26.7 C
Medan
Saturday, May 18, 2024

Dahlan Minta Direksi BUMN-BUMD Lebih Hati-hati

Foto: Dite Surendra/Jawa Pos
Dahlan Iskan saat sidang di Pengadilan Tipikor Surabaya, Jalan Raya Juanda, Sidoarjo kemarin(21/4/2017). Hakim Ketua M Tahsin memvonis 2 tahun penjara dengan denda Rp 100 juta dalam kasus korupsi pelepasan aset PT PWU.

SURABAYA, SUMUTPOS.CO – Majelis hakim akhirnya tetap menganggap Dahlan Iskan bersalah dalam perkara kasus pelepasan aset PT Panca Wira Usaha (PWU) Jatim. Mereka menjatuhkan vonis dua tahun penjara untuk Dahlan. Vonis itu membuat direksi BUMN dan BUMD harus lebih berhati-hati dalam melakukan tindakan korporasi. Sebab, Undang-Undang Perseroan Terbatas (UU PT) tak sepenuhnya dipakai ketika berhadapan dengan hukum.

Usai sidang, Dahlan mewanti-wanti para direksi BUMN atau BUMD agar memperhatikan hal tersebut. ”Teman-teman yang kini jadi direksi perusahaan daerah, menjadi direksi BUMN atau BUMD, tolong belajar dari apa yang terjadi di sidang ini dan sidang-sidang sebelumnya,” tutur mantan menteri BUMN itu.

”Terus terang saya dulu tidak menyangka kalau ini tidak sepenuhnya harus tunduk pada UU PT,” sambung Dahlan.

Padahal, sebelum memutuskan menerima permintaan untuk mengabdi di PT PWU, Dahlan sudah mendapatkan kepastian dari Gubernur Jatim (saat itu) Imam Utomo.

”Dijawab oleh gubernur bahwa ini PT, sepenuhnya tunduk pada UU PT. Tapi ternyata tidak. Anggaplah ini kebodohan saya,” katanya. Dahlan mengaku sebagai direktur utama harus siap bertanggung jawab. Bagi Dahlan, sebagai pimpinan, dirinya harus bisa menerima. ”Bukan hanya enaknya, tapi juga pahitnya,” imbuh dia.

Dahlan mencontohkan konsekuensi atas apa yang ditandatanganinya. Menurut dia, sebagai direktur utama, memang dirinya harus menandatangani sejumlah dokumen. ”Tapi, ternyata yang saya tanda tangani itu ada yang tidak betul. Ya itu risiko pimpinan,” ujarnya.

Entah apa maksud kata ”enaknya” yang disampaikan Dahlan. Sebab, ketika menjadi Dirut PT PWU, nyaris tidak ada istilah enak bagi Dahlan. Dia justru kerap merasakan ketidakenakan.

Misalnya, hampir sepuluh tahun Dahlan tak mau menerima gaji, berbagai tunjangan, fasilitas, dan tentium. Justru sebaliknya, dia pernah menjadi personal guarantee bagi PWU agar bisa mendapatkan pinjaman dari bank Rp 40 miliar. Dahlan juga pernah meminjamkan uangnya Rp 5 miliar agar PWU bisa membangun gedung megah Jatim Expo (kini JX International).

Majelis hakim yang menyidangkan kasus penjualan aset PWU menganggap Dahlan bersalah karena tidak melakukan kontrol terhadap anak buah yang menjual aset sehingga menguntungkan orang lain dan korporasi. Kendati demikian, hakim juga memastikan bahwa Dahlan tidak menggunakan uang hasil penjualan aset itu untuk kepentingan pribadi sepeser pun maupun menerima aliran duit dari pihak mana pun.

Dalam putusan yang dibacakan dalam sidang di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Surabaya kemarin (21/4) tersebut, hakim menghukum Dahlan dua tahun penjara dan denda Rp 100 juta. Hakim tidak membebani Dahlan membayar uang pengganti karena menganggapnya tidak menikmati duit sepeser pun. Dahlan dianggap melanggar pasal 3 UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Dalam pertimbangannya, majelis hakim menyatakan, Dahlan melakukan kesalahan karena tidak melakukan pengawasan (monitoring) dan tak mengikuti perkembangan penjualan aset di Kediri dan Tulungagung. ”Sebagai tanggung jawab sebagai Dirut, setidaknya bisa menanyakan ke ketua tim penjualan Wisnu Wardhana terkait penjualan aset,” kata hakim.

Sebab, pelepasan aset oleh tim penjualan dilakukan tidak prosedural. Misalnya, penentuan nilai aset tidak didasarkan pada harga pasar, NJOP, dan taksiran harga tim appraisal independen. Tim penjualan juga tidak melakukan penaksiran harga mesin dan alat produksi pabrik keramik di Tulungagung.

