26.7 C
Medan
Saturday, May 18, 2024

Pilih Banding Usai Divonis Pecat, Sambo Inkonsisten

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Mantan Kadiv Propam Polri Irjen Pol Ferdy Sambo dijatuhi hukuman pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) alias dipecat. Dia dinyatakan melakukan perbuatan tercela dalam kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J. Merespons vonis tersebut, Sambo melakukan perlawanan dengan mengajukan banding.

“Mohon izin, sesuai dengan Pasal 29 PP 7 Tahun 2022, izinkan kami mengajukan banding, apapun keputusan banding kami siap untuk laksanakan,” kata Sambo saat menjalani sidang Kode Etik Profesi Polri (KEPP) di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Jumat (26/8).

Pengamat dari Institute for Security and Strategic Studies (ISSES), Khairul Fahmi mengkritik keputusan Irjen Pol Ferdy Sambo yang mengajukan banding atas vonis terhadap dirinya. Padahal sebelum itu, dia mengajukan surat pengunduran diri dari keanggotaan sebagai polisi. “Rencana Ferdy Sambo mengajukan banding atas hasil persidangan kode etik itu menunjukkan inkonsistensi dari pernyataan yang ditulisnya sebelum persidangan,” kata Fahmi saat dihubungi JawaPos.com, Jumat (26/8).

Fahmi menlai, langkah Sambo ini sebagai upaya mempertahankan reputasinya. Dia berusaha sebisa mungkin agar tidak berstatus pecatan Polri. “Dirinya masih berupaya melawan upaya pemberhentian dengan tidak hormat (PDTH) melalui sidang etik yang artinya juga masih memikirkan reputasi, karena mundur dan dipecat itu jelas berbeda dan dia belum siap untuk menerima konsekuensinya,” jelasnya.

Fahmi pun berharap kepolisian tak bertele-tele dalam menangani perkara ini. “Publik jangan buru-buru menyambut gembira. Kita belum tahu hasil banding nanti akan menguatkan atau bagaimana. Kita berharap proses itu cepat dan tidak bertele-tele,” kata Fahmi.

Dia meminta, saat ini publik harus tetap ikut mengawasi proses yang berlangsung terhadap nasib Sambo di kepolisian. Selain itu, menurutnya, Polri harus memiliki ketentuan yang lebih jelas dalam mengatur soal persidangan etik ini.

Hal ini agar tidak ada kesan bahwa penyelesaian masalah etik bergantung pada seberapa besar perhatian dan tekanan publik. “Meskipun sidang etik terhadap Sambo menunjukkan Polri hari ini sudah lebih progresif dan responsif dibanding kasus-kasus etik sebelumnya, misalnya dalam kasus Brotoseno,” paparnya.

Ia menilai, langkah responsif dari Polri terkait kasus ini tidak cukup. Fahmi menyatakan, Polri juga mesti melakukan permintaan maaf terbuka pada publik terkait insiden ini. “Karena sebenarnya pelanggaran pidana dan etik yang dilakukan Sambo cs itu tidak akan menguras energi publik dan bertele-tele jika lembaga Polri benar-benar mampu menjaga integritas dan profesionalismenya,” tegasnya.

Sementara, keluarga Brigadir Nopriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J menyampaikan pernyataan keras, setelah Irjen Ferdy Sambo akan mengajukan banding usai dipecat dari institusi Polri. Salah satu kerabat Brigadir J, Roslin Simanjuntak mengatakan, Ferdy Sambo seharusnya bersikap patriot. “Saya cuma minta, seharusnya dia sebagai seorang jenderal harus bersikap patriot. Jangan pengecut,” kata Roslin di rumah Brigadir J di Desa Suka Makmur, Sungai Bahar, Muaro Jambi, Jumat (26/8).

Roslin mengatakan, alasan pengecut yang dilontarkannya adalah Ferdy Sambo seolah-olah tak terima dengan keputusan itu dengan mengajukan permohonan banding. Padahal, menurut dia, Sambo jelas-jelas bersalah dalam kasus ini. Sambo bahkan mengajukan pengunduran diri sebelum sidang etik, yang ditengarai untuk menghindari pemecatan alias pemberhentian tidak dengan hormat. “Jangan malah minta mengundurkan diri atau banding, setelah dia telah melakukan pembunuhan kepada anak kami, Brigadir Yosua,” ujar Roslin.

