26.7 C
Medan
Monday, June 3, 2024

Awas, Jangan Malah Swasta yang Keruk Keuntungan

Nasionalisasi Inalum 2013

JAKARTA-Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) mewanti-wanti Pemprov Sumut dan 10 pemkab/pemko yang berada di sekitar Danau Toba, agar tidak mudah dirayu pihak swasta untuk mendapatkan golden share saham PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) pasca 2013. Manajer Hubungan Eksternal KPPOD Robert Endi Jaweng mengatakan, tatkala yang menyediakan dana untuk pembelian saham adalah pihak swasta, maka nantinya posisi pemda akan sangat lemah.

“Ujung-ujungnya swasta, yang murni bisnis, yang akan mengeruk keuntungan, karena posisi pemda lemah,” ujar Robert Endi Jaweng kepada Sumut Pos di Jakarta, Senin (4/7). Pria asal Flores itu menanggapi  keinginan Jenderal TNI (Purn) Luhut B Panjaitan, yang melalui perusahaannya, PT Toba Sejahtera, telah menyiapkan US$ 700 juta atau setara Rp5,95 triliun (kurs Rp8.500 per US$) untuk mengakuisisi 58,88 persen saham PT Inalum. Keinginan mengakuisisi mayoritas saham yang selama ini dikuasai NAA itu nantinya akan dilakukan bersama-sama Pemprov Sumut dan 10 kabupaten/kota yang ada di sekitar Danau Toba.

Robert juga mengingatkan pemda agar tidak percaya begitu saja dengan iming-iming pemasukan PAD yang diterima pemda. Diingatkan, problem jatah saham yang diterima pemda selama ini, seperti kasus PT Newmont di NTB, adalah tidak adanya transparansi dan akuntabilitas terkait jumlah produksi dan keuntungan perusahaan. Dengan demikian, masalah berapa sebenarnya keuntungan yang mestinya masuk pemda, tidak pernah ada jaminan kepastian.
“Jangan sampai mengatasnamakan rakyat, mengatasnamakan pemda, tapi swasta yang itu-itu saja yang memonopoli, Bakrie, Luhut,” ujar Robert tegas.

KPPOD, sebagai lembaga yang intens memantau pergerakan investasi di daerah, lanjut Robert, memang mendorong pemda untuk mendapatkan saham dalam setiap investasi yang berada di daerah itu. Ini bertujuan agar pemda punya pendapatan besar untuk proses pembangunan daerah. “Karena rata-rata secara nasional, PAD itu hanya menyumbang 20 persen APBD,” terangnya.

Namun, lanjutnya, KPPOD mendorong pemda agar menggunakan instrumen BUMD untuk terlibat dalam pengelolaan sebuah perusahaan investasi. “Karena kalau BUMD, uangnya masuk pemda. Jika lewat BUMD, ada tanggung jawab ke publik. Itu yang kita dorong. Coba lihat Newmont, katanya divestasi oleh pemerintah, tapi siapa swasta di belakangnya? Itu-itu saja. Jadi, jangan menelikung negara, menelikung pemda, tapi keuntungan masuk swasta,” terangnya mengingatkan.

Robert menilai, gampangnya pihak swasta yang punya kepentingan murni bisnis menggandeng pemda, lantaran koordinasi pemerintah pusat dengan pemda sangat buruk. Lagi-lagi, kasus divestasi saham Newmont disebutkan sebagai contoh. “Tatkala pemda merasa lemah berhadapan dengan pusat, maka swasta masuk. Berbeda jika koordinasi pusat-daerah bagus, maka swasta tak bisa masuk,” terangnya.
Namun diakui, pemda punya masalah pendanaan untuk membeli saham penyertaan. “Makanya, kalau pemda mau ikut, harus memastikan dulu dananya,” saran dia.

Ketua Fraksi PPP DPRD Sumut Fadly Nurzal meminta pihak yang berwenang dalam rencana pengambilalihan Inalum, tidak seenaknya saja melupakan Pemprovsu dan 10 kabupaten/kota di sekitar Danau Toba. “Setiap perusahaan atau institusi yang akan mengelola Inalum nantinya, harus memberikan dampak perkembangan perekonomian bagi Sumut dan 10 kabupaten/kota di sekitarnya,” tegasnya.

Terkait keinginan Luhut Panjaitan bekerja sama dengan pemprovsu dan 10 kabupaten/kota mengakuisisi saham NAA, Fadly Nurzal memberikan jawaban tegas. Dikatakanya, proses pengambilalihan Inalum nantinya jangan sampai melewati konsep perkembangan daerah. “Tinggal itu saja, persoalan ini jangan sampai melewati konsep perkembangan daerah,” tegasnya.

