25 C
Medan
Monday, June 17, 2024

5 Alasan Indonesia Tak Perlu Gentar Mengeksekusi Mati Terpidana Narkoba

Alasan berikutnya, tambah Hikmahanto, tokoh-tokoh negara lain yang melakukan protes saat ini sedang terbelit pertarungan politik untuk menduduki kursi kepemimpinan. Sehingga isu hukuman mati di Indonesia menjadi komoditas empuk.

“Sebenarnya hal ini patut disayangkan mengingat mereka mengorbankan kepentingan Indonesia untuk ambisi politik para politikunya,” lanjut Hikmahanto.

Hikmahanto menambahkan, saat ini Indonesia sedang dipojokkan oleh Prancis dan Australia terkait pelaksanaan hukuman mati. Sehingga Indonesia tidak seharusnya tetap berani menghadapinya. Ia mempertanyakan sikap Australia yang tidak sama pada Tiongkok.

“Akhir bulan Maret lalu Tiongkok melaksanakan hukuman mati atas warga Australia namun Australia tidak melakukan tekanan seperti terhadap Indonesia,” ujar Hikmahanto.

Terakhir mengenai pernyataan Sekjen PBB Ban Ki Moon, menurut Hikmahanto patut disayangkan.  Pasalnya, kata dia, Ki Moon membuat pernyataan di luar tugas dan fungsi sebagai Sekjen. Sekjen PBB, sambungnya, bukanlah presiden dari negara-negara dunia yang dapat mengeluarkan perintah.

Tak hanya itu, tegasnya, Kovenan Internasional Sipil dan Politik hanya membatasi kejahatan serius sebagai kejahatan internasional. Dalam kovenan tersebut secara tegas diserahkan kepada masing-masing negara anggota untuk menentukan kejahatan serius. Termasuk kejahatan narkoba.

“Lalu rakyat Indonesia juga dapat mempertanyakan dimana suara Sekjen PBB ketika baru-baru ini 2 orang TKI dihukum mati di Arab Saudi? Dimana pembelaan Sekjen PBB?”  imbuhnya.

Hikmahanto menambahkan, sikap Ban Ki Moon menjadi aneh dengan mempermasalahkan hukuman mati di Indonesia karena di negaranya sendiri, Korea Selatan, dikenal hukuman mati.

“Dari pernyataan Ban Ki Moon tidak heran bila Presiden Jokowi menyatakan PBB tidak merefleksikan kepentingan negara-negara Asia dan Afrika. Kepentingan dan suara yang dibawa adalah dari negara-negara di Eropa, Australia dan Amerika. Pantas bila Presiden Jokowi menggugat keuniversalan PBB,”  tandas Hikmahanto. (flo/jpnn)

Alasan berikutnya, tambah Hikmahanto, tokoh-tokoh negara lain yang melakukan protes saat ini sedang terbelit pertarungan politik untuk menduduki kursi kepemimpinan. Sehingga isu hukuman mati di Indonesia menjadi komoditas empuk.

“Sebenarnya hal ini patut disayangkan mengingat mereka mengorbankan kepentingan Indonesia untuk ambisi politik para politikunya,” lanjut Hikmahanto.

Hikmahanto menambahkan, saat ini Indonesia sedang dipojokkan oleh Prancis dan Australia terkait pelaksanaan hukuman mati. Sehingga Indonesia tidak seharusnya tetap berani menghadapinya. Ia mempertanyakan sikap Australia yang tidak sama pada Tiongkok.

“Akhir bulan Maret lalu Tiongkok melaksanakan hukuman mati atas warga Australia namun Australia tidak melakukan tekanan seperti terhadap Indonesia,” ujar Hikmahanto.

Terakhir mengenai pernyataan Sekjen PBB Ban Ki Moon, menurut Hikmahanto patut disayangkan.  Pasalnya, kata dia, Ki Moon membuat pernyataan di luar tugas dan fungsi sebagai Sekjen. Sekjen PBB, sambungnya, bukanlah presiden dari negara-negara dunia yang dapat mengeluarkan perintah.

Tak hanya itu, tegasnya, Kovenan Internasional Sipil dan Politik hanya membatasi kejahatan serius sebagai kejahatan internasional. Dalam kovenan tersebut secara tegas diserahkan kepada masing-masing negara anggota untuk menentukan kejahatan serius. Termasuk kejahatan narkoba.

“Lalu rakyat Indonesia juga dapat mempertanyakan dimana suara Sekjen PBB ketika baru-baru ini 2 orang TKI dihukum mati di Arab Saudi? Dimana pembelaan Sekjen PBB?”  imbuhnya.

Hikmahanto menambahkan, sikap Ban Ki Moon menjadi aneh dengan mempermasalahkan hukuman mati di Indonesia karena di negaranya sendiri, Korea Selatan, dikenal hukuman mati.

“Dari pernyataan Ban Ki Moon tidak heran bila Presiden Jokowi menyatakan PBB tidak merefleksikan kepentingan negara-negara Asia dan Afrika. Kepentingan dan suara yang dibawa adalah dari negara-negara di Eropa, Australia dan Amerika. Pantas bila Presiden Jokowi menggugat keuniversalan PBB,”  tandas Hikmahanto. (flo/jpnn)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/