26.7 C
Medan
Sunday, May 19, 2024

Pedagang Terompet Tahun Baru

Mulai Penarik Betor hingga Tukang Cuci

Pria yang kesehariannya bekerja sebagai penarik betor (becak bermotor) bernama Sukirno memanfaatkan pergantian tahun dengan menjual terompet. Dari hasil menjual terompet pria berusia 41 tahun yang membuka usaha di Jalan Setia Luhur No 138 A Medan Helvetia itu bisa menghasilakn uang
Rp4 juta per hari.

ALIH USAHA: Sukirno bersama  terompet hasil buatannya  siap dipasarkan.//M Sahbainy/sumut pos
ALIH USAHA: Sukirno bersama dengan terompet hasil buatannya yang siap dipasarkan.//M Sahbainy/sumut pos

Saat ditemui Sukirno terlihat sedang membuat trompet yang akank dijualnya ke pasar. Diiringi lantunan musik Melayu Sukirno membentuk terompet mirip seperti naga, dinosaurus, harimau, burung, kupu-kupu, kuda, merak, saksofon, topi dan lainnya. Sukirno mengatakan, sejak kecil sudah belajar membuat terompet.  “Awalnya hanya melihat-melihat saja dan akhirnya bisa membuat terompet,” ucapnyan
Menurutnya, sebelum menjadi pengrajin terompet dia sudah menjadi pengrajin rotan.

“Saat itu saya membuat kursi atau meja dari rotan, menurut saya tidak jauh berbeda dengan seni membuat terompet,”kata Sukirno.
Karena tertarik dengan bisnis terompet dia beralih membuat terompet saat berusia 25 tahun. Untuk membuat terompet bahan yang paling utama korton, bambu, tabung terompet, kertas poligram, lem, balon, hekter dan lainnya.

Menurutnya, dalam sepekan dia bisa membuat ratusan terompet.
“Awalnya kita bentuk pola dulu, setelah itu tahap selanjutnya kita lakukan penempelan gambar yang diinginkan,”jelas Sukirno.
Sukirno mengatakan, terompet yang paling laris dibeli oleh pedagang eceran bentuk naga dan binatang.

“Mungkin karena bentuknya simpel dan baru,”ungkapnya.
Menurutnya, terompet yang dibuatnya berbeda dari tahun ke tahun, suaranya lebih keras karena sudah memakai tabung untuk pengeras suara dan ditambah dengan karton duplek.

“Dulukan masih pakai selang, jadi suaranya tidak keras,”ucapnya.
Untuk pemasaran, Sukirno memasarkannya ke sejumlah daerah mulai dari Aceh, Sidikalang, Tanjungbalai, Kabanjahe, Medan, Tebingtinggi, Pekanbaru dan Padang.

Menurutnya, menjelang Tahun Baru dalam seminggu dia bisa menjual 2.000 terompet per minggu. Sukirno mengaku, setiap pergantian tahun dia memang mendapatkan berkah yang cukup luar biasa.

“Kalau per hari itu omzetnya bisa mencapai Rp2 juta sampai Rp4 juta per harinya. Kalau tiap hari Tahun Baru bisa kaya,” ucapnya sambil tersenyum.
Memang, setiap menjelang perayaan Tahun Baru, sejumlah pedagang terompet di Kota Medan mulai bermunculan. Sebagian dari pedagang terompet ini adalah orang-orang yang rela beralih profesi menjadi pedagang terompet dari profesi sebelumnya sebagai pekerja doorsmeer, kuli bangunan, maupun tukang cuci pakaian. Mereka sengaja meninggalkan profesi lama untuk mencoba meraup keuntungan dalam momen perayaan akhir tahun.

Pantauan Sumut Pos, lebih dari 10 penjual terompet berjejer rapi di Jalan SM Raja, persis di depan Taman Makam Pahlawan (TMP). Para pedagang menggelar lapak dagangannya hanya beralaskan terpal seadanya. Terompet digantung di kayu yang sudah disediakan dan ditata rapi sedemikian rupa untuk mengundang para pembeli.

Para pedagang terompet ini mulai menghiasi kaki lima ruas Jalan Sisingamangaraja, seminggu sebelum perayaan momen tahun baru. Mereka diperkirakan akan ada sampai dengan 31 Desember dini hari mendatang, dimana puncak perayaan pergantian tahun akan berlangsung.

