25.6 C
Medan
Sunday, May 5, 2024

Gusur Rumah Pinggir Rel, Petugas Dilempari Batu

Foto: Fadli/PM Seorang Warga Yang Tak Terima Rumahnya Dirubuhkan Coba Ditenangkan Polisi Wanita
Foto: Fadli/PM
Seorang Warga Yang Tak Terima Rumahnya Dirubuhkan Coba Ditenangkan Polisi Wanita

MEDAN, SUMUTPOS.CO  – Penertiban bangunan rumah dipinggiran rel kereta api di sepanjang jalur di kawasan Jl Bambu/Jl Karantina Kecamatan Medan Timur hingga ke Pulo Brayan, Rabu (23/11) berlangsung ricuh.

Kericuhan terjadi ketika petugas PT KAI bersama Polisi Khusus Kereta Api (Polsuska), Satpol PP Medan, dan Polrestabes Medan, yang melakukan penertiban dilempari oleh sejumlah warga, ketika penertiban sampai di Jl Ampera Medan.

Suasana penertiban yang awalnya lancar, tiba tiba berubah ricuh, sekitar pukul 14.00 WIB, sejumlah warga yang didominasi kaum wanita dan anak anak yang awalnya menonton penertiban, tiba-tiba berlarian ke arah Jalan Karantina, menghindari lokasi.

“Sudah rusuh diujung sana, ada warga yang melempari,” kata salah seorang wanita tergopoh-gopoh meninggalkan lokasi.

Petugas yang dilempari batu, lalu membalas dengan meletuskan gas air mata kearah gerombolan warga, yang berkumpul menantang di tengah perlintasan rel kereta api.

“Kami manusia, bukan hewan, seenak kalian saja menggusur, tanpa ada pemberitahuan, majulah bekonya (ekskavator) kami bakar,” teriak seorang pria menghadang bersama puluhan warga lain.

Melihat amukan warga, ekskavator yang sedari pagi beroperasi merubuhkan bangunan permanen, seketika berhenti. Sementara, Anggota DPRD Medan yakni Boydo Simanjuntak dari Komisi C, dan Roby Barus Komisi A, keduanya dari Fraksi PDI Perjuangan, menjumpai warga yang menolak eksekusi.

Warga dan anggota dewan lalu berdialog di tengah perlintasan rel. Usai berbincang dengan warga, Boydo lalu menyampaikan kepada petugas penertiban agar menunda proses penertiban dengan alasan warga belum ada persiapan memindahkan barang-barang dan tempat bernaung bila digusur.

“Kami mohon agar penertiban ini dihentikan sementara sampai hari Minggu, biar warga bisa memindahkan barangnya, kami mohon ditunda, dan penundaan ini sudah disepakati PT KAI,” katanya.

Mendengar permohonan anggota DPRD Medan, petugas penertiban lalu menjumpai warga. Dialog kembali terjadi, diwarnai aksi tegang urat, akhirnya petugas memutuskan sepakat untuk menunda eksekusi, sampai hari Senin (28/11).

“Kami beri waktu tenggat 3 hari, ketika Senin nanti kami gusur, tidak ada lagi barang barang di dalam rumah, bila nanti ada orang di dalam rumah itu bukan tanggung jawab kami,” kata Kapolsuska Rafael Nadeak, di hadapan warga.

Jerih payah warga yang berjuang meminta ekseskusi sementara, akhirnya terkabul. Pascaricuh, seluruh aparat keamanan ditarik mundur dari lokasi.

“Kami mohon juga sama anggota dewan, kawal kami, juga mengenai transparansi pembagian tali asih (bantuan uang pindah) dari PT KAI, dikawal juga,” kata seorang warga.

Terpisah, Humas PT Kerata Api Divre I Sumut-Aceh, Joni, mengungkapkan penggusuran rumah pinggiran rel di Kawasan Pulo Brayan, karena bermukim di lahan milik kereta api. “Jadi, penggusuran warga pinggiran rel ini untuk mempercepat pembangunan jalur layang yang nantinya akan dilintasi kereta api yang dimulai dari titik Nol Medan hingga 3 KM di kawasan Pulo Brayan,” ungkapnya saat ditemui  di lokasi.

Joni menerangkan lagi,  awalnya ada 703 kepala keluarga (KK) yang tinggal di kawasan pinggiran rel. Setelah dilakukan sosialisi, mediasi dan memberikan surat peringatan I,II dan III akhirnya sebanyak 603 KK bersedia pindah dengan membongkar kediamannya sendiri. “Nah, hari ini 174 KK merupakan sisa dari 703 KK yang belum pindah dari lokasi pinggiran rel tersebut. Sehingga kita lakukan penertiban,” terangnya dalam penertiban warga pinggiran rel sedikitnya 1.627 personel gabungan diturunkan untuk mengamankan eksekusi.

Disinggung mengenai biaya ganti rugi, Joni, menuturkan bukan biaya ganti rugi tetapi upah bongkar yang diberikan kepada setiap penduduk yang melakukan pembongkaran sendiri.

