26 C
Medan
Saturday, November 23, 2024
spot_img

Soal dari Disdik Medan, Diubah ke Bentuk Braile

Melihat Tiga Pelajar Tuna Netra Mengikuti UN SLTP

Kekurangan dalam penglihatan tidak menghambat tiga pelajar tunanetra dari SMPLBA Yayasan Karya Murni mengikuti Ujian Nasional (UN). Mereka tetap optimis lulus, meski materi ujian, naskah soal dan lembar jawaban tidak seperti peserta UN lainnya.

Hari pertama UN tingkat SLTP kemarin (25/4), diawali dengan mata ujian Bahasa Indonesia. Tahun ini, pihak Yayasan Karya Murni mengikutsertakan 3 siswanya. Itu karena siswa kelas IX tahun ini n
hanya dihuni 3 siswa saja, Riki Darmawan (14), Hosiana (14) dan Ernawati (14).
Terlihat dari luar kelas ketiga siswa-siswi tuna netra ini sangat serius meraba, memahami dan menjawab satu persatu soal UN. Tak ada perlakuan istimewa bagi ketiganya. Mengerjakan 50 soal dengan waktu 90 menit dan tetap diawasi guru dari luar sekolah.

Yang membedakan mereka dari peserta lain hanya naskah soal yang menggunakan huruf braile dan alat tulis menggunakan reglet, alat tulis khusus tuna netra. Materi soal dikeluarkan Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Medan dalam format biasa dan diketik ulang pihak sekolah menggunakan komputer braile kemudian diprint secara braile dalam pengawasan pihak petugas pengawas UN dari sekolah lain. Hal itu dilakukan karena pihak panitia UN di pusat dan Disdik Medan tidak menyediakan naskah soal khusus pelajar tuna netra.

Begitu juga proses pengisian, lembar jawaban (LJ) UN braile disediakan pihak sekolah. LJ braile ini akan kembali diterjemahkan menjadi LJ umum, oleh pihak sekolah. Semua prosesnya dikawal ketat petugas pengawas UN. Setelah LJ diubah seperti lembar jawaban milik peserta UN pelajar normal, barulah berkasnya dikembalikan ke pihak Disdik Kota Medan.

Apa tanggapan mereka terkait materi ujian UN di hari pertama kemarin? Riki Dermawan terlihat enjoy memberi jawaban. “Soal kita jawab semuanya. Kendalanya hanya pada waktu yang sangat singkat karena disamakan seperti pelajar normal. Untuk kelulusan saya optimis bisa lulus UN dan melanjutkan pendidikan saya ke SMA,” katanya yakin.

Optimisme Riki dan dua rekannya didukung persiapan memadai yang diberikan pihak SMPLBA Yayasan Karya Murni. Seperti menambah jam belajar berupa les serta melatih mereka untuk menyimak setiap soal UN dan trik memudahkan memahami dan mengisi jawaban.

Pihak sekolah pun optimis ketiga siswa-siswi mampu lulus 100 persen. “Dengan kemampuan anak-anak didik saya ini, saya yakin mereka lulus dengan hasil maksimal. IQ mereka seperti pelajar SMP pada umumnya yakni,” ujar Wakil Kepala Sekolah SMPLBA Yayasan Karya Murni, Robinson Tarigan.

Ditanya kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan UN hari pertama ini, menurut Robin, hanya masalah ketersediaan soal.

“Pihak Disdik belum menyediakan naskah soal dalam bentuk braile. Pihak sekolah kesulitan untuk menerjemahkan soal yang ada gambarnya menjadi bentuk tulisan,” ujarnya. Pihaknya juga kerepotan karena menimnya tenaga pengajar untuk SLB.

