31.7 C
Medan
Monday, May 20, 2024

Daya Serap Minim, Pemprovsu tak Mampu Kelola Anggaran

Catatan Refleksi Akhir Tahun Fraksi PDIP DPRD Sumut

Daya serap anggaran tahun 2012 di masing-masing satuan kerja perangkat daerah (SKPD) Pemerintah Provinsi Sumatera Utara (Pemprovsu) masih sangat minim. Terbukti, hingga kini daya serap APBD 2012 masih 71,55 persen. Hal ini membuktikan kalau Pemprovsu tidak mampu mengelola anggaran yang telah ditampung dalam APBD.

Hal ini diungkapkan Ketua Fraksi PDI Perjuangan DPRD Sumut Budiman P Nadapdap SE didampingi Wakil Ketua Fraksi Syamsul Hilal, Sekretaris Fraksi Analisman Zalukhu Ssos MSP, Penasihat Fraksi Eddi Rangkuti dan Wakil Sekretaris Fraksi Alamsyah Hamdani SH kepada wartawan saat memaparkan refleksi akhir tahun 2012 di gedung dewan, Jumat (28/12).

Menurut Budiman, dengan minimnya jumlah anggaran yang terserap, maka banyak program yang tidak terealisasi secara maksimal. Misalnya di bidang pendidikan. Di mana salah satu visi dan misi pasangan Syamsul Arifin dan Gatot Pudjo Nugroho (Syampurno) adalah rakyat tidak bodoh. Sementara kualitas pendiddikan di Sumut cenderung menurun dari tahun sebelumnya.

“Hal ini disebabkan anggaran pendidikan tidak berbasis program, tapi berbasis proyek. Artinya, anggaran itu masih banyak sifatnya untuk fisik tidak ada kaitannya untuk ‘mendongkrak’ kualitas pendidikan maupun menyentuh kepentingan rakyat,” kata Budiman.

Dicontohkannya, anggaran membangun WC dan pagar sekolah dari marmer dan pengadaan barang-barang seperti buku raport, sama sekali tidak ada kaitannya dalam upaya mendongkrak kualitas pendidikan. Harusnya, Pemprovsu lebih mengutamakan anggaran untuk menggratiskan biaya pendidikan bagi siswa tidak mampu, atau upaya peningkatan proses belajar-mengajar dan peningkatan kualitas guru.

“Jadi, visi misi Syampurno agar rakyat tidak bodoh masih jauh dari harapan. Kualitas pendidikan di Sumut semakin menurun,” katanya.

Demikian halnya dengan Analisman Zalukhu. Dia menyesalkan penyerapan anggaran setiap tahunnya tidak ada kemajuan dan bahkan terkesan jalan di tempat’. “Terbukti dari penjelasan Sekdapropsu melalui media massa, penyerapan anggaran 2012 baru mencapai 71,55 persen. Ini membuktikan birokrasi maupun sistem dalam penggunaan anggaran tidak ada perbaikan yang signifikan. Padahal, Fraksi PDIP jauh-jauh hari sebelumnya sudah mengingatkan agar pembahasan APBD dilakukan lebih cepat, tapi nyatanya tetap saja baru dilakukan di penghujung tahun,” ungkap Analisman.

Sementara terkait rakyat tidak lapar, kata Budiman dan Analisman, hingga kini Badan Ketahanan Pangan Sumut belum mampu mensinergikan tugas-tugas pokoknya. Harusnya Badan Ketahanan Pangan menjelaskan cadangan pangan yang dibutuhkan Sumut dan talangannya, sehingga APBD bisa mengalokasikan anggaran untuk semua kebutuhan dan Sumut tidak lagi tergantung impor. “Kami sangat protes terhadap Pemprovsu, karena ketahanan pangan belum diberdayakan, akhirnya Sumut segalanya harus diimpor,” tandas Budiman lagi.