Ketika ditemui di lapak dagangannya, Iksan (25), warga Jalan Perjuangan Medan yang merupakan salah seorang penjual terompet tahunan ini, mengaku sehari-harinya dia bekerja sebagai pekerja doorsmeer. Dia mengatakan, dirinya kerap meninggalkan profesi lamanya itu untuk berjualan terompet setiap akhir tahun.

“Aku kerja di doorsmeer. Tapi setiap tahun baru aku pasti dagang terompet. Biasalah bang, cari peruntungan,” ujarnya.
Iksan mengatakan, hal tersebut dilakoninya untuk sekedar mencari penghasilan tambahan diluar pendapatannya sebagai pekerja doorsmeer.
“Biar ada variasi aja bang. Hitung-hitung nambah pendapatan,” katanya.

Dari hasil penjualan terompet jenis biasa, Ikhsan mengaku mendapatkan keuntungan Rp1.500 dari harga penjualan Rp3.000 per terompet. Sedangkan terompet berbentuk seperti gitar dan naga, Ikhsan biasa mematok harga Rp15.000.
“Nah, dari Rp15.000 itu aku dapat untung Rp5.000,” bebernya.

Beralih profesi juga dilakoni Hartati (30), warga Jalan SM Raja, penjual terompet lain yang berjulan di lokasi tersebut. Hartati mengaku, kesehariannya bekerja sebagai buruh cuci pakaian. Dia juga mencoba peruntungan lain dengan menjual terompet di momen akhir tahun ini.
“Lumayan bisa nambah-nambahin uang belanja. Setahun sekali juga kok, ya nggak apa-apa kalau dikerjakan,” ujarnya.

Hartati mengatakan, dari pengalaman-pengalaman sebelumnya, pembeli terompet akan ramai satu hari atau hari H perayaan pergantian tahun.
“Biasanya sih ramainya pada satu hari menjelang atau malam perayaan puncaknya. Biasanya bisa laku lebih dari 100 buah. Ya, tergantung rezekilah, Bang,” pungkasnya. (*)

Mulai Penarik Betor hingga Tukang Cuci

Pria yang kesehariannya bekerja sebagai penarik betor (becak bermotor) bernama Sukirno memanfaatkan pergantian tahun dengan menjual terompet. Dari hasil menjual terompet pria berusia 41 tahun yang membuka usaha di Jalan Setia Luhur No 138 A Medan Helvetia itu bisa menghasilakn uang
Rp4 juta per hari.

ALIH USAHA: Sukirno bersama  terompet hasil buatannya  siap dipasarkan.//M Sahbainy/sumut pos
ALIH USAHA: Sukirno bersama dengan terompet hasil buatannya yang siap dipasarkan.//M Sahbainy/sumut pos

Saat ditemui Sukirno terlihat sedang membuat trompet yang akank dijualnya ke pasar. Diiringi lantunan musik Melayu Sukirno membentuk terompet mirip seperti naga, dinosaurus, harimau, burung, kupu-kupu, kuda, merak, saksofon, topi dan lainnya. Sukirno mengatakan, sejak kecil sudah belajar membuat terompet.  “Awalnya hanya melihat-melihat saja dan akhirnya bisa membuat terompet,” ucapnyan
Menurutnya, sebelum menjadi pengrajin terompet dia sudah menjadi pengrajin rotan.

“Saat itu saya membuat kursi atau meja dari rotan, menurut saya tidak jauh berbeda dengan seni membuat terompet,”kata Sukirno.
Karena tertarik dengan bisnis terompet dia beralih membuat terompet saat berusia 25 tahun. Untuk membuat terompet bahan yang paling utama korton, bambu, tabung terompet, kertas poligram, lem, balon, hekter dan lainnya.

Menurutnya, dalam sepekan dia bisa membuat ratusan terompet.
“Awalnya kita bentuk pola dulu, setelah itu tahap selanjutnya kita lakukan penempelan gambar yang diinginkan,”jelas Sukirno.
Sukirno mengatakan, terompet yang paling laris dibeli oleh pedagang eceran bentuk naga dan binatang.