Diikuti 7 Warga LP Anak

Selain siswa tunatera, UN kemarin juga diikuti seorang pelajar SLTP yang menjadi warga binaan di Lembaga Pemasyarakatan (LP) Anak Klas I A Tanjunggusta Medan. Penyelenggaraan UN tersebut digelar apa adanya di Perpustakaan Pintar LP dengan peserta Agung Prabowo.
Pelaksanaan UN bagi warga binaan tersebut dijaga ketat, diawasi petugas Disdik Kota Medan bekerjasama dengan pihak LP Anak. Peserta juga dikunjungi Kepala Dinas Pendidikan Provinsi, Syaiful Syafri bersama unsur muspida Pemprov Sumut.

Sebelumnya, tujuh warga LP juga ikut UN SMA. Masing-masing Kevin Sembiring, Nimrot Parulian Simanjuntak, Oscar Krisman Panjaitan, Boy Christofel, Riwandi Lian Pratama, Agus Syahputra dan M Andri Siregar.

Nimrot Parulian Simanjuntak pada wartawan mengaku, bahwa dirinya mengikuti ujian dengan belajar seadanya. “Kami lupa pelajarannya, sedangkan buku-buku pelajaran yang dibutuhkan sangat masih terbatas,” tegas Parulian.
Hal senada dikatakan Oscar Krisman Panjaitan. Meski dapat menyelesaikan ujian, ia tidak yakin dapat menjawab dengan benar. “Ya susah untuk belajar disini, buku-bukunya kurang lengkap,” beber Oscar. Kepala LP Anak Tanjung Gusta, Arfan BcIP MH,  meminta pemerintah lebih memperhatikan fasilitas pendidikan anak yang menjadi warga binaan di LP Anak Tanjunggusta Medan. “Mengingat warga binaan berhak juga mendapatkan pendidikan yang layak, apalagi warga binaan tersebut masih ada yang berstatus pelajar aktif,” tegas Arfan.

Dikatakan Arfan lagi, bahwa pihak membutuhkan buku-buku pelajaran untuk diisi di perpustakaan. “ Buku yang tersedia di Lapas cukup terbatas, apalagi untuk buku pelajaran. Warga binaan yang mengikuti UN belajar seadanya. Walaupun demikian, saya berharap warga binaan lulus bersama pelajar lainnya di luar LP,” tegas Arfa. (*/dilengkapi rudiansyah)

Melihat Tiga Pelajar Tuna Netra Mengikuti UN SLTP

Kekurangan dalam penglihatan tidak menghambat tiga pelajar tunanetra dari SMPLBA Yayasan Karya Murni mengikuti Ujian Nasional (UN). Mereka tetap optimis lulus, meski materi ujian, naskah soal dan lembar jawaban tidak seperti peserta UN lainnya.

Hari pertama UN tingkat SLTP kemarin (25/4), diawali dengan mata ujian Bahasa Indonesia. Tahun ini, pihak Yayasan Karya Murni mengikutsertakan 3 siswanya. Itu karena siswa kelas IX tahun ini n
hanya dihuni 3 siswa saja, Riki Darmawan (14), Hosiana (14) dan Ernawati (14).
Terlihat dari luar kelas ketiga siswa-siswi tuna netra ini sangat serius meraba, memahami dan menjawab satu persatu soal UN. Tak ada perlakuan istimewa bagi ketiganya. Mengerjakan 50 soal dengan waktu 90 menit dan tetap diawasi guru dari luar sekolah.

Yang membedakan mereka dari peserta lain hanya naskah soal yang menggunakan huruf braile dan alat tulis menggunakan reglet, alat tulis khusus tuna netra. Materi soal dikeluarkan Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Medan dalam format biasa dan diketik ulang pihak sekolah menggunakan komputer braile kemudian diprint secara braile dalam pengawasan pihak petugas pengawas UN dari sekolah lain. Hal itu dilakukan karena pihak panitia UN di pusat dan Disdik Medan tidak menyediakan naskah soal khusus pelajar tuna netra.

Begitu juga proses pengisian, lembar jawaban (LJ) UN braile disediakan pihak sekolah. LJ braile ini akan kembali diterjemahkan menjadi LJ umum, oleh pihak sekolah. Semua prosesnya dikawal ketat petugas pengawas UN. Setelah LJ diubah seperti lembar jawaban milik peserta UN pelajar normal, barulah berkasnya dikembalikan ke pihak Disdik Kota Medan.

