26.7 C
Medan
Friday, May 3, 2024

Djarot-Sihar untuk Sumatera Utara

SUTAN SIREGAR/SUMUT POS
PASLON_Pasangan calon gubernur dan wakil gubernur Sumut Djarot Saiful Hidayat- Sihar Sitorus.

Oleh : Anwar Saragih

(Dosen Ilmu Pemerintahan Universitas Darma Agung Medan)

 

23 oktober 2008, Harian Amerika Serikat (As) “The New York Times” membuat keputusan besar dengan “endorsing” (dukungan) ke calon presiden Amerika Serikat dari Partai Demokrat, Barrack Obama untuk menghadapi kandidat lain yang diusung Partai Republik, John McCain. Pada sebuah editorial, media ini menulis artikel yang berjudul “Barack Obama for President”. Lebih lanjut, endorsing kandidat oleh media pada sebuah kontestasi pemilu adalah bentuk sikap dan memastikan keberpihakan untuk mendukung secara terbuka salah satu calon.

Secara empirik, tradisi endorsing media-media di Amerika sudah dimulai sejak kemenangan Abraham Lincoln menjadi presiden lewat Partai Republik di Pilpres AS tahun 1860. Di belahan dunia lainnya, media Inggris, “The Economist” telah melakukan tradisi endorsing di setiap Pemilu Inggris sejak tahun 1955.  Di Indonesia, sebuah kebaruan dalam sikap media dalam endorsing. Ketika Harian “The Jakarta Post” melakukan endorsing kepada Joko Widodo pada Pilpres 2014. Pada sebuah editorialnya, media ini menulis sikap yang diberi judul “Endorsing Jokowi”, tepat 5 hari sebelum dilaksanakan pemungutan suara. (4/7/2014)

Berbeda dengan Harian The New York Times yang merilis argumen alasan mendukung Obama karena harapan akan perubahan di AS dengan ragam program terkait pemulihan ekonomi, kemanan nasional dan perbaikan kesehatan lewat program “Obamacare” yang dipercaya mampu memulihkan kepercayaan diri dan harga diri bangsa.

Pertimbangan The Jakarta Post  dalam mendukung Joko Widodo-Jusuf Kalla saat itu, justru lebih karena alasan moral untuk memperjuangkan pluralisme, hak asasi, dan reformasi. Juga pertimbangan akan peneguhan supremasi sipil  dan ketakutan kejahatan HAM pada masa lalu akan terulang.

Pada konteks pilkada, fenomena endorsing sebuah media untuk satu pasangan calon tentu menjadi pertimbangan menarik dimasukkan dalam proses demokratisasi di daerah. Alasannya sangat kuat, mengingat beberapa media baik cetak, digital maupun elektronik selama ini hanya secara implisit malu-malu mendukung salah satu pasangan calon dengan hanya memainkan framing tidak berimbang berita negatif atau positif kandidat.

Tidak hanya itu, keterikatan media dan tokoh-tokoh yang terafiliasi partai politik tertentu menyebabkan kapitalisasi di pemberitaan media itu sendiri. Indikatornya bisa dilihat dengan hitungan jumlah pemberitaan maupun frekuensi kampanye media salah satu paslon di sebuah pemilu. Baik pileg, pilpres maupun pilkada.

SUTAN SIREGAR/SUMUT POS
PASLON_Pasangan calon gubernur dan wakil gubernur Sumut Djarot Saiful Hidayat- Sihar Sitorus.

Oleh : Anwar Saragih

(Dosen Ilmu Pemerintahan Universitas Darma Agung Medan)

 

23 oktober 2008, Harian Amerika Serikat (As) “The New York Times” membuat keputusan besar dengan “endorsing” (dukungan) ke calon presiden Amerika Serikat dari Partai Demokrat, Barrack Obama untuk menghadapi kandidat lain yang diusung Partai Republik, John McCain. Pada sebuah editorial, media ini menulis artikel yang berjudul “Barack Obama for President”. Lebih lanjut, endorsing kandidat oleh media pada sebuah kontestasi pemilu adalah bentuk sikap dan memastikan keberpihakan untuk mendukung secara terbuka salah satu calon.

Secara empirik, tradisi endorsing media-media di Amerika sudah dimulai sejak kemenangan Abraham Lincoln menjadi presiden lewat Partai Republik di Pilpres AS tahun 1860. Di belahan dunia lainnya, media Inggris, “The Economist” telah melakukan tradisi endorsing di setiap Pemilu Inggris sejak tahun 1955.  Di Indonesia, sebuah kebaruan dalam sikap media dalam endorsing. Ketika Harian “The Jakarta Post” melakukan endorsing kepada Joko Widodo pada Pilpres 2014. Pada sebuah editorialnya, media ini menulis sikap yang diberi judul “Endorsing Jokowi”, tepat 5 hari sebelum dilaksanakan pemungutan suara. (4/7/2014)

Berbeda dengan Harian The New York Times yang merilis argumen alasan mendukung Obama karena harapan akan perubahan di AS dengan ragam program terkait pemulihan ekonomi, kemanan nasional dan perbaikan kesehatan lewat program “Obamacare” yang dipercaya mampu memulihkan kepercayaan diri dan harga diri bangsa.

Pertimbangan The Jakarta Post  dalam mendukung Joko Widodo-Jusuf Kalla saat itu, justru lebih karena alasan moral untuk memperjuangkan pluralisme, hak asasi, dan reformasi. Juga pertimbangan akan peneguhan supremasi sipil  dan ketakutan kejahatan HAM pada masa lalu akan terulang.

Pada konteks pilkada, fenomena endorsing sebuah media untuk satu pasangan calon tentu menjadi pertimbangan menarik dimasukkan dalam proses demokratisasi di daerah. Alasannya sangat kuat, mengingat beberapa media baik cetak, digital maupun elektronik selama ini hanya secara implisit malu-malu mendukung salah satu pasangan calon dengan hanya memainkan framing tidak berimbang berita negatif atau positif kandidat.

Tidak hanya itu, keterikatan media dan tokoh-tokoh yang terafiliasi partai politik tertentu menyebabkan kapitalisasi di pemberitaan media itu sendiri. Indikatornya bisa dilihat dengan hitungan jumlah pemberitaan maupun frekuensi kampanye media salah satu paslon di sebuah pemilu. Baik pileg, pilpres maupun pilkada.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/