31.8 C
Medan
Saturday, May 18, 2024

Aduhh… Lapas Jadi ‘Sekolah Kejahatan’

Khusus untuk rehabilitasi, saat ini sudah mulai diterapkan oleh Badan Narkotika Nasional (BNN). Tentunya, rehabilitasi para pengguna ini bisa dibilang membuat penjara seakan bukan tong sampah. ”Penjara memang ujung dari penegakan hukum. Tapi, seharusnya bukan tong sampah dari kejahatan yang terjadi di masyarakat,” terangnya.

Rehabilitasi saat ini belum maksimal. Hal itu terlihat dari banyaknya napi kasus narkotika di penjara. Jumlah napi narkotika pada Maret 2016 mencapai 61 ribu orang yang tersebar di 477 lapas dan rutan. Jumlah tersebut hampir separoh dari jumlah narapidana. ”Kalau tidak ada napi narkotika di lapas, bisa dibilang lapas tidak akan over kapasitas,” papar mantan Kepala Kanwil Jawa Barat tersebut.

Wayan juga menuturkan, penjara selama ini memang menjadi school of crime. Napi dengan kasus sepele seperti pencurian, setelah keluar bisa menjadi rampok. ”Pengguna narkotika setelah dipenjara juga bisa menjadi pengedar. Semua itu memang harus dihentikan,” terangnya.

Dia menuturkan, karenanya perlu pengelompokan untuk setiap napi yang ada. Misalnya, untuk napi kasus narkotika akan dikelompokkan menjadi tiga, yakni bandar, pengedar dan pengguna. Setiap kelompok ini juga akan ditempatkan terpisah. ”Sehingga, pengguna tidak bisa bercengkrama dengan pengedar dan belajar dari pengedar,’ tuturnya.

Saat ini, pengelompokan napi tersebut sedang berlangsung di lapas seluruh Indonesia. Dalam waktu dekat, semua napi akan dikelompokkan dan diharapkan bisa mencegah terjadinya school of crime di lapas. ”Kami terus bekerja untuk mewujudkannya,” tegasnya.

Humas BNN Kombespol Slamet Pribadi menuturkan sebenarnya BNN sudah berupaya maksimal dalam merehabilitasi pengguna narkotika. Tujuannya tidak hanya mengurangi over kapasitas, namun untuk mengembalikan setiap manusia yang sakit itu menjadi manusia yang kembali sehat. ”Karena itu, BNN sudah sejak awal bersinergi dengan Kemenkum dan HAM untuk bisa menyelesaikan masalah di penjara,” tuturnya.

Rehabilitasi juga menjadi salah satu kunci untuk menghilangkan demand atau permintaan terhadap narkotika. Slamet menegaskan, kalau pasar narkotika di Indonesia tidak dihilangkan, lalu bagaimana bisa memberantas narkotika. ”Konsep supply and demand itu sudah dijalankan di BNN,” tegasnya.

Kepolisian sebenarnya juga telah berupaya mengurangi over kapasitas penjara dengan rehabilitasi. Akhir tahun lalu, surat keputusan Kapolri nomor STR/865/X/2015 tertanggal 26 Oktober 2015 yang ditandatangani Kabareskrim Komjen Anang Iskandar menginstruksikan agar pengguna narkotika direhabilitasi.

Khusus untuk rehabilitasi, saat ini sudah mulai diterapkan oleh Badan Narkotika Nasional (BNN). Tentunya, rehabilitasi para pengguna ini bisa dibilang membuat penjara seakan bukan tong sampah. ”Penjara memang ujung dari penegakan hukum. Tapi, seharusnya bukan tong sampah dari kejahatan yang terjadi di masyarakat,” terangnya.

Rehabilitasi saat ini belum maksimal. Hal itu terlihat dari banyaknya napi kasus narkotika di penjara. Jumlah napi narkotika pada Maret 2016 mencapai 61 ribu orang yang tersebar di 477 lapas dan rutan. Jumlah tersebut hampir separoh dari jumlah narapidana. ”Kalau tidak ada napi narkotika di lapas, bisa dibilang lapas tidak akan over kapasitas,” papar mantan Kepala Kanwil Jawa Barat tersebut.

Wayan juga menuturkan, penjara selama ini memang menjadi school of crime. Napi dengan kasus sepele seperti pencurian, setelah keluar bisa menjadi rampok. ”Pengguna narkotika setelah dipenjara juga bisa menjadi pengedar. Semua itu memang harus dihentikan,” terangnya.

Dia menuturkan, karenanya perlu pengelompokan untuk setiap napi yang ada. Misalnya, untuk napi kasus narkotika akan dikelompokkan menjadi tiga, yakni bandar, pengedar dan pengguna. Setiap kelompok ini juga akan ditempatkan terpisah. ”Sehingga, pengguna tidak bisa bercengkrama dengan pengedar dan belajar dari pengedar,’ tuturnya.

Saat ini, pengelompokan napi tersebut sedang berlangsung di lapas seluruh Indonesia. Dalam waktu dekat, semua napi akan dikelompokkan dan diharapkan bisa mencegah terjadinya school of crime di lapas. ”Kami terus bekerja untuk mewujudkannya,” tegasnya.

Humas BNN Kombespol Slamet Pribadi menuturkan sebenarnya BNN sudah berupaya maksimal dalam merehabilitasi pengguna narkotika. Tujuannya tidak hanya mengurangi over kapasitas, namun untuk mengembalikan setiap manusia yang sakit itu menjadi manusia yang kembali sehat. ”Karena itu, BNN sudah sejak awal bersinergi dengan Kemenkum dan HAM untuk bisa menyelesaikan masalah di penjara,” tuturnya.

Rehabilitasi juga menjadi salah satu kunci untuk menghilangkan demand atau permintaan terhadap narkotika. Slamet menegaskan, kalau pasar narkotika di Indonesia tidak dihilangkan, lalu bagaimana bisa memberantas narkotika. ”Konsep supply and demand itu sudah dijalankan di BNN,” tegasnya.

Kepolisian sebenarnya juga telah berupaya mengurangi over kapasitas penjara dengan rehabilitasi. Akhir tahun lalu, surat keputusan Kapolri nomor STR/865/X/2015 tertanggal 26 Oktober 2015 yang ditandatangani Kabareskrim Komjen Anang Iskandar menginstruksikan agar pengguna narkotika direhabilitasi.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/