26.7 C
Medan
Sunday, April 28, 2024

Waduh! Tiap Bulan, 173 Perempuan jadi Janda di Medan

Perceraian-Ilustrasi

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Hingga November 2017, Pengadilan Agama Medan Kelas I-A mencatat, 1.908 Pasangan Suami-Isteri (Pasutri) di Kota Medan, resmi bercerai. Artinya, ada 1.908 perempuan yang telah resmi menjanda. Jika dirata-ratakan, ada sekitar 173 perempuan yang menjanda dalam sebulan.

Panitera Pengadilan Agama Medan Kelas I-A, Drs Muslih SH melalui stafnya Jumrik SH merincikan, jumlah itu terbagi dari 1.496 cerai gugat dimana isteri yang menggugat cerai dan 367 cerai talak, suami yang menggugat cerai. “Fenomenanya, masih ada pereceraian di bawah tangan atau tanpa melaporkan ke Pengadilan Agama. Memang, dilihat dari jumlah yang ada, menunjuk tingkat kesadaran administrasi masyarakat kita sudah tinggi,” ujar Jumrik kepada Sumut Pos, Kamis (28/12).

Lebih lanjut Jumrik mengatakan, perceraian diakibatkan beberapa faktor. Namun, disebutnya faktor paling banyak adalah perselisihan dan pertengkaran terus menerus berjumlah 1.302. Kemudian, faktor meninggalkan kewajiban atau meninggalkan salah satu pihak berjumlah 214. Begitu juga faktor kekerasan dalam rumah tangga, baik itu kekejaman jasmani atau mental, diakuinya masih ada, berjumlah 107.

” Faktor ekonomi penyebab perceraian juga masih ada dan cukup tinggi dengan jumlah 90. Selain itu, ada faktor-faktor lain seperti krisis akhlak seperti mabuk, judi zina dan lainnya, ” sambung Jumrik.

Sementara berdasarkan data Sumut Pos, pada Januari 2016 hingga Agustus 2016, sebanyak 1.341 Pasutri di Medan resmi bercerai. Jumlah itu terbagi dari 1.074 Cerai Gugat, istri menggungat cerai dan 267 Cerai Talak, suami yang menggugat cerai. Untuk faktor penyebab perceraian paling banyak adalah meninggalkan kewajiban atau meninggalkan salah satu pihak, disusul faktor ekonomi dan berselisih terus menerus.

Menyikapi jumlah angka perceraian pasutri yang meningkat dari tahun lalu di Kota Medan ini, Psikolog Irna Minauli mengatakan, secara umum angka perceraian di Indonesia cenderung meningkat. Hal ini berkaitan dengan kurangnya ketahanan pasangan suami-istri dalam menghadapi permasalahan dalam kehidupan perkawinannya.

“Tren (angka perceraian) ini sepertinya akan terus meningkat. Sebab berdasarkan penelitian sebelumnya yang pernah saya baca, angka perceraian ini mencapai 10 persen dibanding 80 persen yang mampu bertahan saat sekarang,” katanya.

Ia menjelaskan, angka 80 persen inipun masih tergolong rawan mengalami perceraian. Itu dikarenakan generasi sekarang merupakan anak-anak korban perceraian. Sehingga dari sisi psikologi mereka rentan mengalami hal serupa. “Nah, ini yang saya sebut tadi tidak mengherankan dimana angka perceraian makin tinggi dari tahun ke tahun. Pertanyaannya kenapa anak-anak korban perceraian rawan bercerai, karena mereka belajar dari orang tuanya bahwa perceraian merupakan jalan keluar setiap ada masalah,” katanya.

Perceraian-Ilustrasi

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Hingga November 2017, Pengadilan Agama Medan Kelas I-A mencatat, 1.908 Pasangan Suami-Isteri (Pasutri) di Kota Medan, resmi bercerai. Artinya, ada 1.908 perempuan yang telah resmi menjanda. Jika dirata-ratakan, ada sekitar 173 perempuan yang menjanda dalam sebulan.

Panitera Pengadilan Agama Medan Kelas I-A, Drs Muslih SH melalui stafnya Jumrik SH merincikan, jumlah itu terbagi dari 1.496 cerai gugat dimana isteri yang menggugat cerai dan 367 cerai talak, suami yang menggugat cerai. “Fenomenanya, masih ada pereceraian di bawah tangan atau tanpa melaporkan ke Pengadilan Agama. Memang, dilihat dari jumlah yang ada, menunjuk tingkat kesadaran administrasi masyarakat kita sudah tinggi,” ujar Jumrik kepada Sumut Pos, Kamis (28/12).

Lebih lanjut Jumrik mengatakan, perceraian diakibatkan beberapa faktor. Namun, disebutnya faktor paling banyak adalah perselisihan dan pertengkaran terus menerus berjumlah 1.302. Kemudian, faktor meninggalkan kewajiban atau meninggalkan salah satu pihak berjumlah 214. Begitu juga faktor kekerasan dalam rumah tangga, baik itu kekejaman jasmani atau mental, diakuinya masih ada, berjumlah 107.

” Faktor ekonomi penyebab perceraian juga masih ada dan cukup tinggi dengan jumlah 90. Selain itu, ada faktor-faktor lain seperti krisis akhlak seperti mabuk, judi zina dan lainnya, ” sambung Jumrik.

Sementara berdasarkan data Sumut Pos, pada Januari 2016 hingga Agustus 2016, sebanyak 1.341 Pasutri di Medan resmi bercerai. Jumlah itu terbagi dari 1.074 Cerai Gugat, istri menggungat cerai dan 267 Cerai Talak, suami yang menggugat cerai. Untuk faktor penyebab perceraian paling banyak adalah meninggalkan kewajiban atau meninggalkan salah satu pihak, disusul faktor ekonomi dan berselisih terus menerus.

Menyikapi jumlah angka perceraian pasutri yang meningkat dari tahun lalu di Kota Medan ini, Psikolog Irna Minauli mengatakan, secara umum angka perceraian di Indonesia cenderung meningkat. Hal ini berkaitan dengan kurangnya ketahanan pasangan suami-istri dalam menghadapi permasalahan dalam kehidupan perkawinannya.

“Tren (angka perceraian) ini sepertinya akan terus meningkat. Sebab berdasarkan penelitian sebelumnya yang pernah saya baca, angka perceraian ini mencapai 10 persen dibanding 80 persen yang mampu bertahan saat sekarang,” katanya.

Ia menjelaskan, angka 80 persen inipun masih tergolong rawan mengalami perceraian. Itu dikarenakan generasi sekarang merupakan anak-anak korban perceraian. Sehingga dari sisi psikologi mereka rentan mengalami hal serupa. “Nah, ini yang saya sebut tadi tidak mengherankan dimana angka perceraian makin tinggi dari tahun ke tahun. Pertanyaannya kenapa anak-anak korban perceraian rawan bercerai, karena mereka belajar dari orang tuanya bahwa perceraian merupakan jalan keluar setiap ada masalah,” katanya.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/