Ketua Fraksi Golkar DPRD Sumut Hardy Mulyono membeberkan, langkah pertama yang harus terus diperjuangkan adalah Inalum harus dikelola sepenuhnya oleh Indonesia. “Siapapun yang mengelola nantinya tidak masalah. Baik pemerintah maupun swasta. Yang terpenting adalah Inalum untuk kepentingan pembangunan di Sumut serta 10 kabupaten/kota lainnya. Karena dari perkembangan yang ada. Karena seperti yang saya baca, katanya PT Toba Sejahtera akan memberikan sumbangsihnya kepada Sumut dengan nominal relatif besar,” ungkapnya.

Sedangkan itu, Wakil Ketua DPRD Sumut Chaidir Ritonga lebih sepakat bila pemprov dan 10 kabupaten/kota yang menyediakan dana pengambilalihan saham konsorsium Jepang dimaksud.  “Saya yakin, pemprovsu dan 10 kabupaten/kota itu mampu menyediakan dana dalam rangka mengambil Inalum untuk share sahamnya,” ungkapnya.

Terkait rencana PT Toba Sejahtera, Chaidir Ritonga menyarankan untuk menyerahkan sepenuhnya kepada pemerintah melalui pokja pengambilalihan PT Inalum. “Tinggal tunggu, apakah pemerintah akan menyetujui atau tidak. Satu yang pasti adalah Inalum mesti diambil oleh Indonesia. Dan yang harus diperhatikan, ketika Inalum nantinya diambil Indonesia maka manajemen yang mengelola itu harus professional, akuntabel dan bertanggung jawab,” tegasnya.

Seperti diberitakan sebelumnya, hingga kini kelompok kerja (pokja) penyiapan pengakhiran Master Agreement yang tugasnya mempersiapkan pemutusan kontrak dengan perusahaan Jepang Nippon Asahan Alumunium (NAA), belum pernah membahas mengenai keinginan Jenderal TNI (Purn) Luhut Panjaitan untuk terlibat dalam pengelolaan PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) pasca 2013. Pokja hingga saat ini masih berkutat melakukan kajian terhadap sejumlah opsi model pengelolaan Inalum pasca 2013 mendatang, termasuk siapa saja yang akan dilibatkan.
Namun, sudah ada sinyal kuat dari sejumlah petinggi di Jakarta, bahwa Pemprov dan 10 kabupaten/kota di sekitar Danau Toba, akan dilibatkan dalam pengelolaan INalum pasca 2013.

Ke-10 kabupaten/kota yang ada di sekitar danau Toba yakni Taput, Tobasa, Samosir, Humbahas, Simalungun, Karo, dan Dairi. Sedang tiga kabupaten/kota di bagian hilir Danau Toba yakni Asahan, Batubara, dan Kota Tanjung Balai. (sam/ari)

Nasionalisasi Inalum 2013

JAKARTA-Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) mewanti-wanti Pemprov Sumut dan 10 pemkab/pemko yang berada di sekitar Danau Toba, agar tidak mudah dirayu pihak swasta untuk mendapatkan golden share saham PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) pasca 2013. Manajer Hubungan Eksternal KPPOD Robert Endi Jaweng mengatakan, tatkala yang menyediakan dana untuk pembelian saham adalah pihak swasta, maka nantinya posisi pemda akan sangat lemah.

“Ujung-ujungnya swasta, yang murni bisnis, yang akan mengeruk keuntungan, karena posisi pemda lemah,” ujar Robert Endi Jaweng kepada Sumut Pos di Jakarta, Senin (4/7). Pria asal Flores itu menanggapi  keinginan Jenderal TNI (Purn) Luhut B Panjaitan, yang melalui perusahaannya, PT Toba Sejahtera, telah menyiapkan US$ 700 juta atau setara Rp5,95 triliun (kurs Rp8.500 per US$) untuk mengakuisisi 58,88 persen saham PT Inalum. Keinginan mengakuisisi mayoritas saham yang selama ini dikuasai NAA itu nantinya akan dilakukan bersama-sama Pemprov Sumut dan 10 kabupaten/kota yang ada di sekitar Danau Toba.

Robert juga mengingatkan pemda agar tidak percaya begitu saja dengan iming-iming pemasukan PAD yang diterima pemda. Diingatkan, problem jatah saham yang diterima pemda selama ini, seperti kasus PT Newmont di NTB, adalah tidak adanya transparansi dan akuntabilitas terkait jumlah produksi dan keuntungan perusahaan. Dengan demikian, masalah berapa sebenarnya keuntungan yang mestinya masuk pemda, tidak pernah ada jaminan kepastian.
“Jangan sampai mengatasnamakan rakyat, mengatasnamakan pemda, tapi swasta yang itu-itu saja yang memonopoli, Bakrie, Luhut,” ujar Robert tegas.

KPPOD, sebagai lembaga yang intens memantau pergerakan investasi di daerah, lanjut Robert, memang mendorong pemda untuk mendapatkan saham dalam setiap investasi yang berada di daerah itu. Ini bertujuan agar pemda punya pendapatan besar untuk proses pembangunan daerah. “Karena rata-rata secara nasional, PAD itu hanya menyumbang 20 persen APBD,” terangnya.

