27.8 C
Medan
Thursday, May 2, 2024

Ahmad Dhani Jalani Sidang Perdana

Terdakwa Kasus Dugaan Ujaran Kebencian Ahmad Dhani berpose saat mengikuti sidang perdana pembacaan dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) di Pengadilan Negeri Jakarta Sellata, Jakarta, Senin (16/4). Dhani ditetapkan menjadi tersangka atas laporan pendiri BTP Network Jack Lapian karena kicauannya di sosial media Twitter dan dianggap menghasut serta penuh kebencian terhadap pendukung mantan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. Foto: Ismail Pohan/INDOPOS

JAKARTA, SUMUTPOS.CO  – Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan menggelar sidang perdana perkara ujaran kebencian (hate speech) yang menjerat musisi Ahmad Dhani, Senin (16/4). Jaksa Penuntut Umum (JPU) membeberkan tiga cuitan Ahmad Dhani yang mengandung unsur delik pidana ujaran kebencian.

Ketua JPU, Dedyng Wibianto Atabay mengatakan dalam menyebarkan luaskan pesan, Ahmad Dhani melibatkan seorang pegawai bernama Suryopratomo Bimo A alias Bimo. Bimo bekerja sebagai admin yang bertugas mengunggah pesan Ahmad Dhani ke media sosial dengan mendapatkan gaji Rp. 2 juta perbulan.

“Jadi saksi Suryopratomo Bimo A alias Bimo berperan menyalin secara persis dengan apa yang ditulis terdakwa dan mengunggah pesan tersebut ke akun Twitter milik Ahmad Dhani,” ujar Dedyng saat membacakan dakwaan, di PN Jakarta Selatan, Jalan Ampera Raya nomor 13, Jakarta Selatan.

Dedyng menjelaskan bahwa terdakwa mengirimkan pesan ujaran kebencian kepada saksi Suryopratomo Bimo A alias Bimo pada tanggal 7 Februari 2017 melalui aplikasi WhatsApp.  Kemudian saksi menyalin secar persis dengan apa yang dikirim terdakwa dan mengunggah pesan tersebut ke akun Twitter milik Ahmad Dhani.

“Tulisan tersebut berisi bahwa, Yang menistakan Agama adalah Ahok, tapi yang diadili KH Makruf Amin,” kata Dedyng.

Kemudian Ahmad Dhani kembali  mengirim pesan ujaran kebencian kepada saksi Suryopratomo Bimo A alias Bimo pada tanggal 6 Maret 2017 melalui aplikasi WhatsApp. Pesan tersebut disalin secara persis oleh saksi Bimo dan diunggah akun Twitter milik Ahmad Dhani yang isinya melecehkan penduduk Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.

“Pesan tersebut berisi, Sapa saja yang mendukung penista Agama adalah bajingan yang perlu diludahi mukanya,” ujarnya.

Kemudian Dhani di bulan yang sama, pada 8 Maret 2018, kembali mengirimkan pesan pada Bimo. Ia mengatakan bahwa penista agama tidak sesuai dengan Pancasila.

“Sila pertama ketuhanan YME penista agama jadi gubernur, kalian waras?” ujarnya.

Musisi Ahmad Dhani disangkakan dengan Pasal 45 A ayat 2 jo. Pasal 28 ayat 2 UU RI No.19 Tahun 2016 Ttg Perubahan UU No.11 Th 2008 ttg Informasi dan Transaksi Elektronik Jo. Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP. Ia diancam dengan ancaman hukuman pidana 6 tahun denda Rp 1 miliar.

“Ahmad Dhani bersama saksi Suryo Pratomo Bimo pada bulan Februari sampai Maret 2017 dengan sengaja dan tanpa hak menyebabkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan sentimen suku, ras, Agama, dan antar golongan (SARA),” imbuh Dedyng.

Sementara itu penasihat hukum Ahmad Dhani, Hendarsam Marantoko menjelaskan bahwa yang dilakukan oleh kliennya merupakan bentuk kebebasan berekspresi yang telah diatur dalam konstitusi. Menurutnya, ketidak sukaan kliennya terhadap pelaku penista agama adalah hal yang tidak melanggar hukum.

“Apalagi penistaan agama apapun di Indonesia adalah jelas merupakan perbuatan pidana yang dilarang pasal 156 dan pasal 156a KUHP, sehingga pesan dalam media sosial tersebut adalah bentuk ketidaksukaan,” ujar Hendarsam.

Selain itu, ia juga menilai bahwa pasal 28 ayat (2) UU ITE merupakan pasal karet yang sifatnya bisa untuk menjerat seseorang tanpa alasan yang jelas. Pasal tersebut juga dinilai mengurangi kebebasan berekspresi dari kliennya.

“Pasal  28 ayat (2) UU ITE adalah pasal karet. Pasal ini bisa memidanakan pada siapa saja atas dasar tidak suka,” imbuhnya.

Sementara itu Dhani Prasetyo alias Ahmad Dhani mengatakan bahwa dirinya merasa tidak bersalah atas pernyataannya yang dinilai mengundung unsur SARA. Ia juga mengakui semua ujarannya yang dituliskan dalam dakwahan JPU. 