“Mungkin karena bentuknya simpel dan baru,”ungkapnya.
Menurutnya, terompet yang dibuatnya berbeda dari tahun ke tahun, suaranya lebih keras karena sudah memakai tabung untuk pengeras suara dan ditambah dengan karton duplek.

“Dulukan masih pakai selang, jadi suaranya tidak keras,”ucapnya.
Untuk pemasaran, Sukirno memasarkannya ke sejumlah daerah mulai dari Aceh, Sidikalang, Tanjungbalai, Kabanjahe, Medan, Tebingtinggi, Pekanbaru dan Padang.

Menurutnya, menjelang Tahun Baru dalam seminggu dia bisa menjual 2.000 terompet per minggu. Sukirno mengaku, setiap pergantian tahun dia memang mendapatkan berkah yang cukup luar biasa.

“Kalau per hari itu omzetnya bisa mencapai Rp2 juta sampai Rp4 juta per harinya. Kalau tiap hari Tahun Baru bisa kaya,” ucapnya sambil tersenyum.
Memang, setiap menjelang perayaan Tahun Baru, sejumlah pedagang terompet di Kota Medan mulai bermunculan. Sebagian dari pedagang terompet ini adalah orang-orang yang rela beralih profesi menjadi pedagang terompet dari profesi sebelumnya sebagai pekerja doorsmeer, kuli bangunan, maupun tukang cuci pakaian. Mereka sengaja meninggalkan profesi lama untuk mencoba meraup keuntungan dalam momen perayaan akhir tahun.

Pantauan Sumut Pos, lebih dari 10 penjual terompet berjejer rapi di Jalan SM Raja, persis di depan Taman Makam Pahlawan (TMP). Para pedagang menggelar lapak dagangannya hanya beralaskan terpal seadanya. Terompet digantung di kayu yang sudah disediakan dan ditata rapi sedemikian rupa untuk mengundang para pembeli.

Para pedagang terompet ini mulai menghiasi kaki lima ruas Jalan Sisingamangaraja, seminggu sebelum perayaan momen tahun baru. Mereka diperkirakan akan ada sampai dengan 31 Desember dini hari mendatang, dimana puncak perayaan pergantian tahun akan berlangsung.

Ketika ditemui di lapak dagangannya, Iksan (25), warga Jalan Perjuangan Medan yang merupakan salah seorang penjual terompet tahunan ini, mengaku sehari-harinya dia bekerja sebagai pekerja doorsmeer. Dia mengatakan, dirinya kerap meninggalkan profesi lamanya itu untuk berjualan terompet setiap akhir tahun.

“Aku kerja di doorsmeer. Tapi setiap tahun baru aku pasti dagang terompet. Biasalah bang, cari peruntungan,” ujarnya.
Iksan mengatakan, hal tersebut dilakoninya untuk sekedar mencari penghasilan tambahan diluar pendapatannya sebagai pekerja doorsmeer.
“Biar ada variasi aja bang. Hitung-hitung nambah pendapatan,” katanya.

Dari hasil penjualan terompet jenis biasa, Ikhsan mengaku mendapatkan keuntungan Rp1.500 dari harga penjualan Rp3.000 per terompet. Sedangkan terompet berbentuk seperti gitar dan naga, Ikhsan biasa mematok harga Rp15.000.
“Nah, dari Rp15.000 itu aku dapat untung Rp5.000,” bebernya.

Beralih profesi juga dilakoni Hartati (30), warga Jalan SM Raja, penjual terompet lain yang berjulan di lokasi tersebut. Hartati mengaku, kesehariannya bekerja sebagai buruh cuci pakaian. Dia juga mencoba peruntungan lain dengan menjual terompet di momen akhir tahun ini.
“Lumayan bisa nambah-nambahin uang belanja. Setahun sekali juga kok, ya nggak apa-apa kalau dikerjakan,” ujarnya.

Hartati mengatakan, dari pengalaman-pengalaman sebelumnya, pembeli terompet akan ramai satu hari atau hari H perayaan pergantian tahun.
“Biasanya sih ramainya pada satu hari menjelang atau malam perayaan puncaknya. Biasanya bisa laku lebih dari 100 buah. Ya, tergantung rezekilah, Bang,” pungkasnya. (*)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/