25.6 C
Medan
Friday, May 3, 2024

Mucikari Terancam Dikebiri

Anak korban gay-Ilustrasi.
Anak korban gay-Ilustrasi.

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Penyidik Bareskrim kembali menangkap dua orang yang diduga terlibat dalam jual beli anak untuk gay dan pedofil di Pasar Ciawi, Selasa (1/9) malam. Dua orang tersebut berinisial U dan E. U diduga merupakan orang yang membantu AR, tersangka utama yang telah ditangkap. Sedangkan E adalah salah satu pengguna dari jaringan penjual anak tersebut.

Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dirtipideksus) Bareskrim Brigjen Agung Setya menjelaskan, U membantu menyiapkan rekening bank yang digunakan untuk menerima uang dari konsumen AR. Rekening tersebut saat ini juga telah dibekukan.

”Isinya masih dilihat, jumlahnya berapa belum diketahui,” paparnya.

U juga memiliki empat anak yang dikoordinir. Dia menjelaskan, U bekerja sebagai pedagang sayur. Anak-anak tersebut diajak berdagang sayur sembari ditawari bila ingin mendapatkan dana tambahan, bisa dengan melayani para gay dan pedofil.

”Kami masih periksa dia ya,” jelasnya.

Pelaku lain yang berinisial E dipastikan merupakan pengguna dari jaringan jual beli anak yang dikendalikan AR. Namun belum diketahui berapa kali E telah melakukan transaksi dengan AR. ”Yang pasti, kami akan terapkan pasal berlapis untuk pengguna juga,” ujarnya.

Menurut dia, dari hasil pemeriksaan dan analisa data yang didapatkan, hasil sementara menunjukkan bahwa jaringan penjual anak untuk gay dan pedofil ini jumlahnya banyak. Bareskrim ingin mengungkap semua jaringan itu hingga ke akar-akarnya.

”Saya ingin temukan semua dengan skala yang lebih besar, ada yang lain lagi,” terangnya.

Dia menjelaskan, AR ini ternyata selain menjadi mucikari anak juga ikut melakukan kegiatan seksual pada salah satu anak. Hal tersebut tentunya membuat Bareskrim berupaya memperberat hukumannya. ”Kami akan konstruksikan faktanya,” terangnya.

Begitu faktanya ditemukan, maka bisa jadi AR akan dijerat dengan pasal hukuman kebiri. Dia menjelaskan, semua itu bergantung dari proses penyelidikan.

”Ini belum selesai, jaringannya besar,” terangnya.

Yang pasti, Bareskrim juga berupaya untuk mendata setiap anak yang menjadi korban dari jaringan AR tersebut. Dari 99 anak yang dikoordinir AR sudah ada enam anak dan satu remaja yang diamankan kali pertama. Lalu, dari keterangan U itu ada empat anak yang dikoordinirnya dan identitas empat anak ini juga sudah diketahui.

”Kami masih mendalami terus, kami harus dapatkan identitas anak yang jadi korban semuanya,” tegasnya.

Dengan diketahui identitasnya, maka Kementerian Sosial, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kementerian PPPA) dan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) bisa untuk segera menjalankan programnya. Ketua KPAI Asrorun Niam Sholeh mengatakan, pemulihan mental dari para korban penting.

”Ini menjadi salah satu kunci untuk memutus mata rantai penyimpangan seksual tersebut,” paparnya.

Peran orangtua korban, lanjutnya, sangat penting agar rasa trauma pasca kejahatan seksual terjadi pada anak menjadi hilang. Orang tua harus diberikan pembinaan untuk mengetahui bagaimana memperlakukan dan mendidik anak agar mentalnya sembuh. ”Tentu, setiap orang tua korban akan dikonseling,” ujarnya.

Anak korban gay-Ilustrasi.
Anak korban gay-Ilustrasi.

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Penyidik Bareskrim kembali menangkap dua orang yang diduga terlibat dalam jual beli anak untuk gay dan pedofil di Pasar Ciawi, Selasa (1/9) malam. Dua orang tersebut berinisial U dan E. U diduga merupakan orang yang membantu AR, tersangka utama yang telah ditangkap. Sedangkan E adalah salah satu pengguna dari jaringan penjual anak tersebut.

Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dirtipideksus) Bareskrim Brigjen Agung Setya menjelaskan, U membantu menyiapkan rekening bank yang digunakan untuk menerima uang dari konsumen AR. Rekening tersebut saat ini juga telah dibekukan.

”Isinya masih dilihat, jumlahnya berapa belum diketahui,” paparnya.

U juga memiliki empat anak yang dikoordinir. Dia menjelaskan, U bekerja sebagai pedagang sayur. Anak-anak tersebut diajak berdagang sayur sembari ditawari bila ingin mendapatkan dana tambahan, bisa dengan melayani para gay dan pedofil.

”Kami masih periksa dia ya,” jelasnya.

Pelaku lain yang berinisial E dipastikan merupakan pengguna dari jaringan jual beli anak yang dikendalikan AR. Namun belum diketahui berapa kali E telah melakukan transaksi dengan AR. ”Yang pasti, kami akan terapkan pasal berlapis untuk pengguna juga,” ujarnya.

Menurut dia, dari hasil pemeriksaan dan analisa data yang didapatkan, hasil sementara menunjukkan bahwa jaringan penjual anak untuk gay dan pedofil ini jumlahnya banyak. Bareskrim ingin mengungkap semua jaringan itu hingga ke akar-akarnya.

”Saya ingin temukan semua dengan skala yang lebih besar, ada yang lain lagi,” terangnya.

Dia menjelaskan, AR ini ternyata selain menjadi mucikari anak juga ikut melakukan kegiatan seksual pada salah satu anak. Hal tersebut tentunya membuat Bareskrim berupaya memperberat hukumannya. ”Kami akan konstruksikan faktanya,” terangnya.

Begitu faktanya ditemukan, maka bisa jadi AR akan dijerat dengan pasal hukuman kebiri. Dia menjelaskan, semua itu bergantung dari proses penyelidikan.

”Ini belum selesai, jaringannya besar,” terangnya.

Yang pasti, Bareskrim juga berupaya untuk mendata setiap anak yang menjadi korban dari jaringan AR tersebut. Dari 99 anak yang dikoordinir AR sudah ada enam anak dan satu remaja yang diamankan kali pertama. Lalu, dari keterangan U itu ada empat anak yang dikoordinirnya dan identitas empat anak ini juga sudah diketahui.

”Kami masih mendalami terus, kami harus dapatkan identitas anak yang jadi korban semuanya,” tegasnya.

Dengan diketahui identitasnya, maka Kementerian Sosial, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kementerian PPPA) dan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) bisa untuk segera menjalankan programnya. Ketua KPAI Asrorun Niam Sholeh mengatakan, pemulihan mental dari para korban penting.

”Ini menjadi salah satu kunci untuk memutus mata rantai penyimpangan seksual tersebut,” paparnya.

Peran orangtua korban, lanjutnya, sangat penting agar rasa trauma pasca kejahatan seksual terjadi pada anak menjadi hilang. Orang tua harus diberikan pembinaan untuk mengetahui bagaimana memperlakukan dan mendidik anak agar mentalnya sembuh. ”Tentu, setiap orang tua korban akan dikonseling,” ujarnya.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/