Dia juga mengapresiasi langkah Polri yang memecat Ferdy Sambo melalui sidang etik. Bagi keluarga, pemecatan itu sudah setimpal sembari menunggu proses pidana yang tengah bergulir di Mabes Polri.

Sementara itu, Kadiv Humas Polri Irjen Pol Dedi Prasetyo mengatakan, banding merupakan hak Ferdy Sambo. Namun, dia harus menerima apapun hasil sidang banding nantinya. “Khusus untuk FS adalah keputusan banding final dan mengikat tidak ada upaya hukum lagi;” ucapnya.

Sebelumnya, Ferdy Sambo resmi dikenakan sanksi Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) dari institusi Polri. Dengan begitu pangkatnya sebagai Inspektur Jenderal (Irjen) resmi dicabut.

Keputusan ini diambil usai Ferdy Sambo menjalani sidang Kode Etik Profesi Polri (KEPP) yang dipimpin oleh Kabaintelkam Polri, Komjen Pol Ahmad Dofiri. Dalam sidang ini Ferdy dinyatakan bersalah dalam kasus pembunuhan berencana kepada Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J. “Dan pemberhentian tidak dengan hormat sebagai anggota polri,” kata Dedi.

Dedi juga menjelaskan, pengangkatan dan pemberhentian seorang perwira tinggi (Pati) Polri oleh Presiden, termasuk pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) Irjen Pol. Ferdy Sambo sebagai anggota Polri. “Bagi pati yang di-PTDH sesuai dengan keppres, Presiden yang mengangkat dan memberhentikan pati tersebut,” sebut Dedi.

Ferdy Sambo merupakan pati Polri berpangkat inspektur jenderal (irjen) polisi atau jenderal bintang dua. Sebelumnya, dia menjabat sebagai Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri, kemudian menjadi pati Pelayanan Markas (Yanma). Sementara itu, putusan Sidang Komisi Kode Etik Polri (KKEP) memutuskan, menjatuhkan sanksi PTDH terhadap Irjen Pol. Ferdy Sambo karena terbukti melanggar etik perbuatan tercela. Oleh karena itu, secara administrasi, Sambo juga dihukum penempatan khusus selama 21 hari.

Sementara, Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengatakan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan menunggu hasil banding terlebih dahulu untuk pemecatan Sambo. Jika banding ditolak, maka proses pemecatan akan dilakukan. “Nanti kalau putusan banding menolak, maka Kapolri mengusulkan kepada Presiden untuk membuat Keppres pemberhentian,” kata Mahfud MD saat dikonfirmasi JawaPos.com, Jumat (26/8).

Mahfud mengatakan, proses pemecatan Sambo bisa berjalan cepat. Namun, harus menunggu putusan tetap terlebih dahulu. “Itu bisa cepat,” jelasnya.

Sambo dianggap melakukan 7 pelanggaran kode etik. Oleh karena itu, para pimpinan sidang sepakat untuk menjatuhkan sanksi berupa pemecatan. Adapun ketujuh pelanggaran yang dilakukan Ferdy Sambo pertama, melanggar Pasal 13 ayat (1) PP 1/2003 jo Pasal 5 ayat (1) huruf b Perpol 7/2022 yang berbunyi anggota Kepolisian RI dapat diberhentikan tidak hormat dari dinas Polri karena melanggar sumpah atau janji anggota Polri, sumpah atau janji jabatan, dan atau kode etik Polri juncto setiap pejabat Polri dalam etika kelembagaan wajib menjaga dan meningkatakan citra, solditas, kredibilitas, reputasi dan kehormatan.

Kedua, melanggar Pasal 13 ayat (1) PP 1/2003 tentang pemberhentian anggota Polri juncto Pasal 8 huruf b Perpol 7 tahun 2022 tentang KKEP anggota Polri dapat diberhentikan secara PTDH karena melanggar sumpah atau janji anggota Polri, sumpah atau janji jabatan, dan atau kode etik profesi Krpolisian, juncto setiap pejabat Polri dalam etika kepribadian wajib jujur, bertanggung jawab, disiplin, adil, peduli, tegas, dan humanis.

