25.6 C
Medan
Thursday, May 16, 2024

Nasionalime itu yang Paling Penting Keadilan

Ada pula kecenderungan lahan pertanian makin tergerus untuk permukiman. Bagaimana tanggapan Bapak?

Iya, karena itu (produksi pangan) harus dikejar dengan peningkatan produktifitas. Lahan habis kira-kira 1,5 persen per tahun. Jadi produktifitas harus dinaikan lebih dari itu. Karena penduduk bertambah 1,5 persen, lahan berkurang 1,5 persen, jadi (total berkurang) 3 persen. Karena itu produksi lahan harus naik minimal lima persen pertahun agar kita bisa survive terus. Lima persen itu tidak banyak sebenarnya.

Kalau produksi beras 5 juta ton. Kalau (produktivitas) dinaikkan jadi 5,2 atau 5,5 juta ton, itu secara teknologi sangat bisa. Dengan bibit yang baik, pupuk yang baik. Pupuk sih sudah berlebihan. Tapi dengan cara-cara yang baik, dengan rehabilitasi pengairan, itu bisa dicapai.

 

Bagaimana dengan minat masyarakat yang sekarang semakin enggan menjadi petani?

Pasti itu. Dimana-mana minat itu (turun), maka diganti dengan mekanisasi. Karena itu dibagi-bagi alat tani yang banyak, traktor, dan lain-lain.

 

Agustus lalu, Bapak melontarkan otokritik lugas, bahwa 71 tahun merdeka Indonesia baru bisa memenuhi kebutuhan sandang, sedangkan pangan dan papan belum merata. Apakah strategi untuk pemerataannya?

Pertama, kita harus tingkatkan produktifitas. Itu kuncinya. Sebab, kita tidak kekurangan lahan. Kita hanya ketinggalan dari segi produktivitas. Contohnya beras saja. Di negara lain (produksinya) sudah bisa 7-8 ton per hektare, sedangkan kita masih berkisar 5 ton per hektare. Apalagi, kita juga harus memperbaiki data-data produksi pertanian kita. Data yang ada harus direvisi yang betul lah.

 

Itu sebabnya Bapak sering mengkritik data produksi pangan kita?

Masih jauh (validitasnya). Menurut saya, produksi beras kita itu tidak lebih dari 50 juta ton (per tahun). Bukan 77 ton atau 78 ton disampaikan BPS (Badan Pusat Statistik). Itu kan surveinya.

 

Peningkatan produksi pangan berarti fokus ke teknologi pertanian ?

Iya. Misalnya, sangat penting sekali bibit yang baik. Tidak hanya padi, bawang, jagung, sapi, tingkat produktifitasnya harus diperbaiki. Karena kita tidak mungkin menambah lahan terlalu banyak. Sebab kalau tambah lahan, berarti butuh pengairan, butuh lagi sisa hutan yang dibabat terus kan.

 

Bagaimana dengan program food estate di Papua?

Food estate itu tidak akan bisa. Di Indonesia kan tidak pernah jalan itu food estate. Khususnya beras. Kenapa? Karena beras itu dikontrol harganya oleh pemerintah. Memang ada tidak adilnya. Harga kopi atau sawit naik, makin senang orang. Nah, begitu harga beras naik, semua orang marah. Jadi, bagaimana anda bisa bikin foodestate. Terkecuali ada subsidi besar-besaran lagi, itu baru bisa food estate.

 

Terkait pemerataan papan, pemerintah punya inisiatif Program Sejuta Rumah Rakyat. Bagaimana evaluasinya?

Itu sebenarnya berjalan terus. Karena itu sejak dulu saya rencanakan seribu tower di Jakarta dan Surabaya. Dan itu kini tinggal pelaksanaanya saja. Karena itu otonomi urusan daerah. Kita pernah panggil semua walikota siapa siap lahan, kita bangunkan rumah susun. Karena tidak mungkin lagi anda kembangkan rumah biasa. Lahannya terbatas malah nanti ambil semua sawah. Jadi, semua harus rumah susun.

Kalau soal dana, bisa dicari, apakah pinjam di World Bank atau di mana, mau semua. Kesulitannya daerah kadang-kadang tidak bisa siapkan lahannya. Pembebasan lahan memang sulit.

