27.8 C
Medan
Saturday, May 4, 2024

Dua Kali Teror Pakai Sajam, Polri-TNI Siaga

Foto: Istimewa
Tersangka teroris yang ditembak karena menyerang pos jaga Mapolda Sumut, Minggu (25/6/2017).

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Indonesia darurat terorisme. Setelah Mapoldasu diserang dua pelaku teror menggunakan menggunakan pisau dan menewaskan seorang personel Polri, menyusul penyerangan teroris terjadi di Mabes Polri juga menggunakan pisau.

Ada pola penyerangan yang berubah. Seperti diketahui, kebanyakan aksi teror yang dilakukan kelompok radikal di Indonesia sejak beberapa tahun lalu identik dengan ledakan bom. Namun, belakangan, teranyar hanya menggunakan senjata tajam.

Kepala Bidang (Kabid) Humas Poldasu, Kombes Pol Rina Sari Ginting mengatakan, pada dasarnya penggunaan senjata tajam oleh teroris dalam penyerangan Mapoldasu dan Mabes Polri sebenarnya hanya masalah teknis kelompok tersebut dalam memberikan rasa takut.

“Pada dasarnya itu hanya teknis mereka. Namun, untuk alasan lain, misalnya kekurangan dana sehingga tak menggunakan bom, sampai saat ini kita belum dapat informasi, masih perlu didalami. Intinya tetap, apapun alatnya tujuan mereka (teroris) adalah memberikan rasa takut,” kata Rina kepada Sumut Pos, Minggu (2/7).

Dalam menangkal aksi terorisme di Sumut, khususnya Medan. Polda tentunya telah berkoordinasi dengan sejumlah pihak. Objek-objek vital yang menjadi calon sasaran berdasarkan pemeriksaan sedang dijaga ketat. “Kita juga tak mau kecolongan. Semua objek vital kita awasi ketat,” kata Rina.

Saat ini, Poldasu telah mengeluarkan seluruh tenaganya. Baik kesiapsiagaan personel dan juga peralatan pendukung untuk mencegah dan melawan aksi teror si Indonesia. Koordinasi internal dan ke pihak-pihak lain kata Rina, telah diperkuat.

“Intinya kita siap siaga, tapi bukan siaga 1 ya. Semua kekuatan yang ada kita keluarkan. Kepada personel diminta juga waspada 24 jam, tidak boleh lengah. Mengingat ancaman teror bakal terjadi kapan saja,” ungkap Rina.

Terakhir dia mengatakan, aksi teror dengan menggunakan bom masih mungkin dilancarkan. “Pada dasarnya kita belum tahu pasti kenapa pola penyerangan teroris kali ini hanya menggunakan pisau, tapi yang nyata ancaman serangan menggunakan alat peledak masih mungkin terjadi,” pungkas Rina.

Sementara, Direktur LBH Medan Surya Adinata menilai, saat ini aksi teror tidak lagi menyasar tempat tempat keramaian dan warga negara asing, melainkan aparat keamanan. Karenanya, ini harus menjadi bahan evaluasi bagi Polri.

Dia menilai, aksi teror yang menyerang personel Polri belakangan ini, diduga didasari dendam oleh jaringan atau kelompok teroris tersebut. Karena, Polri setiap mengungkap kasus teror, dengan mempertontonkan kepada publik dengan melakukan aksi tidak manusiawi.

“Memang pelaku teror tidak manusiawi. Tapi, janganlah menegakan hukum dengan melanggar hukum. Penegakan hukum harus humanis, jangan tidak manusiawi,” tutur pria berkacamata itu.

Dia menjelaskan, penangkapan pelaku teror yang dinilai tidak manusiawi belum tentu pelaku teroris sebenarnya. Namun, sudah diperlakukan seperti pelaku utama teror. “Belum tahu hasil penyidikan, apakah itu hanya seporadis atau bukan teroris. Kemudian, janganlah membuat stigma pelaku teroris itu dari kaum muslim. Karena, kata jihad seperti melakukan teroris itu tidak ada diajari dalam Islam,” kata Surya.

Dia juga mengimbau kepada seluruh masyarakat, seperti tokoh agama dan tokoh pemuda untuk bersama-sama pemerintah melakukan sosialisasi pencegahan aksi teror di tengah masyarakat. “Karena untuk teroris ini, bukan tugas dari Densus 88 Antiteror dan BNPT, namun melibatkan seluruh elemen masyarakat di dalamnya. Tak lepas peran dari guru disekolah dan di pesantren,” tandasnya.