Ketiga, melanggar Pasal 13 ayat (1) PP 1/2003 juncto pasal 8 huruf c1 Perpol 7 tahun 2002 yang berbunyi setiap pejabat Polri dalam etika kepribadian wajib mentaati dan menghormati norma hukum. Keempat, melanggar Pasal 13 ayat (1) PP 1/2003 juncto Pasal 10 ayat (1) Perpol 7/2022 yang berbunyi setiap pejabat Polri dalam etika kelembagaan dilarang melakukan permufakatan pelanggaran KEPP, atau disiplin atau tindak pidana.

Kelima, melanggar Pasal 13 ayat (1) PP 1/2003 juncto Pasal 11 ayat (1) huruf a Perpol 7/2022 yang berbunyi setiap pejabat Polri sebagai atasan dilarang memberikan perintah yang bertentangan dengan norma hukum, agama dan kesusilaan.

Keenam, melanggar Pasal 13 ayat (1) PP 1/2003 juncto pasal 11 ayat 1 huruf b perpol 7/2022

jo setiap pejabat polri yg berkekdudukan sbg atasan dilarang menggunakan wewenangaya secara tidak bertanggung jawab. Dan ketujuh, melanggar Pasal 13 ayat (1) PP 1/2003 juncto pasal 13 huruf f Perpol 7/2022 yang berbunyi setiap pejabat Polri, dalam etika kepribadian dilarang melakukan tindakan kekerasan, berperilaku kasar, dan tidak patut.

Pengunduran Diri Ditolak

Polri menyatakan tidak akan memproses surat pengunduran diri yang diajukan Ferdy Sambo. “Tidak (akan diproses),” ujar Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo kepada wartawan, Jumat (26/8).

Dedi menegaskan, upaya pengunduran diri tersebut tidak akan mempengaruhi hasil putusan sidang etik tersebut. “Surat tersebut tidak mempengaruhi hasil putusan sidang,” katanya.

Sebelumnya, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menjawab adanya isu Irjen Ferdy Sambo yang mengajukan pengunduran diri dari Polri. Sigit mengatakan, saat ini Polri telah menerima surat itu dan sedang menindaklanjuti. “Ada suratnya, tapi sedang dihitung oleh tim sidang karena memang ada aturan-aturannya,” kata Sigit kepada wartawan di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (24/8). “Ya suratnya ada, tapi tentunya kan dihitung apakah itu bisa diproses atau tidak,” tambahnya. (jpc/bbs/adz)

 

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Mantan Kadiv Propam Polri Irjen Pol Ferdy Sambo dijatuhi hukuman pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) alias dipecat. Dia dinyatakan melakukan perbuatan tercela dalam kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J. Merespons vonis tersebut, Sambo melakukan perlawanan dengan mengajukan banding.

“Mohon izin, sesuai dengan Pasal 29 PP 7 Tahun 2022, izinkan kami mengajukan banding, apapun keputusan banding kami siap untuk laksanakan,” kata Sambo saat menjalani sidang Kode Etik Profesi Polri (KEPP) di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Jumat (26/8).

Pengamat dari Institute for Security and Strategic Studies (ISSES), Khairul Fahmi mengkritik keputusan Irjen Pol Ferdy Sambo yang mengajukan banding atas vonis terhadap dirinya. Padahal sebelum itu, dia mengajukan surat pengunduran diri dari keanggotaan sebagai polisi. “Rencana Ferdy Sambo mengajukan banding atas hasil persidangan kode etik itu menunjukkan inkonsistensi dari pernyataan yang ditulisnya sebelum persidangan,” kata Fahmi saat dihubungi JawaPos.com, Jumat (26/8).

Fahmi menlai, langkah Sambo ini sebagai upaya mempertahankan reputasinya. Dia berusaha sebisa mungkin agar tidak berstatus pecatan Polri. “Dirinya masih berupaya melawan upaya pemberhentian dengan tidak hormat (PDTH) melalui sidang etik yang artinya juga masih memikirkan reputasi, karena mundur dan dipecat itu jelas berbeda dan dia belum siap untuk menerima konsekuensinya,” jelasnya.

Fahmi pun berharap kepolisian tak bertele-tele dalam menangani perkara ini. “Publik jangan buru-buru menyambut gembira. Kita belum tahu hasil banding nanti akan menguatkan atau bagaimana. Kita berharap proses itu cepat dan tidak bertele-tele,” kata Fahmi.

Dia meminta, saat ini publik harus tetap ikut mengawasi proses yang berlangsung terhadap nasib Sambo di kepolisian. Selain itu, menurutnya, Polri harus memiliki ketentuan yang lebih jelas dalam mengatur soal persidangan etik ini.

