26.7 C
Medan
Friday, May 3, 2024

MK Bantah Sengaja Ulur Putusan Sistem Pemilu

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – MAHKAMAH Konstitusi (MK) akhirnya angkat bicara soal belum diputusnya perkara gugatan sistem Pemilu 2024. Sebelumnya, sejumlah kalangan mengkritik MK lambat dalam mengeluarkan putusan mengingat proses pendaftaran bakal caleg sudah berjalan.

Ketua MK Anwar Usman membantah anggapan sejumlah pihak tersebut. Dia menjelaskan, pihaknya tidak pernah berupaya mengulur-ulur penyelesaian perkara. Cepat atau lambatnya penanganan perkara di MK itu dipengaruhi banyak faktor. “Tidak hanya bergantung pada MK, tapi para pihak,” ujarnya dalam lanjutan sidang sistem pemilu, kemarin (15/5).

Dalam gugatan sistem pemilu, lanjut dia, ada banyak elemen masyarakat yang mengajukan diri sebagai pihak terkait. Tak hanya menyampaikan pendapat, banyak juga di antaranya yang mendatangkan ahli masing-masing. Akibatnya, proses persidangan harus digelar lebih banyak dari biasanya. “Hari ini saja ada tiga ahli,” tuturnya. Karena itu, pihaknya meminta semua pihak memaklumi situasi tersebutn

Sampai kemarin, total sudah 15 kali persidangan dilakukan MK. Dari jumlah itu, sebanyak 13 digelar untuk mendengar tanggapan pemerintah, DPR, KPU, para pihak terkait hingga ahli masing-masing pihak. Anwar menambahkan, dalam berperkara, pengadilan termasuk MK memiliki sejumlah asas yang harus dipenuhi. Salah satunya, asas yang mewajibkan untuk mendengarkan pendapat semua pihak. “Mahkamah konstitusi tidak mungkin memutus tanpa mendengar keterangan semua pihak, kecuali pihak itu tidak menggunakan haknya” tegasnya.

Anwar memperkirakan, pihaknya membutuhkan satu persidangan lagi sebelum menuju kesimpulan. Yakni, mendengarkan keterangan ahli dari Nasdem. Rencananya, persidangan itu akan digelar pada 23 Mei mendatang. “Mudah-mudahan sidang terakhir,” tegasnya.

Sementara itu, dalam sidang kemarin, MK mendengarkan keterangan sejumlah ahli. Salah satunya pakar hukum tata negara dan kepemiluan Titi Anggraini. Dalam pendapatnya, Titi menilai persoalan sistem pemilu sebagai kebijakan hukum terbuka oleh Undang-Undang (UU). “Jika menilik putusan MK termutakhir, maka sudah sewajarnya jika MK menempatkan sistem pemilu sebagai ranah pembentuk UU untuk mengaturnya,” ujarnya.

Jika MK mengunci konstitusionalitas sistem pemilu pada satu pilihan tertutup atau terbuka, lanjut Titi, maka akan menyulitkan kalau ke depannya hendak melakulan evaluasi. Menurut dia, MK cukup memberikan rambu-rambu pada DPR dan pemerintah tentang asas dan prinsip dalam menentukan sistem pemilu. (far/hud/jpg)

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – MAHKAMAH Konstitusi (MK) akhirnya angkat bicara soal belum diputusnya perkara gugatan sistem Pemilu 2024. Sebelumnya, sejumlah kalangan mengkritik MK lambat dalam mengeluarkan putusan mengingat proses pendaftaran bakal caleg sudah berjalan.

Ketua MK Anwar Usman membantah anggapan sejumlah pihak tersebut. Dia menjelaskan, pihaknya tidak pernah berupaya mengulur-ulur penyelesaian perkara. Cepat atau lambatnya penanganan perkara di MK itu dipengaruhi banyak faktor. “Tidak hanya bergantung pada MK, tapi para pihak,” ujarnya dalam lanjutan sidang sistem pemilu, kemarin (15/5).

Dalam gugatan sistem pemilu, lanjut dia, ada banyak elemen masyarakat yang mengajukan diri sebagai pihak terkait. Tak hanya menyampaikan pendapat, banyak juga di antaranya yang mendatangkan ahli masing-masing. Akibatnya, proses persidangan harus digelar lebih banyak dari biasanya. “Hari ini saja ada tiga ahli,” tuturnya. Karena itu, pihaknya meminta semua pihak memaklumi situasi tersebutn

Sampai kemarin, total sudah 15 kali persidangan dilakukan MK. Dari jumlah itu, sebanyak 13 digelar untuk mendengar tanggapan pemerintah, DPR, KPU, para pihak terkait hingga ahli masing-masing pihak. Anwar menambahkan, dalam berperkara, pengadilan termasuk MK memiliki sejumlah asas yang harus dipenuhi. Salah satunya, asas yang mewajibkan untuk mendengarkan pendapat semua pihak. “Mahkamah konstitusi tidak mungkin memutus tanpa mendengar keterangan semua pihak, kecuali pihak itu tidak menggunakan haknya” tegasnya.

Anwar memperkirakan, pihaknya membutuhkan satu persidangan lagi sebelum menuju kesimpulan. Yakni, mendengarkan keterangan ahli dari Nasdem. Rencananya, persidangan itu akan digelar pada 23 Mei mendatang. “Mudah-mudahan sidang terakhir,” tegasnya.

Sementara itu, dalam sidang kemarin, MK mendengarkan keterangan sejumlah ahli. Salah satunya pakar hukum tata negara dan kepemiluan Titi Anggraini. Dalam pendapatnya, Titi menilai persoalan sistem pemilu sebagai kebijakan hukum terbuka oleh Undang-Undang (UU). “Jika menilik putusan MK termutakhir, maka sudah sewajarnya jika MK menempatkan sistem pemilu sebagai ranah pembentuk UU untuk mengaturnya,” ujarnya.

Jika MK mengunci konstitusionalitas sistem pemilu pada satu pilihan tertutup atau terbuka, lanjut Titi, maka akan menyulitkan kalau ke depannya hendak melakulan evaluasi. Menurut dia, MK cukup memberikan rambu-rambu pada DPR dan pemerintah tentang asas dan prinsip dalam menentukan sistem pemilu. (far/hud/jpg)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/