Namun, lanjutnya, KPPOD mendorong pemda agar menggunakan instrumen BUMD untuk terlibat dalam pengelolaan sebuah perusahaan investasi. “Karena kalau BUMD, uangnya masuk pemda. Jika lewat BUMD, ada tanggung jawab ke publik. Itu yang kita dorong. Coba lihat Newmont, katanya divestasi oleh pemerintah, tapi siapa swasta di belakangnya? Itu-itu saja. Jadi, jangan menelikung negara, menelikung pemda, tapi keuntungan masuk swasta,” terangnya mengingatkan.

Robert menilai, gampangnya pihak swasta yang punya kepentingan murni bisnis menggandeng pemda, lantaran koordinasi pemerintah pusat dengan pemda sangat buruk. Lagi-lagi, kasus divestasi saham Newmont disebutkan sebagai contoh. “Tatkala pemda merasa lemah berhadapan dengan pusat, maka swasta masuk. Berbeda jika koordinasi pusat-daerah bagus, maka swasta tak bisa masuk,” terangnya.
Namun diakui, pemda punya masalah pendanaan untuk membeli saham penyertaan. “Makanya, kalau pemda mau ikut, harus memastikan dulu dananya,” saran dia.

Ketua Fraksi PPP DPRD Sumut Fadly Nurzal meminta pihak yang berwenang dalam rencana pengambilalihan Inalum, tidak seenaknya saja melupakan Pemprovsu dan 10 kabupaten/kota di sekitar Danau Toba. “Setiap perusahaan atau institusi yang akan mengelola Inalum nantinya, harus memberikan dampak perkembangan perekonomian bagi Sumut dan 10 kabupaten/kota di sekitarnya,” tegasnya.

Terkait keinginan Luhut Panjaitan bekerja sama dengan pemprovsu dan 10 kabupaten/kota mengakuisisi saham NAA, Fadly Nurzal memberikan jawaban tegas. Dikatakanya, proses pengambilalihan Inalum nantinya jangan sampai melewati konsep perkembangan daerah. “Tinggal itu saja, persoalan ini jangan sampai melewati konsep perkembangan daerah,” tegasnya.

Ketua Fraksi Golkar DPRD Sumut Hardy Mulyono membeberkan, langkah pertama yang harus terus diperjuangkan adalah Inalum harus dikelola sepenuhnya oleh Indonesia. “Siapapun yang mengelola nantinya tidak masalah. Baik pemerintah maupun swasta. Yang terpenting adalah Inalum untuk kepentingan pembangunan di Sumut serta 10 kabupaten/kota lainnya. Karena dari perkembangan yang ada. Karena seperti yang saya baca, katanya PT Toba Sejahtera akan memberikan sumbangsihnya kepada Sumut dengan nominal relatif besar,” ungkapnya.

Sedangkan itu, Wakil Ketua DPRD Sumut Chaidir Ritonga lebih sepakat bila pemprov dan 10 kabupaten/kota yang menyediakan dana pengambilalihan saham konsorsium Jepang dimaksud.  “Saya yakin, pemprovsu dan 10 kabupaten/kota itu mampu menyediakan dana dalam rangka mengambil Inalum untuk share sahamnya,” ungkapnya.

Terkait rencana PT Toba Sejahtera, Chaidir Ritonga menyarankan untuk menyerahkan sepenuhnya kepada pemerintah melalui pokja pengambilalihan PT Inalum. “Tinggal tunggu, apakah pemerintah akan menyetujui atau tidak. Satu yang pasti adalah Inalum mesti diambil oleh Indonesia. Dan yang harus diperhatikan, ketika Inalum nantinya diambil Indonesia maka manajemen yang mengelola itu harus professional, akuntabel dan bertanggung jawab,” tegasnya.

Seperti diberitakan sebelumnya, hingga kini kelompok kerja (pokja) penyiapan pengakhiran Master Agreement yang tugasnya mempersiapkan pemutusan kontrak dengan perusahaan Jepang Nippon Asahan Alumunium (NAA), belum pernah membahas mengenai keinginan Jenderal TNI (Purn) Luhut Panjaitan untuk terlibat dalam pengelolaan PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) pasca 2013. Pokja hingga saat ini masih berkutat melakukan kajian terhadap sejumlah opsi model pengelolaan Inalum pasca 2013 mendatang, termasuk siapa saja yang akan dilibatkan.
Namun, sudah ada sinyal kuat dari sejumlah petinggi di Jakarta, bahwa Pemprov dan 10 kabupaten/kota di sekitar Danau Toba, akan dilibatkan dalam pengelolaan INalum pasca 2013.

Ke-10 kabupaten/kota yang ada di sekitar danau Toba yakni Taput, Tobasa, Samosir, Humbahas, Simalungun, Karo, dan Dairi. Sedang tiga kabupaten/kota di bagian hilir Danau Toba yakni Asahan, Batubara, dan Kota Tanjung Balai. (sam/ari)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/