Hal ini agar tidak ada kesan bahwa penyelesaian masalah etik bergantung pada seberapa besar perhatian dan tekanan publik. “Meskipun sidang etik terhadap Sambo menunjukkan Polri hari ini sudah lebih progresif dan responsif dibanding kasus-kasus etik sebelumnya, misalnya dalam kasus Brotoseno,” paparnya.

Ia menilai, langkah responsif dari Polri terkait kasus ini tidak cukup. Fahmi menyatakan, Polri juga mesti melakukan permintaan maaf terbuka pada publik terkait insiden ini. “Karena sebenarnya pelanggaran pidana dan etik yang dilakukan Sambo cs itu tidak akan menguras energi publik dan bertele-tele jika lembaga Polri benar-benar mampu menjaga integritas dan profesionalismenya,” tegasnya.

Sementara, keluarga Brigadir Nopriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J menyampaikan pernyataan keras, setelah Irjen Ferdy Sambo akan mengajukan banding usai dipecat dari institusi Polri. Salah satu kerabat Brigadir J, Roslin Simanjuntak mengatakan, Ferdy Sambo seharusnya bersikap patriot. “Saya cuma minta, seharusnya dia sebagai seorang jenderal harus bersikap patriot. Jangan pengecut,” kata Roslin di rumah Brigadir J di Desa Suka Makmur, Sungai Bahar, Muaro Jambi, Jumat (26/8).

Roslin mengatakan, alasan pengecut yang dilontarkannya adalah Ferdy Sambo seolah-olah tak terima dengan keputusan itu dengan mengajukan permohonan banding. Padahal, menurut dia, Sambo jelas-jelas bersalah dalam kasus ini. Sambo bahkan mengajukan pengunduran diri sebelum sidang etik, yang ditengarai untuk menghindari pemecatan alias pemberhentian tidak dengan hormat. “Jangan malah minta mengundurkan diri atau banding, setelah dia telah melakukan pembunuhan kepada anak kami, Brigadir Yosua,” ujar Roslin.

Dia juga mengapresiasi langkah Polri yang memecat Ferdy Sambo melalui sidang etik. Bagi keluarga, pemecatan itu sudah setimpal sembari menunggu proses pidana yang tengah bergulir di Mabes Polri.

Sementara itu, Kadiv Humas Polri Irjen Pol Dedi Prasetyo mengatakan, banding merupakan hak Ferdy Sambo. Namun, dia harus menerima apapun hasil sidang banding nantinya. “Khusus untuk FS adalah keputusan banding final dan mengikat tidak ada upaya hukum lagi;” ucapnya.

Sebelumnya, Ferdy Sambo resmi dikenakan sanksi Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) dari institusi Polri. Dengan begitu pangkatnya sebagai Inspektur Jenderal (Irjen) resmi dicabut.

Keputusan ini diambil usai Ferdy Sambo menjalani sidang Kode Etik Profesi Polri (KEPP) yang dipimpin oleh Kabaintelkam Polri, Komjen Pol Ahmad Dofiri. Dalam sidang ini Ferdy dinyatakan bersalah dalam kasus pembunuhan berencana kepada Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J. “Dan pemberhentian tidak dengan hormat sebagai anggota polri,” kata Dedi.

Dedi juga menjelaskan, pengangkatan dan pemberhentian seorang perwira tinggi (Pati) Polri oleh Presiden, termasuk pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) Irjen Pol. Ferdy Sambo sebagai anggota Polri. “Bagi pati yang di-PTDH sesuai dengan keppres, Presiden yang mengangkat dan memberhentikan pati tersebut,” sebut Dedi.

Ferdy Sambo merupakan pati Polri berpangkat inspektur jenderal (irjen) polisi atau jenderal bintang dua. Sebelumnya, dia menjabat sebagai Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri, kemudian menjadi pati Pelayanan Markas (Yanma). Sementara itu, putusan Sidang Komisi Kode Etik Polri (KKEP) memutuskan, menjatuhkan sanksi PTDH terhadap Irjen Pol. Ferdy Sambo karena terbukti melanggar etik perbuatan tercela. Oleh karena itu, secara administrasi, Sambo juga dihukum penempatan khusus selama 21 hari.

