26 C
Medan
Saturday, November 23, 2024
spot_img

Penegakan Hukum Kasus Korupsi Dinilai Tebang Pilih

Korupsi-Ilustrasi.

MEDAN, SUMUTPOS.CO -Pengungkapan dan penanganan kasus korupsi di Sumatera Utara yang ditangani Kejaksaan Tinggi Sumut (Kejatisu) dinilai belum menunjukkan rasa keadilan dan penegakan hukum dalam upaya pemberantasan korupsi.

Sebab, masih banyak kasus-kasus korupsi yang ditangani penyidik Pidana Khusus (Pidsus) juga masih terkesan tebang pilih. Itu terlihat dari beberapa orang sudah ditetapkan sebagai tersangka, penyidik tidak melakukan penahanan, alias masih menghirup udara bebas.

Salah satunya kasus dugaan korupsi dana sosialisasi peningkatan aparatur Pemerintah Desa di Badan Pemberdayaan Masyarakat (Bapemas) Sumut Tahun Anggaran (TA) 2015,  Edita Siburian.  Selain itu, dugaan keterlibatan mantan Kepala Bapemas Sumut, Amran Uthe selaku pengguna anggaran (PA).

“Ada diskiriminasi terkait tidak ditahannya penyelenggara negara, padahal sudah ditetapkan sebagai tersangka. Kita semua tahu rekanan yang merupakan event organizer (EO) nya ketika diperiksa langsung ditahan.  Patut diduga ada upaya untuk mempengaruhi penyidik agar tak ditahan,”ungkap pengamat hukum,  Nuriono dari Pusat Studi Hukum dan Pembaharuan Peradilan (Pushpa), Senin (19/2) sore.

Wakil Ketua Pusat Studi Hukum dan Pembaharuan Peradilan (Pushpa) ini menilai, ada bentuk ketidakprofesionalan Kejatisu dari segala ucapan dan tindakan. Saat Kasipenkum Kejatisu Sumanggar Siagian yang pernah mengatakan Amran Uthe sudah ditetapkan sebagai tersangka, namun ucapan tersebut ditarik kembali.

Kemudian, pemeriksaaan Wali Kota Sibolga, Syarfi Hutauruk dalam kasus dugaan korupsi rigid beton yang diduga mendapat keistimewaan. Seharusnya, Kejatisu harus mendengar suara masyarakat dan media massa.

“Ketika warga biasa bermasalah, terkadang cepat dilakukan pemanggilan. Tetapi, saat Wali Kota yang dipanggil karena terlibat kasus, mendapat perlakuan istimewa karena kedudukannya. Hal-hal seperti inilah sebagai prilaku yang tidak profesional. Apalagi  seorang penegak hukum suka menarik ucapan, jelas mereka tidak profesional,”tutur Nuriono.

Korupsi-Ilustrasi.

MEDAN, SUMUTPOS.CO -Pengungkapan dan penanganan kasus korupsi di Sumatera Utara yang ditangani Kejaksaan Tinggi Sumut (Kejatisu) dinilai belum menunjukkan rasa keadilan dan penegakan hukum dalam upaya pemberantasan korupsi.

Sebab, masih banyak kasus-kasus korupsi yang ditangani penyidik Pidana Khusus (Pidsus) juga masih terkesan tebang pilih. Itu terlihat dari beberapa orang sudah ditetapkan sebagai tersangka, penyidik tidak melakukan penahanan, alias masih menghirup udara bebas.

Salah satunya kasus dugaan korupsi dana sosialisasi peningkatan aparatur Pemerintah Desa di Badan Pemberdayaan Masyarakat (Bapemas) Sumut Tahun Anggaran (TA) 2015,  Edita Siburian.  Selain itu, dugaan keterlibatan mantan Kepala Bapemas Sumut, Amran Uthe selaku pengguna anggaran (PA).

“Ada diskiriminasi terkait tidak ditahannya penyelenggara negara, padahal sudah ditetapkan sebagai tersangka. Kita semua tahu rekanan yang merupakan event organizer (EO) nya ketika diperiksa langsung ditahan.  Patut diduga ada upaya untuk mempengaruhi penyidik agar tak ditahan,”ungkap pengamat hukum,  Nuriono dari Pusat Studi Hukum dan Pembaharuan Peradilan (Pushpa), Senin (19/2) sore.

Wakil Ketua Pusat Studi Hukum dan Pembaharuan Peradilan (Pushpa) ini menilai, ada bentuk ketidakprofesionalan Kejatisu dari segala ucapan dan tindakan. Saat Kasipenkum Kejatisu Sumanggar Siagian yang pernah mengatakan Amran Uthe sudah ditetapkan sebagai tersangka, namun ucapan tersebut ditarik kembali.

Kemudian, pemeriksaaan Wali Kota Sibolga, Syarfi Hutauruk dalam kasus dugaan korupsi rigid beton yang diduga mendapat keistimewaan. Seharusnya, Kejatisu harus mendengar suara masyarakat dan media massa.

“Ketika warga biasa bermasalah, terkadang cepat dilakukan pemanggilan. Tetapi, saat Wali Kota yang dipanggil karena terlibat kasus, mendapat perlakuan istimewa karena kedudukannya. Hal-hal seperti inilah sebagai prilaku yang tidak profesional. Apalagi  seorang penegak hukum suka menarik ucapan, jelas mereka tidak profesional,”tutur Nuriono.

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/