30.7 C
Medan
Thursday, May 16, 2024

Tiga Persen Terakhir

Ada sedikit cat yang terlewat, lekukan yang tidak rapi.

Itulah yang dimaksud ayah angkat saya dengan ”97 persen tercapai, 3 persen terakhir tidak”.

Setelah dipikir-pikir, ke mana saja pergi, ucapan itu selalu tertancap dalam kepala saya. Di jalan, misalnya, kenapa kok tidak bisa mulus rapi aspalnya. Di toilet umum, kenapa bisa bersih, tapi tidak bisa ”bersih rapi”.

Beli barang buatan Indonesia juga bisa seperti itu. Bentuk bagus, bahan istimewa, tapi ada sedikit jahitan miring. Ada warna yang meleset. Ada lipatan yang tidak pas.

Di koran kami di Surabaya, hal-hal kecil terakhir itu juga sering menjadi sesuatu yang sangat annoying. Pak Leak Koestiya, direktur kami, menyebutnya sebagai faktor ”craftsmanship”. Sentuhan-sentuhan kecil terakhir yang membuat bagus jadi istimewa, menarik jadi cantik.

Dan kalau melihat olahraga juga kok sepertinya sama. Seberapa sering kita melihat tim Indonesia, dalam berbagai olahraga, seolah akan meraih sesuatu yang membanggakan. Tapi kemudian kandas di babak final, di bagian akhir, atau momen-momen yang paling menyakitkan.

Sering sekali hanya kurang ”X factor” terakhir. Atau mungkin seperti yang dibilang ayah angkat saya: Hanya kurang 3 persen terakhir.

Yang jadi pertanyaan: Apakah di Indonesia ini kita memang dilahirkan untuk 97 persen? Selalu tidak mampu mengejar 3 persen terakhir itu?

Saya rasa tidak, dan semoga tidak. Masalahnya, kita ini masyarakat yang paling memaklumi dalam banyak hal. Kurang rapi? Harap dimaklumi. Cat meleset sedikit? Tidak apa-apa. Sehingga secara kultur memang sepertinya tidak memburu agar 3 persen terakhir itu diraih.

Padahal, bangsa lain bisa jadi menganggap 100 persen saja tidak cukup. Saya sempat terkakak membaca salah satu kutipan kondang Ruud Gullit, salah seorang pemain bola favorit saya dulu.

”Kami mungkin sudah menguasai 99 persen pertandingan. Tapi, 3 persen yang lain itu yang mengakibatkan kekalahan,” ucap bintang Belanda tersebut.

Tidak, Anda tidak salah baca. Bagi Gullit, mungkin untuk menang memang harus berjuang sampai 102 persen! (*)

Ada sedikit cat yang terlewat, lekukan yang tidak rapi.

Itulah yang dimaksud ayah angkat saya dengan ”97 persen tercapai, 3 persen terakhir tidak”.

Setelah dipikir-pikir, ke mana saja pergi, ucapan itu selalu tertancap dalam kepala saya. Di jalan, misalnya, kenapa kok tidak bisa mulus rapi aspalnya. Di toilet umum, kenapa bisa bersih, tapi tidak bisa ”bersih rapi”.

Beli barang buatan Indonesia juga bisa seperti itu. Bentuk bagus, bahan istimewa, tapi ada sedikit jahitan miring. Ada warna yang meleset. Ada lipatan yang tidak pas.

Di koran kami di Surabaya, hal-hal kecil terakhir itu juga sering menjadi sesuatu yang sangat annoying. Pak Leak Koestiya, direktur kami, menyebutnya sebagai faktor ”craftsmanship”. Sentuhan-sentuhan kecil terakhir yang membuat bagus jadi istimewa, menarik jadi cantik.

Dan kalau melihat olahraga juga kok sepertinya sama. Seberapa sering kita melihat tim Indonesia, dalam berbagai olahraga, seolah akan meraih sesuatu yang membanggakan. Tapi kemudian kandas di babak final, di bagian akhir, atau momen-momen yang paling menyakitkan.

Sering sekali hanya kurang ”X factor” terakhir. Atau mungkin seperti yang dibilang ayah angkat saya: Hanya kurang 3 persen terakhir.

Yang jadi pertanyaan: Apakah di Indonesia ini kita memang dilahirkan untuk 97 persen? Selalu tidak mampu mengejar 3 persen terakhir itu?

Saya rasa tidak, dan semoga tidak. Masalahnya, kita ini masyarakat yang paling memaklumi dalam banyak hal. Kurang rapi? Harap dimaklumi. Cat meleset sedikit? Tidak apa-apa. Sehingga secara kultur memang sepertinya tidak memburu agar 3 persen terakhir itu diraih.

Padahal, bangsa lain bisa jadi menganggap 100 persen saja tidak cukup. Saya sempat terkakak membaca salah satu kutipan kondang Ruud Gullit, salah seorang pemain bola favorit saya dulu.

”Kami mungkin sudah menguasai 99 persen pertandingan. Tapi, 3 persen yang lain itu yang mengakibatkan kekalahan,” ucap bintang Belanda tersebut.

Tidak, Anda tidak salah baca. Bagi Gullit, mungkin untuk menang memang harus berjuang sampai 102 persen! (*)

Artikel Terkait

Wayan di New York

Trump Kecele Lagi

Terpopuler

Artikel Terbaru

/