30 C
Medan
Monday, May 27, 2024

Aduhh… Lapas Jadi ‘Sekolah Kejahatan’

Berulang kali, Anang berupaya meruntuhkan pemahaman yang salah bahwa rehabilitasi bukan merupakan hukuman. Menurut dia, rehabilitasi bagi pengguna itu justru lebih menyakitkan dari pada sekedar hukuman badan. ”Siapa bilang direhabilitasi itu tidak sakit. Kalau hanya dipenjara, tapi bisa menggunakan narkotika, bagaimana,” ujarnya.

Bahkan, rehabilitasi tidak hanya soal menghukum, seperti hukuman penjara. Namun, juga mengemban tugas untuk membuat pengguna kembali menjadi manusia yang bebas dari narkotika. Sehingga, mengembalikan kehormatan manusia tersebut. ”Kalau yang kecanduan itu sembuh, tentunya bisa bermanfaat untuk orang banyak,” jelasnya.

Sosiolog Universitas Indonesia (UI) Imam Prasodjo menuturkan masalah keterbatasan kapasitas penjara perlu diatasi dengan beragam cara. Tidak sebatas memperluas komplek penjara. Tetapi perlu dibuka alternatif lain wujud penjara itu sendiri.

Imam mengatakan salah satu alternatif wujud penjara yang perlu dibuka adalah penjara terbuka. Sesuai namanya, penjara jenis ini bukan seperti penjara pada umumnya. Yakni penjara berwujud kamar dengan jeruji besi dan berada di dalam komplek bertembok tinggi.

’’Penjara terbuka adalah penjara yang benar-benar terbuka,’’ katanya. Di penjara terbuka ini, narapidana hidup seperti masyarakat biasa. Yakni berkebun, bercocok tanam, atau bekerja seperti masyarakat pada umumnya. Namun meskipun wujudnya terbuka, penjara ini idealnya menempati pulau khusus seperti di Nusa Kambangan.

Imam mengatakan, narapidana kriminal biasa seperti pencurian dan kasus sejenisnya, bisa menjalani hukuman di penjara terbuka. Tentu dengan evaluasi berkala. Bagi Imam narapidana dengan kasus-kasus yang ringan, tidak perlu dipenjara indekos karena bisa membutuhkan kapasitas yang besar.

Menurutnya pelaku kejahatan ’’ecek-ecek’’ itu akan senang ketika dihukum dengan disuruh bekerja. Apalagi mendapatkan uang standar upah minimum daerah setempat. Bagi pria kelahiran Purwokerto itu, pemerintah perlu segera mencoba model penjara terbuka itu.

Sementara itu Imam juga menyoroti tentang banyaknya tahanan kasus narkoba. Sebab jumlahnya yang besar, otomatis membutuhkan kapasitas yang tinggi pula. Baginya penegak hukum perlu memisahkan antara korban dan pengedar narkoba.

Korban narkoba, baginya tidak perlu dipenjara. Sebab mereka itu pada dasarnya adalah orang yang sedang sakit. Tetapi saat ini Imam mengatakan ada kesulitan ketika pengguna narkoba sekaligus pengedar bertemu di penjara. ’’Malahan pengguna bisa jadi membantu mengedarkan, dia mendapatkan diskon saat membeli narkoba,’’ tuturnya.

Sebaliknya untuk pelaku pengedar narkoba, Imam mengatakan perlu dipenjara secara khusus. Jika perlu dirotasi ke penjara lain dalam waktu tertentu. Misalnya setiap tiga atau enam bulan. Sistem rotasi ini menghindarkan pelaku pengedar narkoba membuat jaringan pengedar di dalam penjara.

’’Kalau penjaranya dipindah-pindah, pasti susah membuat jaringan dan akses ke luar,’’ katanya. Menurut dia perpuataran uang di bisnis narkoba sangat besar. Sehingga pengedar yang sudah berada di dalam penjara sekalipun, tetapi nekat menjajakan barang haram itu.  (wan/idr/jpg/adz).