“Sudah kita berikan itu (upah bongkar) kepada semua warga pinggiran rel. Dengan catatan apabila sudah dibongkar baru diberikan uangnya. Nah, untuk warga yang belum kita berikan dananya itu karena belum melakukan pembongkaran,” jelasnya. (fad/rbb)

Foto: Fadli/PM Seorang Warga Yang Tak Terima Rumahnya Dirubuhkan Coba Ditenangkan Polisi Wanita
Foto: Fadli/PM
Seorang Warga Yang Tak Terima Rumahnya Dirubuhkan Coba Ditenangkan Polisi Wanita

MEDAN, SUMUTPOS.CO  – Penertiban bangunan rumah dipinggiran rel kereta api di sepanjang jalur di kawasan Jl Bambu/Jl Karantina Kecamatan Medan Timur hingga ke Pulo Brayan, Rabu (23/11) berlangsung ricuh.

Kericuhan terjadi ketika petugas PT KAI bersama Polisi Khusus Kereta Api (Polsuska), Satpol PP Medan, dan Polrestabes Medan, yang melakukan penertiban dilempari oleh sejumlah warga, ketika penertiban sampai di Jl Ampera Medan.

Suasana penertiban yang awalnya lancar, tiba tiba berubah ricuh, sekitar pukul 14.00 WIB, sejumlah warga yang didominasi kaum wanita dan anak anak yang awalnya menonton penertiban, tiba-tiba berlarian ke arah Jalan Karantina, menghindari lokasi.

“Sudah rusuh diujung sana, ada warga yang melempari,” kata salah seorang wanita tergopoh-gopoh meninggalkan lokasi.

Petugas yang dilempari batu, lalu membalas dengan meletuskan gas air mata kearah gerombolan warga, yang berkumpul menantang di tengah perlintasan rel kereta api.

“Kami manusia, bukan hewan, seenak kalian saja menggusur, tanpa ada pemberitahuan, majulah bekonya (ekskavator) kami bakar,” teriak seorang pria menghadang bersama puluhan warga lain.

Melihat amukan warga, ekskavator yang sedari pagi beroperasi merubuhkan bangunan permanen, seketika berhenti. Sementara, Anggota DPRD Medan yakni Boydo Simanjuntak dari Komisi C, dan Roby Barus Komisi A, keduanya dari Fraksi PDI Perjuangan, menjumpai warga yang menolak eksekusi.

Warga dan anggota dewan lalu berdialog di tengah perlintasan rel. Usai berbincang dengan warga, Boydo lalu menyampaikan kepada petugas penertiban agar menunda proses penertiban dengan alasan warga belum ada persiapan memindahkan barang-barang dan tempat bernaung bila digusur.

“Kami mohon agar penertiban ini dihentikan sementara sampai hari Minggu, biar warga bisa memindahkan barangnya, kami mohon ditunda, dan penundaan ini sudah disepakati PT KAI,” katanya.

Mendengar permohonan anggota DPRD Medan, petugas penertiban lalu menjumpai warga. Dialog kembali terjadi, diwarnai aksi tegang urat, akhirnya petugas memutuskan sepakat untuk menunda eksekusi, sampai hari Senin (28/11).

“Kami beri waktu tenggat 3 hari, ketika Senin nanti kami gusur, tidak ada lagi barang barang di dalam rumah, bila nanti ada orang di dalam rumah itu bukan tanggung jawab kami,” kata Kapolsuska Rafael Nadeak, di hadapan warga.

Jerih payah warga yang berjuang meminta ekseskusi sementara, akhirnya terkabul. Pascaricuh, seluruh aparat keamanan ditarik mundur dari lokasi.

“Kami mohon juga sama anggota dewan, kawal kami, juga mengenai transparansi pembagian tali asih (bantuan uang pindah) dari PT KAI, dikawal juga,” kata seorang warga.

Terpisah, Humas PT Kerata Api Divre I Sumut-Aceh, Joni, mengungkapkan penggusuran rumah pinggiran rel di Kawasan Pulo Brayan, karena bermukim di lahan milik kereta api. “Jadi, penggusuran warga pinggiran rel ini untuk mempercepat pembangunan jalur layang yang nantinya akan dilintasi kereta api yang dimulai dari titik Nol Medan hingga 3 KM di kawasan Pulo Brayan,” ungkapnya saat ditemui  di lokasi.

Joni menerangkan lagi,  awalnya ada 703 kepala keluarga (KK) yang tinggal di kawasan pinggiran rel. Setelah dilakukan sosialisi, mediasi dan memberikan surat peringatan I,II dan III akhirnya sebanyak 603 KK bersedia pindah dengan membongkar kediamannya sendiri. “Nah, hari ini 174 KK merupakan sisa dari 703 KK yang belum pindah dari lokasi pinggiran rel tersebut. Sehingga kita lakukan penertiban,” terangnya dalam penertiban warga pinggiran rel sedikitnya 1.627 personel gabungan diturunkan untuk mengamankan eksekusi.

Disinggung mengenai biaya ganti rugi, Joni, menuturkan bukan biaya ganti rugi tetapi upah bongkar yang diberikan kepada setiap penduduk yang melakukan pembongkaran sendiri.

“Sudah kita berikan itu (upah bongkar) kepada semua warga pinggiran rel. Dengan catatan apabila sudah dibongkar baru diberikan uangnya. Nah, untuk warga yang belum kita berikan dananya itu karena belum melakukan pembongkaran,” jelasnya. (fad/rbb)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/