Sementara, Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengatakan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan menunggu hasil banding terlebih dahulu untuk pemecatan Sambo. Jika banding ditolak, maka proses pemecatan akan dilakukan. “Nanti kalau putusan banding menolak, maka Kapolri mengusulkan kepada Presiden untuk membuat Keppres pemberhentian,” kata Mahfud MD saat dikonfirmasi JawaPos.com, Jumat (26/8).

Mahfud mengatakan, proses pemecatan Sambo bisa berjalan cepat. Namun, harus menunggu putusan tetap terlebih dahulu. “Itu bisa cepat,” jelasnya.

Sambo dianggap melakukan 7 pelanggaran kode etik. Oleh karena itu, para pimpinan sidang sepakat untuk menjatuhkan sanksi berupa pemecatan. Adapun ketujuh pelanggaran yang dilakukan Ferdy Sambo pertama, melanggar Pasal 13 ayat (1) PP 1/2003 jo Pasal 5 ayat (1) huruf b Perpol 7/2022 yang berbunyi anggota Kepolisian RI dapat diberhentikan tidak hormat dari dinas Polri karena melanggar sumpah atau janji anggota Polri, sumpah atau janji jabatan, dan atau kode etik Polri juncto setiap pejabat Polri dalam etika kelembagaan wajib menjaga dan meningkatakan citra, solditas, kredibilitas, reputasi dan kehormatan.

Kedua, melanggar Pasal 13 ayat (1) PP 1/2003 tentang pemberhentian anggota Polri juncto Pasal 8 huruf b Perpol 7 tahun 2022 tentang KKEP anggota Polri dapat diberhentikan secara PTDH karena melanggar sumpah atau janji anggota Polri, sumpah atau janji jabatan, dan atau kode etik profesi Krpolisian, juncto setiap pejabat Polri dalam etika kepribadian wajib jujur, bertanggung jawab, disiplin, adil, peduli, tegas, dan humanis.

Ketiga, melanggar Pasal 13 ayat (1) PP 1/2003 juncto pasal 8 huruf c1 Perpol 7 tahun 2002 yang berbunyi setiap pejabat Polri dalam etika kepribadian wajib mentaati dan menghormati norma hukum. Keempat, melanggar Pasal 13 ayat (1) PP 1/2003 juncto Pasal 10 ayat (1) Perpol 7/2022 yang berbunyi setiap pejabat Polri dalam etika kelembagaan dilarang melakukan permufakatan pelanggaran KEPP, atau disiplin atau tindak pidana.

Kelima, melanggar Pasal 13 ayat (1) PP 1/2003 juncto Pasal 11 ayat (1) huruf a Perpol 7/2022 yang berbunyi setiap pejabat Polri sebagai atasan dilarang memberikan perintah yang bertentangan dengan norma hukum, agama dan kesusilaan.

Keenam, melanggar Pasal 13 ayat (1) PP 1/2003 juncto pasal 11 ayat 1 huruf b perpol 7/2022

jo setiap pejabat polri yg berkekdudukan sbg atasan dilarang menggunakan wewenangaya secara tidak bertanggung jawab. Dan ketujuh, melanggar Pasal 13 ayat (1) PP 1/2003 juncto pasal 13 huruf f Perpol 7/2022 yang berbunyi setiap pejabat Polri, dalam etika kepribadian dilarang melakukan tindakan kekerasan, berperilaku kasar, dan tidak patut.

Pengunduran Diri Ditolak

Polri menyatakan tidak akan memproses surat pengunduran diri yang diajukan Ferdy Sambo. “Tidak (akan diproses),” ujar Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo kepada wartawan, Jumat (26/8).

Dedi menegaskan, upaya pengunduran diri tersebut tidak akan mempengaruhi hasil putusan sidang etik tersebut. “Surat tersebut tidak mempengaruhi hasil putusan sidang,” katanya.

Sebelumnya, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menjawab adanya isu Irjen Ferdy Sambo yang mengajukan pengunduran diri dari Polri. Sigit mengatakan, saat ini Polri telah menerima surat itu dan sedang menindaklanjuti. “Ada suratnya, tapi sedang dihitung oleh tim sidang karena memang ada aturan-aturannya,” kata Sigit kepada wartawan di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (24/8). “Ya suratnya ada, tapi tentunya kan dihitung apakah itu bisa diproses atau tidak,” tambahnya. (jpc/bbs/adz)

 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/