25.9 C
Medan
Sunday, June 2, 2024

Diduga Tak Kuat Tekanan Politik

FOTO: MUHAMAD ALI/JAWAPOS Dirut Pertamina Karen Agustiawan saat menjadi saksi untuk Terdakwa Rudi Rubiandini dalam kasus suap SKK Migas di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Selasa (4/3/2014).
FOTO: MUHAMAD ALI/JAWAPOS
Dirut Pertamina Karen Agustiawan saat menjadi saksi untuk Terdakwa Rudi Rubiandini dalam kasus suap SKK Migas di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Selasa (4/3/2014).

SUMUTPOS.CO – Karen Agustiawan menyatakan mundur dari jabatannya sebagai Direktur Utama PT Pertamina (Persero) terhitung 1 Oktober mendatang. Kabar ini tak pelak menimbulkan berbagai spekulasi.

Karen disebutkan mengundurkan diri lantaran terganjal izin pemerintah menaikkan harga elpiji 12 kg. Sebab, bila tahun ini Pertamina tak naikkan harga elpiji 12 kg, maka perseroan akan menangguk kerugian sebesar Rp6,1 triliun.

Hanya saja dugaan itu dibantah VP Corporate Communications Pertamina, Ali Mundakir saat mengelar jumpa pers di kantornya, Jakarta, Senin (18/8).

“Tidak ada kaitannya dengan elpiji naik ataupun BBM. Sudah satu tahun prosesnya (ingin mengundurkan diri jadi Dirut PLN). Sejak Maret 2013, beliau bermaksud untuk mundur dan bilang saatnya melakukan regenerasi dirut Pertamina,” serunya.

Selain itu mengenai dugaan Karen yang akan dipinang menjadi menteri dan akhirnya memutuskan untuk mundur jadi dirut Pertamina, Ali juga mematahkan dugaan tersebut. Diakui Ali, beberapa tawaran jabatan memang sempat menghampiri bosnya itu.

“Beliau ingin slow down, memang ada beberapa tawaran, tapi nggak terkait politik. Ada tawaran institusi pendidikan dan korporasi Internasional, dua hal itu yang dipertimbangkan. Setelah mundur, beliau ingin slow down dulu. Nggak ada kaitannya dengan politik,” tandas dia.

Bekas Sekretaris Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Said Didu menduga pengunduran diri Karen Agustiawan cukup mengejutkan. Ia memperkirakan pengunduran diri Karen lantaran perempuan itu tak kuat menghadapi tekanan.

“Saya tahu beliau sangat profesional, mungkin hanya tidak kuat menahan tekanan dan ketidaktegasan pemerintah,” kata Said, kemarin.

Menurut Said, Karen adalah sosok pemimpin perusahaan pelat merah yang memiliki kinerja baik. Dengan pengunduran dirinya ini, kemungkinan besar Pertamina akan merasa kehilangan. “Oke, kalau memang sudah diizinkan, tapi Pertamina pasti kehilangan,” ujarnya.

Said menuturkan, dilema sebagai profesional di Pertamina dalam menghadapi kebijakan pemerintah yang tidak konsisten, cukup membuat pusing Karen.

“Saya pikir bu Karen sudah capek, menghadapi kebijakan pemerintah terkait Pertamina yang profesional, itu penyebab,” katanya.

Dia mengungkapkan, pengunduran ini juga dipengaruhi konsistensi penerapan UU BUMN dan kebijakan mengenai subsidi bahan bakar minyak (BBM) yang tidak jelas, dan juga harga Elpiji 12 kilogram (kg) nonsubsidi.

“Dan juga keberpihakan pemerintah dalam menghadapi kisruh Pertamina dengan swasta, seperti dengan Tuban Petro, Pertamina selalu disuruh mengalah,” tambahnya.

Oleh karena itu, mundurnya Karen dinilai sebagai langkah positif, jika menghitung risiko-risiko yang akan terus diterimanya jika masih harus mempertahankan jabatannya di Pertamina.