Sementara Syamsul Hilal mengevaluasi persoalan kasus tanah di Sumut yang memiliki hubungan dengan kedaulatan pangan. Menurut BPN Sumut ada 700 kasus tanah di Sumut yang belum selesai, diantaranya terbanyak di PTPN 2 terjadi perampokan tanah rakyat dilegitimasi. (ade)

Catatan Refleksi Akhir Tahun Fraksi PDIP DPRD Sumut

Daya serap anggaran tahun 2012 di masing-masing satuan kerja perangkat daerah (SKPD) Pemerintah Provinsi Sumatera Utara (Pemprovsu) masih sangat minim. Terbukti, hingga kini daya serap APBD 2012 masih 71,55 persen. Hal ini membuktikan kalau Pemprovsu tidak mampu mengelola anggaran yang telah ditampung dalam APBD.

Hal ini diungkapkan Ketua Fraksi PDI Perjuangan DPRD Sumut Budiman P Nadapdap SE didampingi Wakil Ketua Fraksi Syamsul Hilal, Sekretaris Fraksi Analisman Zalukhu Ssos MSP, Penasihat Fraksi Eddi Rangkuti dan Wakil Sekretaris Fraksi Alamsyah Hamdani SH kepada wartawan saat memaparkan refleksi akhir tahun 2012 di gedung dewan, Jumat (28/12).

Menurut Budiman, dengan minimnya jumlah anggaran yang terserap, maka banyak program yang tidak terealisasi secara maksimal. Misalnya di bidang pendidikan. Di mana salah satu visi dan misi pasangan Syamsul Arifin dan Gatot Pudjo Nugroho (Syampurno) adalah rakyat tidak bodoh. Sementara kualitas pendiddikan di Sumut cenderung menurun dari tahun sebelumnya.

“Hal ini disebabkan anggaran pendidikan tidak berbasis program, tapi berbasis proyek. Artinya, anggaran itu masih banyak sifatnya untuk fisik tidak ada kaitannya untuk ‘mendongkrak’ kualitas pendidikan maupun menyentuh kepentingan rakyat,” kata Budiman.

Dicontohkannya, anggaran membangun WC dan pagar sekolah dari marmer dan pengadaan barang-barang seperti buku raport, sama sekali tidak ada kaitannya dalam upaya mendongkrak kualitas pendidikan. Harusnya, Pemprovsu lebih mengutamakan anggaran untuk menggratiskan biaya pendidikan bagi siswa tidak mampu, atau upaya peningkatan proses belajar-mengajar dan peningkatan kualitas guru.

“Jadi, visi misi Syampurno agar rakyat tidak bodoh masih jauh dari harapan. Kualitas pendidikan di Sumut semakin menurun,” katanya.

Demikian halnya dengan Analisman Zalukhu. Dia menyesalkan penyerapan anggaran setiap tahunnya tidak ada kemajuan dan bahkan terkesan jalan di tempat’. “Terbukti dari penjelasan Sekdapropsu melalui media massa, penyerapan anggaran 2012 baru mencapai 71,55 persen. Ini membuktikan birokrasi maupun sistem dalam penggunaan anggaran tidak ada perbaikan yang signifikan. Padahal, Fraksi PDIP jauh-jauh hari sebelumnya sudah mengingatkan agar pembahasan APBD dilakukan lebih cepat, tapi nyatanya tetap saja baru dilakukan di penghujung tahun,” ungkap Analisman.

Sementara terkait rakyat tidak lapar, kata Budiman dan Analisman, hingga kini Badan Ketahanan Pangan Sumut belum mampu mensinergikan tugas-tugas pokoknya. Harusnya Badan Ketahanan Pangan menjelaskan cadangan pangan yang dibutuhkan Sumut dan talangannya, sehingga APBD bisa mengalokasikan anggaran untuk semua kebutuhan dan Sumut tidak lagi tergantung impor. “Kami sangat protes terhadap Pemprovsu, karena ketahanan pangan belum diberdayakan, akhirnya Sumut segalanya harus diimpor,” tandas Budiman lagi.

Sementara Syamsul Hilal mengevaluasi persoalan kasus tanah di Sumut yang memiliki hubungan dengan kedaulatan pangan. Menurut BPN Sumut ada 700 kasus tanah di Sumut yang belum selesai, diantaranya terbanyak di PTPN 2 terjadi perampokan tanah rakyat dilegitimasi. (ade)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/