31.7 C
Medan
Monday, May 20, 2024

Kalau Saya Pulang ke Sorga, Saya Mau Bersama Seluruh Keluarga

Foto: DHEV BAKKARA/METRO SIANTAR Tiga korban pesawat Hercules yakni Pdt Sahat Sinaga, putrinya Irene, beserta keponakannya Agus Salim Sitio dikebumikan berdampingan di Siantar, Jumat (3/7/2015).
Foto: DHEV BAKKARA/METRO SIANTAR
Tiga korban pesawat Hercules yakni Pdt Sahat Sinaga, putrinya Irene, beserta keponakannya Agus Salim Sitio dikebumikan berdampingan di Siantar, Jumat (3/7/2015).

SIANTAR, SUMUTPOS.CO – Tiga jenazah korban jatuhnya pesawat Hercules jatuh di Medan, tiba di Jalan Perwira, Kelurahan Siopat Suhu, Kecamatan Siantar Timur, Jumat (3/7) sekitar pukul 1.45 WIB. Mengingat bahwa kondisi jenazah sudah mulai rusak, keluarga korban mempercepat pelaksanaan pemakaman.

Kesedihan menguar di rumah duka. Ibu almarhum Agus Salim Sitio mengelus-elus foto anaknya berulang-ulang dan menciumnya. Keluarga lainnya memeluk peti jenazah korban sambil terisak. Suasana sedih membuat sejumlah pelayat lainnya tak mampu menahan air mata.

Isak tangis pecah dan saling bersahutan saat Agus Salam Sitio, saudara kembar almarhum Agus Salim Sitio, tiba di rumah duka. Agus Salam Sitio yang datang bersama dengan dua kakaknya, Sianta Sitio dan Ropas Sitio dari Pekanbaru, menangis serta berusaha membuka peti jenazah. Keluarga korban pun mencegah dan meminta mereka menenangkan diri.

Untuk mengurangi sesak di dada, bergantian mereka memeluk peti jenazah yang terlentang di depan keluarga dan pelayat yang hadir. Sesekali mereka memegangi foto ketiga almarhum serta menciumnya.

Para kerabat almarhum Pdt Sahat Martua Sinaga dari kalangan pendeta dan sejumlah jemaat dari Tanjung Pinang tempat almarhum menggembalakan jemaat, hadir untuk memberikan perpisahan terakhir kalin.

“Berulangkali, om pendeta (Pdt Sahat M Sinaga) mengatakan kalian harus mandiri ya. Sebentar lagi saya pergi. Kata-kata itu yang terus keluar. Kami tidak mengerti ke mana dia akan pergi. Tahunya, dia pergi untuk mengunjungi keluarganya, teman-temanya dan sekaligus untuk pergi selamanya. Semua pelayanan om sudah berhasil, kita sudah mendirikan apa yang kita rencana. Haruskan semua selesai. Kenapa begitu berhasil, om meninggalkan kami om,” tangis boru Panjaitan, salah seorang jemaat yang dipimpin.

Pdt RA Parasah, salah seorang kerabat korban sekaligus sebagai bapak rohani, dalam pelayanan menuturkan bahwa kepada jemaat dan teman-temanya, korban seringkali menyampaikan bahwa jika meninggal dunia, pdt Sahat M Sinaga tidak mau sendirian.

“Bapak pendeta Sahat, kepada jemaat, baik kebeberapa tempat dimana ia melayani, dia selalu sisihkan kata-kata yang baru hari ini bisa kami mengerti rahasia itu. Dia katakan, kalau saya pulang ke sorga, saya tidak mau sendiri-sendiri. Saya mau seluruh keluarga. Supaya tidak susah katanya. Kalau sendiri-sendiri, anak saya susah atau istri saya susah. Jadi saya tidak mau yang satu pergi. Kami harus pergi sama-sama,” kata pendeta.

Foto: DHEV BAKKARA/METRO SIANTAR Tiga korban pesawat Hercules yakni Pdt Sahat Sinaga, putrinya Irene, beserta keponakannya Agus Salim Sitio dikebumikan berdampingan di Siantar, Jumat (3/7/2015).
Foto: DHEV BAKKARA/METRO SIANTAR
Tiga korban pesawat Hercules yakni Pdt Sahat Sinaga, putrinya Irene, beserta keponakannya Agus Salim Sitio dikebumikan berdampingan di Siantar, Jumat (3/7/2015).

SIANTAR, SUMUTPOS.CO – Tiga jenazah korban jatuhnya pesawat Hercules jatuh di Medan, tiba di Jalan Perwira, Kelurahan Siopat Suhu, Kecamatan Siantar Timur, Jumat (3/7) sekitar pukul 1.45 WIB. Mengingat bahwa kondisi jenazah sudah mulai rusak, keluarga korban mempercepat pelaksanaan pemakaman.

Kesedihan menguar di rumah duka. Ibu almarhum Agus Salim Sitio mengelus-elus foto anaknya berulang-ulang dan menciumnya. Keluarga lainnya memeluk peti jenazah korban sambil terisak. Suasana sedih membuat sejumlah pelayat lainnya tak mampu menahan air mata.

Isak tangis pecah dan saling bersahutan saat Agus Salam Sitio, saudara kembar almarhum Agus Salim Sitio, tiba di rumah duka. Agus Salam Sitio yang datang bersama dengan dua kakaknya, Sianta Sitio dan Ropas Sitio dari Pekanbaru, menangis serta berusaha membuka peti jenazah. Keluarga korban pun mencegah dan meminta mereka menenangkan diri.

Untuk mengurangi sesak di dada, bergantian mereka memeluk peti jenazah yang terlentang di depan keluarga dan pelayat yang hadir. Sesekali mereka memegangi foto ketiga almarhum serta menciumnya.

Para kerabat almarhum Pdt Sahat Martua Sinaga dari kalangan pendeta dan sejumlah jemaat dari Tanjung Pinang tempat almarhum menggembalakan jemaat, hadir untuk memberikan perpisahan terakhir kalin.

“Berulangkali, om pendeta (Pdt Sahat M Sinaga) mengatakan kalian harus mandiri ya. Sebentar lagi saya pergi. Kata-kata itu yang terus keluar. Kami tidak mengerti ke mana dia akan pergi. Tahunya, dia pergi untuk mengunjungi keluarganya, teman-temanya dan sekaligus untuk pergi selamanya. Semua pelayanan om sudah berhasil, kita sudah mendirikan apa yang kita rencana. Haruskan semua selesai. Kenapa begitu berhasil, om meninggalkan kami om,” tangis boru Panjaitan, salah seorang jemaat yang dipimpin.

Pdt RA Parasah, salah seorang kerabat korban sekaligus sebagai bapak rohani, dalam pelayanan menuturkan bahwa kepada jemaat dan teman-temanya, korban seringkali menyampaikan bahwa jika meninggal dunia, pdt Sahat M Sinaga tidak mau sendirian.

“Bapak pendeta Sahat, kepada jemaat, baik kebeberapa tempat dimana ia melayani, dia selalu sisihkan kata-kata yang baru hari ini bisa kami mengerti rahasia itu. Dia katakan, kalau saya pulang ke sorga, saya tidak mau sendiri-sendiri. Saya mau seluruh keluarga. Supaya tidak susah katanya. Kalau sendiri-sendiri, anak saya susah atau istri saya susah. Jadi saya tidak mau yang satu pergi. Kami harus pergi sama-sama,” kata pendeta.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/