Foto: Istimewa
Tersangka teroris yang ditembak karena menyerang pos jaga Mapolda Sumut, Minggu (25/6/2017).

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Indonesia darurat terorisme. Setelah Mapoldasu diserang dua pelaku teror menggunakan menggunakan pisau dan menewaskan seorang personel Polri, menyusul penyerangan teroris terjadi di Mabes Polri juga menggunakan pisau.

Ada pola penyerangan yang berubah. Seperti diketahui, kebanyakan aksi teror yang dilakukan kelompok radikal di Indonesia sejak beberapa tahun lalu identik dengan ledakan bom. Namun, belakangan, teranyar hanya menggunakan senjata tajam.

Kepala Bidang (Kabid) Humas Poldasu, Kombes Pol Rina Sari Ginting mengatakan, pada dasarnya penggunaan senjata tajam oleh teroris dalam penyerangan Mapoldasu dan Mabes Polri sebenarnya hanya masalah teknis kelompok tersebut dalam memberikan rasa takut.

“Pada dasarnya itu hanya teknis mereka. Namun, untuk alasan lain, misalnya kekurangan dana sehingga tak menggunakan bom, sampai saat ini kita belum dapat informasi, masih perlu didalami. Intinya tetap, apapun alatnya tujuan mereka (teroris) adalah memberikan rasa takut,” kata Rina kepada Sumut Pos, Minggu (2/7).

Dalam menangkal aksi terorisme di Sumut, khususnya Medan. Polda tentunya telah berkoordinasi dengan sejumlah pihak. Objek-objek vital yang menjadi calon sasaran berdasarkan pemeriksaan sedang dijaga ketat. “Kita juga tak mau kecolongan. Semua objek vital kita awasi ketat,” kata Rina.

Saat ini, Poldasu telah mengeluarkan seluruh tenaganya. Baik kesiapsiagaan personel dan juga peralatan pendukung untuk mencegah dan melawan aksi teror si Indonesia. Koordinasi internal dan ke pihak-pihak lain kata Rina, telah diperkuat.

“Intinya kita siap siaga, tapi bukan siaga 1 ya. Semua kekuatan yang ada kita keluarkan. Kepada personel diminta juga waspada 24 jam, tidak boleh lengah. Mengingat ancaman teror bakal terjadi kapan saja,” ungkap Rina.

Terakhir dia mengatakan, aksi teror dengan menggunakan bom masih mungkin dilancarkan. “Pada dasarnya kita belum tahu pasti kenapa pola penyerangan teroris kali ini hanya menggunakan pisau, tapi yang nyata ancaman serangan menggunakan alat peledak masih mungkin terjadi,” pungkas Rina.

Sementara, Direktur LBH Medan Surya Adinata menilai, saat ini aksi teror tidak lagi menyasar tempat tempat keramaian dan warga negara asing, melainkan aparat keamanan. Karenanya, ini harus menjadi bahan evaluasi bagi Polri.

Dia menilai, aksi teror yang menyerang personel Polri belakangan ini, diduga didasari dendam oleh jaringan atau kelompok teroris tersebut. Karena, Polri setiap mengungkap kasus teror, dengan mempertontonkan kepada publik dengan melakukan aksi tidak manusiawi.

“Memang pelaku teror tidak manusiawi. Tapi, janganlah menegakan hukum dengan melanggar hukum. Penegakan hukum harus humanis, jangan tidak manusiawi,” tutur pria berkacamata itu.

Dia menjelaskan, penangkapan pelaku teror yang dinilai tidak manusiawi belum tentu pelaku teroris sebenarnya. Namun, sudah diperlakukan seperti pelaku utama teror. “Belum tahu hasil penyidikan, apakah itu hanya seporadis atau bukan teroris. Kemudian, janganlah membuat stigma pelaku teroris itu dari kaum muslim. Karena, kata jihad seperti melakukan teroris itu tidak ada diajari dalam Islam,” kata Surya.

Dia juga mengimbau kepada seluruh masyarakat, seperti tokoh agama dan tokoh pemuda untuk bersama-sama pemerintah melakukan sosialisasi pencegahan aksi teror di tengah masyarakat. “Karena untuk teroris ini, bukan tugas dari Densus 88 Antiteror dan BNPT, namun melibatkan seluruh elemen masyarakat di dalamnya. Tak lepas peran dari guru disekolah dan di pesantren,” tandasnya.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/