26.7 C
Medan
Sunday, May 19, 2024

Pelayanan Gratis Bagi Korban DBD

Penanganan Endemi Demam Berdarah Dengue (DBD) di Medan sampai sekarang belum maksimal. Buktinya, beberapa waktu lalu terdapat tujuh pekerja bangunan asal Jawa Tengah dann Jawa Barat yang bekerja di PT Torganda di Jalan HM Joni terserang DBD. Seperti apa tanggapan anggota Komisi B DPRD Medan Salman Al Farisi mengenai permasalah DBD tersebut? Berikut petikan wawancara wartawan Sumut Pos Ari Sisworo dengan Salman Alfarisi, Minggu (27/2).

Apa yang menyebabkan DBD masih mewabah di Medan?

DBD merupakan endemi yang seharusnya memang jadi tanggung jawab pemerintah, dalam hal ini Pemko Medan. Meskipun dalam kaitannya tidak terlepas dari peran aktif masyarakat. Dalam perkembangannya, DBD ini merupakan salah penyakit yang sangat berbahaya, karena bisa merenggut korban jiwa.

Dari kenyataan yang ada, upaya yang dilakukan Pemko Medan dalam hal ini Dinas Kesehatan Kota Medan belum maksimal. Salah satunya, sejauh ini, pengetahuan dari masyarakat terhadap DBD dan penyebarannya serta penanganan dan antisipasinya, tidak secara keseluruhan diketahui masyarakat. Itu artinya, sosialisasi yang dilakukan Dinas Kesehatan Kota Medan tidak memberikan hasil yang baik.

Bagaimana dengan fogging yang dilakukan Dinas Kesehatan Kota Medan saat ini?

Fogging yang dilakukan selama ini, sudah jadi rahasia umum hanya dilakukan di beberapa rumah saja di satu lingkungan, dan bahkan di satu kelurahan. Kesannya, petugas yang melaksanakan fogging tersebut formalitas saja.

Jadi apa yang harus dilakukan?

Secara tahapan sudah ada sosialisasi, melakukan fogging atau penyemprotan di rumah-rumah warga. Tapi, apa yang dilakukan selama ini terkesan lips service saja. Lakukan pemberantasan dan tindakan antisipatif tersebut dengan cara pendekatan lingkungan. Karena pada prinsipnya, Pemko Medan yang memiliki jajaran hingga ke tingkat kelurahan merupakan motor penggerak pembasmian endemi DBD. Bahkan bukan itu saja, semua persoalan mengenai kesehatan lainnya juga merupakan tanggungjawab dari pemko melalui dinas kesehatannya.

Adakah solusi lainnya?

Secara pribadi, saya pernah mengusulkan, khusus mengenai DBD sebaiknya penderita DBD itu diberi fasilitas berobat gratis di rumah sakit. Fasilitas berobat gratis yang selama ini ada, JPKMS dan Jamkesmas diberikan hanya kepada warga miskin. Kalau dikaji-kaji, penderita DBD ini juga kebanyakan warga miskin. Artinya, pemberian biaya pengobatan gratis itu bisa diberikan kepada keseluruhan warga Medan. Hal ini dikarenakan, apakah ada jaminan kepesertaan JPKMS dan Jamkesmas itu mengakomodir semua warga miskin di Medan. Memang, jumlah peserta di JPKMS dan Jamkesmas mencapai 1 juta jiwa, atau 50 persen dari keseluruhan warga Medan. tapi kembali ke masalah itu, tidak ada jaminan warga miskin itu semua masuk dalam Jamkesmas atau JPKMS. Maka dari itu, menurut hemat saya, ada baiknya kalau keseluruhan warga Medan diberi pelayanan kesehatan secara gratis.