Foto: Dite Surendra/Jawa Pos
Dahlan Iskan saat sidang di Pengadilan Tipikor Surabaya, Jalan Raya Juanda, Sidoarjo kemarin(21/4/2017). Hakim Ketua M Tahsin memvonis 2 tahun penjara dengan denda Rp 100 juta dalam kasus korupsi pelepasan aset PT PWU.

SURABAYA, SUMUTPOS.CO – Majelis hakim akhirnya tetap menganggap Dahlan Iskan bersalah dalam perkara kasus pelepasan aset PT Panca Wira Usaha (PWU) Jatim. Mereka menjatuhkan vonis dua tahun penjara untuk Dahlan. Vonis itu membuat direksi BUMN dan BUMD harus lebih berhati-hati dalam melakukan tindakan korporasi. Sebab, Undang-Undang Perseroan Terbatas (UU PT) tak sepenuhnya dipakai ketika berhadapan dengan hukum.

Usai sidang, Dahlan mewanti-wanti para direksi BUMN atau BUMD agar memperhatikan hal tersebut. ”Teman-teman yang kini jadi direksi perusahaan daerah, menjadi direksi BUMN atau BUMD, tolong belajar dari apa yang terjadi di sidang ini dan sidang-sidang sebelumnya,” tutur mantan menteri BUMN itu.

”Terus terang saya dulu tidak menyangka kalau ini tidak sepenuhnya harus tunduk pada UU PT,” sambung Dahlan.

Padahal, sebelum memutuskan menerima permintaan untuk mengabdi di PT PWU, Dahlan sudah mendapatkan kepastian dari Gubernur Jatim (saat itu) Imam Utomo.

”Dijawab oleh gubernur bahwa ini PT, sepenuhnya tunduk pada UU PT. Tapi ternyata tidak. Anggaplah ini kebodohan saya,” katanya. Dahlan mengaku sebagai direktur utama harus siap bertanggung jawab. Bagi Dahlan, sebagai pimpinan, dirinya harus bisa menerima. ”Bukan hanya enaknya, tapi juga pahitnya,” imbuh dia.

Dahlan mencontohkan konsekuensi atas apa yang ditandatanganinya. Menurut dia, sebagai direktur utama, memang dirinya harus menandatangani sejumlah dokumen. ”Tapi, ternyata yang saya tanda tangani itu ada yang tidak betul. Ya itu risiko pimpinan,” ujarnya.

Entah apa maksud kata ”enaknya” yang disampaikan Dahlan. Sebab, ketika menjadi Dirut PT PWU, nyaris tidak ada istilah enak bagi Dahlan. Dia justru kerap merasakan ketidakenakan.

Misalnya, hampir sepuluh tahun Dahlan tak mau menerima gaji, berbagai tunjangan, fasilitas, dan tentium. Justru sebaliknya, dia pernah menjadi personal guarantee bagi PWU agar bisa mendapatkan pinjaman dari bank Rp 40 miliar. Dahlan juga pernah meminjamkan uangnya Rp 5 miliar agar PWU bisa membangun gedung megah Jatim Expo (kini JX International).

Majelis hakim yang menyidangkan kasus penjualan aset PWU menganggap Dahlan bersalah karena tidak melakukan kontrol terhadap anak buah yang menjual aset sehingga menguntungkan orang lain dan korporasi. Kendati demikian, hakim juga memastikan bahwa Dahlan tidak menggunakan uang hasil penjualan aset itu untuk kepentingan pribadi sepeser pun maupun menerima aliran duit dari pihak mana pun.

Dalam putusan yang dibacakan dalam sidang di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Surabaya kemarin (21/4) tersebut, hakim menghukum Dahlan dua tahun penjara dan denda Rp 100 juta. Hakim tidak membebani Dahlan membayar uang pengganti karena menganggapnya tidak menikmati duit sepeser pun. Dahlan dianggap melanggar pasal 3 UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Dalam pertimbangannya, majelis hakim menyatakan, Dahlan melakukan kesalahan karena tidak melakukan pengawasan (monitoring) dan tak mengikuti perkembangan penjualan aset di Kediri dan Tulungagung. ”Sebagai tanggung jawab sebagai Dirut, setidaknya bisa menanyakan ke ketua tim penjualan Wisnu Wardhana terkait penjualan aset,” kata hakim.

Sebab, pelepasan aset oleh tim penjualan dilakukan tidak prosedural. Misalnya, penentuan nilai aset tidak didasarkan pada harga pasar, NJOP, dan taksiran harga tim appraisal independen. Tim penjualan juga tidak melakukan penaksiran harga mesin dan alat produksi pabrik keramik di Tulungagung.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/