Terdakwa Kasus Dugaan Ujaran Kebencian Ahmad Dhani berpose saat mengikuti sidang perdana pembacaan dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) di Pengadilan Negeri Jakarta Sellata, Jakarta, Senin (16/4). Dhani ditetapkan menjadi tersangka atas laporan pendiri BTP Network Jack Lapian karena kicauannya di sosial media Twitter dan dianggap menghasut serta penuh kebencian terhadap pendukung mantan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. Foto: Ismail Pohan/INDOPOS

JAKARTA, SUMUTPOS.CO  – Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan menggelar sidang perdana perkara ujaran kebencian (hate speech) yang menjerat musisi Ahmad Dhani, Senin (16/4). Jaksa Penuntut Umum (JPU) membeberkan tiga cuitan Ahmad Dhani yang mengandung unsur delik pidana ujaran kebencian.

Ketua JPU, Dedyng Wibianto Atabay mengatakan dalam menyebarkan luaskan pesan, Ahmad Dhani melibatkan seorang pegawai bernama Suryopratomo Bimo A alias Bimo. Bimo bekerja sebagai admin yang bertugas mengunggah pesan Ahmad Dhani ke media sosial dengan mendapatkan gaji Rp. 2 juta perbulan.

“Jadi saksi Suryopratomo Bimo A alias Bimo berperan menyalin secara persis dengan apa yang ditulis terdakwa dan mengunggah pesan tersebut ke akun Twitter milik Ahmad Dhani,” ujar Dedyng saat membacakan dakwaan, di PN Jakarta Selatan, Jalan Ampera Raya nomor 13, Jakarta Selatan.

Dedyng menjelaskan bahwa terdakwa mengirimkan pesan ujaran kebencian kepada saksi Suryopratomo Bimo A alias Bimo pada tanggal 7 Februari 2017 melalui aplikasi WhatsApp.  Kemudian saksi menyalin secar persis dengan apa yang dikirim terdakwa dan mengunggah pesan tersebut ke akun Twitter milik Ahmad Dhani.

“Tulisan tersebut berisi bahwa, Yang menistakan Agama adalah Ahok, tapi yang diadili KH Makruf Amin,” kata Dedyng.

Kemudian Ahmad Dhani kembali  mengirim pesan ujaran kebencian kepada saksi Suryopratomo Bimo A alias Bimo pada tanggal 6 Maret 2017 melalui aplikasi WhatsApp. Pesan tersebut disalin secara persis oleh saksi Bimo dan diunggah akun Twitter milik Ahmad Dhani yang isinya melecehkan penduduk Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.

“Pesan tersebut berisi, Sapa saja yang mendukung penista Agama adalah bajingan yang perlu diludahi mukanya,” ujarnya.

Kemudian Dhani di bulan yang sama, pada 8 Maret 2018, kembali mengirimkan pesan pada Bimo. Ia mengatakan bahwa penista agama tidak sesuai dengan Pancasila.

“Sila pertama ketuhanan YME penista agama jadi gubernur, kalian waras?” ujarnya.

Musisi Ahmad Dhani disangkakan dengan Pasal 45 A ayat 2 jo. Pasal 28 ayat 2 UU RI No.19 Tahun 2016 Ttg Perubahan UU No.11 Th 2008 ttg Informasi dan Transaksi Elektronik Jo. Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP. Ia diancam dengan ancaman hukuman pidana 6 tahun denda Rp 1 miliar.

“Ahmad Dhani bersama saksi Suryo Pratomo Bimo pada bulan Februari sampai Maret 2017 dengan sengaja dan tanpa hak menyebabkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan sentimen suku, ras, Agama, dan antar golongan (SARA),” imbuh Dedyng.

Sementara itu penasihat hukum Ahmad Dhani, Hendarsam Marantoko menjelaskan bahwa yang dilakukan oleh kliennya merupakan bentuk kebebasan berekspresi yang telah diatur dalam konstitusi. Menurutnya, ketidak sukaan kliennya terhadap pelaku penista agama adalah hal yang tidak melanggar hukum.

“Apalagi penistaan agama apapun di Indonesia adalah jelas merupakan perbuatan pidana yang dilarang pasal 156 dan pasal 156a KUHP, sehingga pesan dalam media sosial tersebut adalah bentuk ketidaksukaan,” ujar Hendarsam.

Selain itu, ia juga menilai bahwa pasal 28 ayat (2) UU ITE merupakan pasal karet yang sifatnya bisa untuk menjerat seseorang tanpa alasan yang jelas. Pasal tersebut juga dinilai mengurangi kebebasan berekspresi dari kliennya.

“Pasal  28 ayat (2) UU ITE adalah pasal karet. Pasal ini bisa memidanakan pada siapa saja atas dasar tidak suka,” imbuhnya.

Sementara itu Dhani Prasetyo alias Ahmad Dhani mengatakan bahwa dirinya merasa tidak bersalah atas pernyataannya yang dinilai mengundung unsur SARA. Ia juga mengakui semua ujarannya yang dituliskan dalam dakwahan JPU. 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/