Apa tanggapan mereka terkait materi ujian UN di hari pertama kemarin? Riki Dermawan terlihat enjoy memberi jawaban. “Soal kita jawab semuanya. Kendalanya hanya pada waktu yang sangat singkat karena disamakan seperti pelajar normal. Untuk kelulusan saya optimis bisa lulus UN dan melanjutkan pendidikan saya ke SMA,” katanya yakin.

Optimisme Riki dan dua rekannya didukung persiapan memadai yang diberikan pihak SMPLBA Yayasan Karya Murni. Seperti menambah jam belajar berupa les serta melatih mereka untuk menyimak setiap soal UN dan trik memudahkan memahami dan mengisi jawaban.

Pihak sekolah pun optimis ketiga siswa-siswi mampu lulus 100 persen. “Dengan kemampuan anak-anak didik saya ini, saya yakin mereka lulus dengan hasil maksimal. IQ mereka seperti pelajar SMP pada umumnya yakni,” ujar Wakil Kepala Sekolah SMPLBA Yayasan Karya Murni, Robinson Tarigan.

Ditanya kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan UN hari pertama ini, menurut Robin, hanya masalah ketersediaan soal.

“Pihak Disdik belum menyediakan naskah soal dalam bentuk braile. Pihak sekolah kesulitan untuk menerjemahkan soal yang ada gambarnya menjadi bentuk tulisan,” ujarnya. Pihaknya juga kerepotan karena menimnya tenaga pengajar untuk SLB.

Diikuti 7 Warga LP Anak

Selain siswa tunatera, UN kemarin juga diikuti seorang pelajar SLTP yang menjadi warga binaan di Lembaga Pemasyarakatan (LP) Anak Klas I A Tanjunggusta Medan. Penyelenggaraan UN tersebut digelar apa adanya di Perpustakaan Pintar LP dengan peserta Agung Prabowo.
Pelaksanaan UN bagi warga binaan tersebut dijaga ketat, diawasi petugas Disdik Kota Medan bekerjasama dengan pihak LP Anak. Peserta juga dikunjungi Kepala Dinas Pendidikan Provinsi, Syaiful Syafri bersama unsur muspida Pemprov Sumut.

Sebelumnya, tujuh warga LP juga ikut UN SMA. Masing-masing Kevin Sembiring, Nimrot Parulian Simanjuntak, Oscar Krisman Panjaitan, Boy Christofel, Riwandi Lian Pratama, Agus Syahputra dan M Andri Siregar.

Nimrot Parulian Simanjuntak pada wartawan mengaku, bahwa dirinya mengikuti ujian dengan belajar seadanya. “Kami lupa pelajarannya, sedangkan buku-buku pelajaran yang dibutuhkan sangat masih terbatas,” tegas Parulian.
Hal senada dikatakan Oscar Krisman Panjaitan. Meski dapat menyelesaikan ujian, ia tidak yakin dapat menjawab dengan benar. “Ya susah untuk belajar disini, buku-bukunya kurang lengkap,” beber Oscar. Kepala LP Anak Tanjung Gusta, Arfan BcIP MH,  meminta pemerintah lebih memperhatikan fasilitas pendidikan anak yang menjadi warga binaan di LP Anak Tanjunggusta Medan. “Mengingat warga binaan berhak juga mendapatkan pendidikan yang layak, apalagi warga binaan tersebut masih ada yang berstatus pelajar aktif,” tegas Arfan.

Dikatakan Arfan lagi, bahwa pihak membutuhkan buku-buku pelajaran untuk diisi di perpustakaan. “ Buku yang tersedia di Lapas cukup terbatas, apalagi untuk buku pelajaran. Warga binaan yang mengikuti UN belajar seadanya. Walaupun demikian, saya berharap warga binaan lulus bersama pelajar lainnya di luar LP,” tegas Arfa. (*/dilengkapi rudiansyah)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/