Salah satu contohnya, di Kota Palembang sudah menerapkan seperti itu, begitu juga di salah satu kota di Bali. Mungkin, ini bisa menjadi masukan bagi Pemko Medan. Dengan adanya kebijakan seperti itu, penanganan Gizi Buruk yang masih terjadi di Medan juga bisa terantisipasi. Logikanya seperti ini, kalau nanti ditemukan lagi masalah Gizi Buruk di Medan, itu artinya kepesertaan JPKMS dan Jamkesmas juga belum valid. Karena penderita gizi buruk tidak bisa dipungkiri adalah warga miskin. (*)

Penanganan Endemi Demam Berdarah Dengue (DBD) di Medan sampai sekarang belum maksimal. Buktinya, beberapa waktu lalu terdapat tujuh pekerja bangunan asal Jawa Tengah dann Jawa Barat yang bekerja di PT Torganda di Jalan HM Joni terserang DBD. Seperti apa tanggapan anggota Komisi B DPRD Medan Salman Al Farisi mengenai permasalah DBD tersebut? Berikut petikan wawancara wartawan Sumut Pos Ari Sisworo dengan Salman Alfarisi, Minggu (27/2).

Apa yang menyebabkan DBD masih mewabah di Medan?

DBD merupakan endemi yang seharusnya memang jadi tanggung jawab pemerintah, dalam hal ini Pemko Medan. Meskipun dalam kaitannya tidak terlepas dari peran aktif masyarakat. Dalam perkembangannya, DBD ini merupakan salah penyakit yang sangat berbahaya, karena bisa merenggut korban jiwa.

Dari kenyataan yang ada, upaya yang dilakukan Pemko Medan dalam hal ini Dinas Kesehatan Kota Medan belum maksimal. Salah satunya, sejauh ini, pengetahuan dari masyarakat terhadap DBD dan penyebarannya serta penanganan dan antisipasinya, tidak secara keseluruhan diketahui masyarakat. Itu artinya, sosialisasi yang dilakukan Dinas Kesehatan Kota Medan tidak memberikan hasil yang baik.

Bagaimana dengan fogging yang dilakukan Dinas Kesehatan Kota Medan saat ini?

Fogging yang dilakukan selama ini, sudah jadi rahasia umum hanya dilakukan di beberapa rumah saja di satu lingkungan, dan bahkan di satu kelurahan. Kesannya, petugas yang melaksanakan fogging tersebut formalitas saja.

Jadi apa yang harus dilakukan?

Secara tahapan sudah ada sosialisasi, melakukan fogging atau penyemprotan di rumah-rumah warga. Tapi, apa yang dilakukan selama ini terkesan lips service saja. Lakukan pemberantasan dan tindakan antisipatif tersebut dengan cara pendekatan lingkungan. Karena pada prinsipnya, Pemko Medan yang memiliki jajaran hingga ke tingkat kelurahan merupakan motor penggerak pembasmian endemi DBD. Bahkan bukan itu saja, semua persoalan mengenai kesehatan lainnya juga merupakan tanggungjawab dari pemko melalui dinas kesehatannya.

Adakah solusi lainnya?

Secara pribadi, saya pernah mengusulkan, khusus mengenai DBD sebaiknya penderita DBD itu diberi fasilitas berobat gratis di rumah sakit. Fasilitas berobat gratis yang selama ini ada, JPKMS dan Jamkesmas diberikan hanya kepada warga miskin. Kalau dikaji-kaji, penderita DBD ini juga kebanyakan warga miskin. Artinya, pemberian biaya pengobatan gratis itu bisa diberikan kepada keseluruhan warga Medan. Hal ini dikarenakan, apakah ada jaminan kepesertaan JPKMS dan Jamkesmas itu mengakomodir semua warga miskin di Medan. Memang, jumlah peserta di JPKMS dan Jamkesmas mencapai 1 juta jiwa, atau 50 persen dari keseluruhan warga Medan. tapi kembali ke masalah itu, tidak ada jaminan warga miskin itu semua masuk dalam Jamkesmas atau JPKMS. Maka dari itu, menurut hemat saya, ada baiknya kalau keseluruhan warga Medan diberi pelayanan kesehatan secara gratis.

Salah satu contohnya, di Kota Palembang sudah menerapkan seperti itu, begitu juga di salah satu kota di Bali. Mungkin, ini bisa menjadi masukan bagi Pemko Medan. Dengan adanya kebijakan seperti itu, penanganan Gizi Buruk yang masih terjadi di Medan juga bisa terantisipasi. Logikanya seperti ini, kalau nanti ditemukan lagi masalah Gizi Buruk di Medan, itu artinya kepesertaan JPKMS dan Jamkesmas juga belum valid. Karena penderita gizi buruk tidak bisa dipungkiri adalah warga miskin. (*)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/