26.7 C
Medan
Sunday, May 12, 2024

Dibom! Sembilan Meledak, Arca Bima Lolos

Daoed mengabarkan ini kepada Kedutaan Besar Indonesia di Paris. Pendek kisah, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Mashuri memberi Daoed Joesof jabatan formal; penasehat delegasi Indonesia untuk UNESCO.

Sambil kuliah, melalui diskusi-diskusi di forum UNESCO, dia aktif meyakinkan bahwa Candi Borobudur perlu diselamatkan.

“Saat itu yang menjadi saingan Borobudur kota air Venesia, Italia dan Mohenjrodaro, kota tua di Pakistan. Akhirnya Borobudur menang,” tulis Daoed Joesoef dalam bukunya, Borobudur.

29 Januari 1973. Pemerintah Indonesia dan UNESCO menandatangani persetujuan. Hari itu juga, UNESCO dan member states yang bersedia membantu pendanaan pemugaran Borobudur juga teken perjanjian.

UNESCO aktif mengirim delegasinya yang terdiri dari pakar berbagai disiplin ilmu untuk penyelamatan Borobudur ke Indonesia. Mereka bertukar pikiran dengan ahli-ahli Indonesia. 10 Agustus 1973 pemugaran resmi dimulai.

“Tenaga teknis dan pekerja sebanyak 600 hingga 700 orang,” tulis Daoed yang pada 1978–lima tahun setelah kembali ke tanah air–diangkat menjadi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan oleh Presiden Soeharto.

Dengan jabatan itu, dia berkewajiban mengawasi jalannya proyek pemugaran Borobudur. Selama proses pemugaran berlangsung, Daoed mengaku sering dikirimi surat kaleng.

“Isinya berupa makian, hujatan dan kutukan bahwa saya orang kafir. Karena bertanggungjawab atas pembangunan berhala terbesar di tanah air.”
Menurut dia, dari gaya bahasa yang dipakai dan ayat-ayat yang diketengahkan, sebenarnya sudah jelas si penulis surat kaleng hidup dan berada di lingkungan yang mana.

Dia abai. Proyek jalan terus. Pada 23 Februari 1983 pemugaran Candi Borobudur yang menghabiskan dana US$24 juta, dinyatakan berakhir dan sukses sesuai rencana.

Pukul 10.30, Presiden Soeharto disaksikan Direktur Jenderal UNESCO A.M. M’bow menandatangani prasasti dan sampul hari pertama perangko seri Borobudur.

Dalam riuh rendah kegembiraan hari itu, Daoed resah. Adi Putera Parlindungan, sekondan lama yang kala itu sudah jadi guru besar dan Rektor Universitas Sumatera Utara berhalangan hadir.

Dan Daoed lebih resah lagi ketika dua tahun setelah peresmian itu, entah ada hubungan dengan surat-surat kaleng yang pernah diterimanya atau tidak, Borobudur dibom, Senin dinihari, 21 Januari 1985.

Empat bulan kemudian, polisi menangkap dua bersaudara, Abdul Kadir bin Ali al-Habsyi dan Husein bin Ali al-Habsyi. Mohammad Jawad yang disebut-sebut sebagai otak aksi itu tak pernah tertangkap.

Akibat bom itu, sembilan stupa rusak. Sebenarnya bom yang dipasang sebanyak 11 buah. Tapi, 2 di antaranya tidak meledak. Yakni, yang diletakkan di punggung arca Bima.

“Itu arca Dhyani Budha yang selama ini dikeramatkan oleh para pengunjung,” tulis Daoed Joesoef. (wow/jpnn)

Daoed mengabarkan ini kepada Kedutaan Besar Indonesia di Paris. Pendek kisah, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Mashuri memberi Daoed Joesof jabatan formal; penasehat delegasi Indonesia untuk UNESCO.

Sambil kuliah, melalui diskusi-diskusi di forum UNESCO, dia aktif meyakinkan bahwa Candi Borobudur perlu diselamatkan.

“Saat itu yang menjadi saingan Borobudur kota air Venesia, Italia dan Mohenjrodaro, kota tua di Pakistan. Akhirnya Borobudur menang,” tulis Daoed Joesoef dalam bukunya, Borobudur.

29 Januari 1973. Pemerintah Indonesia dan UNESCO menandatangani persetujuan. Hari itu juga, UNESCO dan member states yang bersedia membantu pendanaan pemugaran Borobudur juga teken perjanjian.

UNESCO aktif mengirim delegasinya yang terdiri dari pakar berbagai disiplin ilmu untuk penyelamatan Borobudur ke Indonesia. Mereka bertukar pikiran dengan ahli-ahli Indonesia. 10 Agustus 1973 pemugaran resmi dimulai.

“Tenaga teknis dan pekerja sebanyak 600 hingga 700 orang,” tulis Daoed yang pada 1978–lima tahun setelah kembali ke tanah air–diangkat menjadi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan oleh Presiden Soeharto.

Dengan jabatan itu, dia berkewajiban mengawasi jalannya proyek pemugaran Borobudur. Selama proses pemugaran berlangsung, Daoed mengaku sering dikirimi surat kaleng.

“Isinya berupa makian, hujatan dan kutukan bahwa saya orang kafir. Karena bertanggungjawab atas pembangunan berhala terbesar di tanah air.”
Menurut dia, dari gaya bahasa yang dipakai dan ayat-ayat yang diketengahkan, sebenarnya sudah jelas si penulis surat kaleng hidup dan berada di lingkungan yang mana.

Dia abai. Proyek jalan terus. Pada 23 Februari 1983 pemugaran Candi Borobudur yang menghabiskan dana US$24 juta, dinyatakan berakhir dan sukses sesuai rencana.

Pukul 10.30, Presiden Soeharto disaksikan Direktur Jenderal UNESCO A.M. M’bow menandatangani prasasti dan sampul hari pertama perangko seri Borobudur.

Dalam riuh rendah kegembiraan hari itu, Daoed resah. Adi Putera Parlindungan, sekondan lama yang kala itu sudah jadi guru besar dan Rektor Universitas Sumatera Utara berhalangan hadir.

Dan Daoed lebih resah lagi ketika dua tahun setelah peresmian itu, entah ada hubungan dengan surat-surat kaleng yang pernah diterimanya atau tidak, Borobudur dibom, Senin dinihari, 21 Januari 1985.

Empat bulan kemudian, polisi menangkap dua bersaudara, Abdul Kadir bin Ali al-Habsyi dan Husein bin Ali al-Habsyi. Mohammad Jawad yang disebut-sebut sebagai otak aksi itu tak pernah tertangkap.

Akibat bom itu, sembilan stupa rusak. Sebenarnya bom yang dipasang sebanyak 11 buah. Tapi, 2 di antaranya tidak meledak. Yakni, yang diletakkan di punggung arca Bima.

“Itu arca Dhyani Budha yang selama ini dikeramatkan oleh para pengunjung,” tulis Daoed Joesoef. (wow/jpnn)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/