“Beliau sudah menghitung risiko, risiko seorang profesional dan nantinya tidak dianggap tidak profesional, lalu risiko menanggung hukum, karena tidak menaikan gas 12 kg Dirut Pertamina bisa dikenakan pidana, karena kan selama ini pemerintah menyerahkannya kepada Pertamina,” tukasnya. (bil/dim/c11)

FOTO: MUHAMAD ALI/JAWAPOS Dirut Pertamina Karen Agustiawan saat menjadi saksi untuk Terdakwa Rudi Rubiandini dalam kasus suap SKK Migas di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Selasa (4/3/2014).
FOTO: MUHAMAD ALI/JAWAPOS
Dirut Pertamina Karen Agustiawan saat menjadi saksi untuk Terdakwa Rudi Rubiandini dalam kasus suap SKK Migas di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Selasa (4/3/2014).

SUMUTPOS.CO – Karen Agustiawan menyatakan mundur dari jabatannya sebagai Direktur Utama PT Pertamina (Persero) terhitung 1 Oktober mendatang. Kabar ini tak pelak menimbulkan berbagai spekulasi.

Karen disebutkan mengundurkan diri lantaran terganjal izin pemerintah menaikkan harga elpiji 12 kg. Sebab, bila tahun ini Pertamina tak naikkan harga elpiji 12 kg, maka perseroan akan menangguk kerugian sebesar Rp6,1 triliun.

Hanya saja dugaan itu dibantah VP Corporate Communications Pertamina, Ali Mundakir saat mengelar jumpa pers di kantornya, Jakarta, Senin (18/8).

“Tidak ada kaitannya dengan elpiji naik ataupun BBM. Sudah satu tahun prosesnya (ingin mengundurkan diri jadi Dirut PLN). Sejak Maret 2013, beliau bermaksud untuk mundur dan bilang saatnya melakukan regenerasi dirut Pertamina,” serunya.

Selain itu mengenai dugaan Karen yang akan dipinang menjadi menteri dan akhirnya memutuskan untuk mundur jadi dirut Pertamina, Ali juga mematahkan dugaan tersebut. Diakui Ali, beberapa tawaran jabatan memang sempat menghampiri bosnya itu.

“Beliau ingin slow down, memang ada beberapa tawaran, tapi nggak terkait politik. Ada tawaran institusi pendidikan dan korporasi Internasional, dua hal itu yang dipertimbangkan. Setelah mundur, beliau ingin slow down dulu. Nggak ada kaitannya dengan politik,” tandas dia.

Bekas Sekretaris Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Said Didu menduga pengunduran diri Karen Agustiawan cukup mengejutkan. Ia memperkirakan pengunduran diri Karen lantaran perempuan itu tak kuat menghadapi tekanan.

“Saya tahu beliau sangat profesional, mungkin hanya tidak kuat menahan tekanan dan ketidaktegasan pemerintah,” kata Said, kemarin.

Menurut Said, Karen adalah sosok pemimpin perusahaan pelat merah yang memiliki kinerja baik. Dengan pengunduran dirinya ini, kemungkinan besar Pertamina akan merasa kehilangan. “Oke, kalau memang sudah diizinkan, tapi Pertamina pasti kehilangan,” ujarnya.

Said menuturkan, dilema sebagai profesional di Pertamina dalam menghadapi kebijakan pemerintah yang tidak konsisten, cukup membuat pusing Karen.

“Saya pikir bu Karen sudah capek, menghadapi kebijakan pemerintah terkait Pertamina yang profesional, itu penyebab,” katanya.

Dia mengungkapkan, pengunduran ini juga dipengaruhi konsistensi penerapan UU BUMN dan kebijakan mengenai subsidi bahan bakar minyak (BBM) yang tidak jelas, dan juga harga Elpiji 12 kilogram (kg) nonsubsidi.

“Dan juga keberpihakan pemerintah dalam menghadapi kisruh Pertamina dengan swasta, seperti dengan Tuban Petro, Pertamina selalu disuruh mengalah,” tambahnya.

Oleh karena itu, mundurnya Karen dinilai sebagai langkah positif, jika menghitung risiko-risiko yang akan terus diterimanya jika masih harus mempertahankan jabatannya di Pertamina.

“Beliau sudah menghitung risiko, risiko seorang profesional dan nantinya tidak dianggap tidak profesional, lalu risiko menanggung hukum, karena tidak menaikan gas 12 kg Dirut Pertamina bisa dikenakan pidana, karena kan selama ini pemerintah menyerahkannya kepada Pertamina,” tukasnya. (bil/dim/c11)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/