Ada pula kecenderungan lahan pertanian makin tergerus untuk permukiman. Bagaimana tanggapan Bapak?

Iya, karena itu (produksi pangan) harus dikejar dengan peningkatan produktifitas. Lahan habis kira-kira 1,5 persen per tahun. Jadi produktifitas harus dinaikan lebih dari itu. Karena penduduk bertambah 1,5 persen, lahan berkurang 1,5 persen, jadi (total berkurang) 3 persen. Karena itu produksi lahan harus naik minimal lima persen pertahun agar kita bisa survive terus. Lima persen itu tidak banyak sebenarnya.

Kalau produksi beras 5 juta ton. Kalau (produktivitas) dinaikkan jadi 5,2 atau 5,5 juta ton, itu secara teknologi sangat bisa. Dengan bibit yang baik, pupuk yang baik. Pupuk sih sudah berlebihan. Tapi dengan cara-cara yang baik, dengan rehabilitasi pengairan, itu bisa dicapai.

 

Bagaimana dengan minat masyarakat yang sekarang semakin enggan menjadi petani?

Pasti itu. Dimana-mana minat itu (turun), maka diganti dengan mekanisasi. Karena itu dibagi-bagi alat tani yang banyak, traktor, dan lain-lain.

 

Agustus lalu, Bapak melontarkan otokritik lugas, bahwa 71 tahun merdeka Indonesia baru bisa memenuhi kebutuhan sandang, sedangkan pangan dan papan belum merata. Apakah strategi untuk pemerataannya?

Pertama, kita harus tingkatkan produktifitas. Itu kuncinya. Sebab, kita tidak kekurangan lahan. Kita hanya ketinggalan dari segi produktivitas. Contohnya beras saja. Di negara lain (produksinya) sudah bisa 7-8 ton per hektare, sedangkan kita masih berkisar 5 ton per hektare. Apalagi, kita juga harus memperbaiki data-data produksi pertanian kita. Data yang ada harus direvisi yang betul lah.

 

Itu sebabnya Bapak sering mengkritik data produksi pangan kita?

Masih jauh (validitasnya). Menurut saya, produksi beras kita itu tidak lebih dari 50 juta ton (per tahun). Bukan 77 ton atau 78 ton disampaikan BPS (Badan Pusat Statistik). Itu kan surveinya.

 

Peningkatan produksi pangan berarti fokus ke teknologi pertanian ?

Iya. Misalnya, sangat penting sekali bibit yang baik. Tidak hanya padi, bawang, jagung, sapi, tingkat produktifitasnya harus diperbaiki. Karena kita tidak mungkin menambah lahan terlalu banyak. Sebab kalau tambah lahan, berarti butuh pengairan, butuh lagi sisa hutan yang dibabat terus kan.

 

Bagaimana dengan program food estate di Papua?

Food estate itu tidak akan bisa. Di Indonesia kan tidak pernah jalan itu food estate. Khususnya beras. Kenapa? Karena beras itu dikontrol harganya oleh pemerintah. Memang ada tidak adilnya. Harga kopi atau sawit naik, makin senang orang. Nah, begitu harga beras naik, semua orang marah. Jadi, bagaimana anda bisa bikin foodestate. Terkecuali ada subsidi besar-besaran lagi, itu baru bisa food estate.

 

Terkait pemerataan papan, pemerintah punya inisiatif Program Sejuta Rumah Rakyat. Bagaimana evaluasinya?

Itu sebenarnya berjalan terus. Karena itu sejak dulu saya rencanakan seribu tower di Jakarta dan Surabaya. Dan itu kini tinggal pelaksanaanya saja. Karena itu otonomi urusan daerah. Kita pernah panggil semua walikota siapa siap lahan, kita bangunkan rumah susun. Karena tidak mungkin lagi anda kembangkan rumah biasa. Lahannya terbatas malah nanti ambil semua sawah. Jadi, semua harus rumah susun.

Kalau soal dana, bisa dicari, apakah pinjam di World Bank atau di mana, mau semua. Kesulitannya daerah kadang-kadang tidak bisa siapkan lahannya. Pembebasan lahan memang sulit.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/