Berulang kali, Anang berupaya meruntuhkan pemahaman yang salah bahwa rehabilitasi bukan merupakan hukuman. Menurut dia, rehabilitasi bagi pengguna itu justru lebih menyakitkan dari pada sekedar hukuman badan. ”Siapa bilang direhabilitasi itu tidak sakit. Kalau hanya dipenjara, tapi bisa menggunakan narkotika, bagaimana,” ujarnya.

Bahkan, rehabilitasi tidak hanya soal menghukum, seperti hukuman penjara. Namun, juga mengemban tugas untuk membuat pengguna kembali menjadi manusia yang bebas dari narkotika. Sehingga, mengembalikan kehormatan manusia tersebut. ”Kalau yang kecanduan itu sembuh, tentunya bisa bermanfaat untuk orang banyak,” jelasnya.

Sosiolog Universitas Indonesia (UI) Imam Prasodjo menuturkan masalah keterbatasan kapasitas penjara perlu diatasi dengan beragam cara. Tidak sebatas memperluas komplek penjara. Tetapi perlu dibuka alternatif lain wujud penjara itu sendiri.

Imam mengatakan salah satu alternatif wujud penjara yang perlu dibuka adalah penjara terbuka. Sesuai namanya, penjara jenis ini bukan seperti penjara pada umumnya. Yakni penjara berwujud kamar dengan jeruji besi dan berada di dalam komplek bertembok tinggi.

’’Penjara terbuka adalah penjara yang benar-benar terbuka,’’ katanya. Di penjara terbuka ini, narapidana hidup seperti masyarakat biasa. Yakni berkebun, bercocok tanam, atau bekerja seperti masyarakat pada umumnya. Namun meskipun wujudnya terbuka, penjara ini idealnya menempati pulau khusus seperti di Nusa Kambangan.

Imam mengatakan, narapidana kriminal biasa seperti pencurian dan kasus sejenisnya, bisa menjalani hukuman di penjara terbuka. Tentu dengan evaluasi berkala. Bagi Imam narapidana dengan kasus-kasus yang ringan, tidak perlu dipenjara indekos karena bisa membutuhkan kapasitas yang besar.

Menurutnya pelaku kejahatan ’’ecek-ecek’’ itu akan senang ketika dihukum dengan disuruh bekerja. Apalagi mendapatkan uang standar upah minimum daerah setempat. Bagi pria kelahiran Purwokerto itu, pemerintah perlu segera mencoba model penjara terbuka itu.

Sementara itu Imam juga menyoroti tentang banyaknya tahanan kasus narkoba. Sebab jumlahnya yang besar, otomatis membutuhkan kapasitas yang tinggi pula. Baginya penegak hukum perlu memisahkan antara korban dan pengedar narkoba.

Korban narkoba, baginya tidak perlu dipenjara. Sebab mereka itu pada dasarnya adalah orang yang sedang sakit. Tetapi saat ini Imam mengatakan ada kesulitan ketika pengguna narkoba sekaligus pengedar bertemu di penjara. ’’Malahan pengguna bisa jadi membantu mengedarkan, dia mendapatkan diskon saat membeli narkoba,’’ tuturnya.

Sebaliknya untuk pelaku pengedar narkoba, Imam mengatakan perlu dipenjara secara khusus. Jika perlu dirotasi ke penjara lain dalam waktu tertentu. Misalnya setiap tiga atau enam bulan. Sistem rotasi ini menghindarkan pelaku pengedar narkoba membuat jaringan pengedar di dalam penjara.

’’Kalau penjaranya dipindah-pindah, pasti susah membuat jaringan dan akses ke luar,’’ katanya. Menurut dia perpuataran uang di bisnis narkoba sangat besar. Sehingga pengedar yang sudah berada di dalam penjara sekalipun, tetapi nekat menjajakan barang haram itu.  (wan/idr/jpg/adz).

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/