nongkrong di Carefour. Saya lihat itu karena kebetulan dekat rumah saya,” ungkapnya.

Begitu juga dengan persoalan sosial, Barus menerangkan, ada salah seorang warga Indonesia, Rani, harus menanggung beban membiayai hidup dan anaknya sendiri karena telah menjadi korban ‘penipuan’ pengungsi ilegal bernama Rasyid.

“Dia awalnya berkenalan dengan Rasyid melalui facebook. Mereka telah berpacaran lama lalu menikah. Tapi tiga bulan ini, persisnya saat aqiqah anaknya, Rasyid menghilang entah kemana. Ini juga menjadi problem bagi kita masyarakat pribumi,” jelas Barus.

Razaki Nainggolan, mendorong DPRD Medan untuk memperjuangkan ke DPR RI dan pemerintah pusat agar mengembalikan UUD 1945 ke aslinya. “Kalau tidak, lambat laun kita akan kembalo menjadi budak di negara kita. Kita akan dijajah oleh Belanda-Belanda hitam. Kita sangat sayangkan banyak negara kita yang pergi keluar negeri jadi budak, dan sebaliknya banyak orang asing yang jadi toke di negara kita,” katanya kesal.

TRIADI WIBOWO/SUMUT POS--dua orang turis asing dengan di dampingi seorang gaet berjalan di halaman Masjid Raya Medan, Selasa (24/6). Masjid raya merupakan salah satu ikon kota Medan dan banyak di kunjugi turis lokal dan mancanegara.
TRIADI WIBOWO/SUMUT POS   — Dua orang asing berjalan di halaman Masjid Raya Medan, Selasa (24/6). 

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Pemerintah Kota Medan dan pihak Imigrasi diminta dapat mengontrol keberadaan orang asing di Kota Medan. Khususnya, pengungsi ilegal atau pendatang haram yang semakin banyak dapat mengancam kedaulatan negara.

“Mereka (pengungsi ilegal, red) ini ibarat pohon. Kecil dapat dicabut, kalau sudah besar susah dicabut. Pemerintah harus benar-benar menaruh perhatian, karena kehadiran mereka saat ini tidak terkontrol,” kata perwakilan Aliansi Bumi Putera, Anuar Bakti saat mengikuti Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi A DPRD Medan, dan Kepala Kantor Imigrasi (Kanim) Kelas I Khusus Medan, Lilik Bambang Lestari, Kanim Kelas I Polonia, Heriyanto, Kanim Kelas II Belawan, Bagus Putu dan Rudenim Medan, di ruang Badan Anggaran DPRD Medan, Kamis (19/5).

Diakuinya, buntut dari peningkatan pengungsi tersebut, dapat menyebabkan masyarakat pribumi dapat menjadi tamu di negara sendiri. “Saat ini aja, sudah ada pengungsi ilegal yang berasal dari 18 negara konflik tinggal di Medan. Kita melihat sudah terjadi pergeseran komposisi demografi. Kita terancam dikepung sejumlah etnis dan berakibat terasing di negara sendiri. Ini harus kita batasi untuk kepentingan anak cucu kelak,” imbuhnya.

Perwakilan lain, Ruffinol Barus, mengingatkan seluruh masyarakat untuk dapat membela bangsa sendiri. Hal itu juga sesuai dengan pasal 30 UUD 1945.

“Kita sudah banyak menemukan pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan pengungsi ilegal. Seperti mengendarai kendaraan bermotor tanpa memiliki SIM, jalan-jalan tidak membawa identitas, dan bekerja tanpa izin,” imbuh mahasiswa S3 Universitas Sumatera Utara (USU) ini.

Berdasarkan pengakuan dari Protection Associate United Nation High Commissioner for Refuges (UNHCR), sebut dia, mengatakan saat ini ada 1.964 orang asing yang masuk ke Medan. Sementara yang sudah terdaftar masih 1.200 lainnya masih suaka. Di sisi lain, keberadaan pengungsi ilegal di Medan juga menimbulkan kesenjangan sosial bagi masyarakat setempat. Di mana, para pengungsi mendapat fasilitas memadai dan subsidi keuangan dari Internasional Organization of Migration (IOM).

“Bayangkan saja, seorang nenek Basaria Nasution, berusia 90 tahun harus bekerja mencari uang dengan mengendarai sepeda ontel miliknya dari pagi. Itupun hanya mendapat upah Rp15 ribu perhari. Sedangkan mereka (pengungsi, red) tinggal di tempat mewah dan diberikan uang Rp1,5 juta perbulan. Beberapa di antara mereka enak-enak nongkrong di Carefour. Saya lihat itu karena kebetulan dekat rumah saya,” ungkapnya.

Begitu juga dengan persoalan sosial, Barus menerangkan, ada salah seorang warga Indonesia, Rani, harus menanggung beban membiayai hidup dan anaknya sendiri karena telah menjadi korban ‘penipuan’ pengungsi ilegal bernama Rasyid.

“Dia awalnya berkenalan dengan Rasyid melalui facebook. Mereka telah berpacaran lama lalu menikah. Tapi tiga bulan ini, persisnya saat aqiqah anaknya, Rasyid menghilang entah kemana. Ini juga menjadi problem bagi kita masyarakat pribumi,” jelas Barus.

Razaki Nainggolan, mendorong DPRD Medan untuk memperjuangkan ke DPR RI dan pemerintah pusat agar mengembalikan UUD 1945 ke aslinya. “Kalau tidak, lambat laun kita akan kembalo menjadi budak di negara kita. Kita akan dijajah oleh Belanda-Belanda hitam. Kita sangat sayangkan banyak negara kita yang pergi keluar negeri jadi budak, dan sebaliknya banyak orang asing yang jadi toke di negara kita,” katanya kesal.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/