30 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Penyebar Kebencian di Facebook Ditangkap, Namanya…

Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Awi Setiyono mengatakan, tersangka ditangkap karena menyebarkan ujaran kebencian bernada SARA di Facebook terkait kerusuhan di Tanjungbalai, Sumut.Tersangka menulis status bernada SARA dan provokatif tersebut di akun Facebooknya ‘Ahmad Taufik’ dan ‘Taufik Ahmad’ pada tanggal 31 Juli 2016 melalui handphone.

Dia menyebutkan, adapun isi statusnya”Tanjung Balai Medan rusuh 30 Juli 2016…!! 6 Vihara dibakar buat saudara muslimku mari rapatkan barisan…Kita buat tragedi 98 terulang kembali #Allahu_Akbar…”.

“Kemudian (status di atas-red) diupload yang pada intinya yang bersangkutan ini, akun Ahmad Taufik ini menuliskan kata-kata berbau SARA yang menimbulkan rasa kebencian dan permusuhan,” jelas Kombes Awi kepada wartawan di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Selasa (2/8).

Awi menyebutkan, berdasarkan hal tersebut, Satgas yang dipimpin oleh Kasubdit Resmob Ditreskrimum Polda Metro Jaya AKBP Budi Hermanto, Kasubdit Cyber Crime Ditreskrimsus Polda Metro Jaya AKBP Roberto Gomgom serta Kanit V Subdit Resmob Kompol Handik Zusen dan Kanit Cyber Crime Kompol Sofyan menangkaptersangka pada Selasa (2/8) pagi di rumahnya di Jagakarsa, Jakarta Selatan.

“Dari tersangka diamankan sejumlah barang bukti berupa laptop, handphone yang digunakan untuk mengupload statusnya tersebut,” imbuhnya.

Di tempat yang sama, Wakil Direktur Reskrimsus Polda Metro Jaya AKBP Hengky Haryadi mengatakan, kasus tersebut merupakan atensi khusus Kapolri Jenderal Tito Karnavian untuk meredam kerusuhan di Tanjungbalai lebih meluas lagi. “Berdasar hasil analisis dan evaluasi terhadap kejadian yang ada dan sesuai direktif Kapolri, kemudian Kapolda Irjen Pol Moechgiyarto membuat satgas yang terdiri dari personel Ditreskrimum dan Ditreskrimsus terdiri dari Satgas monitoring, dan tim lapangan, kami lakukan penyelidikan cyber patrol terhadap akun-akun medsos,” jelasnya.

Dia memaparkan, Satgas monitoring melakukan pemantauan selama 24 jam penuh untuk memantau postingan-postingan para netizen di media sosial yang bersifat provokatif dan menimbulkan kebencian terhadap kelompok-kelompok tertentu.

“Ternyata hasutan media sosial itu mempercepat eskalasi konflik di TKP dan dari kasus-kasus sebelumnya seperti kasus demo taksi beberapa waktu lalu, selalu didahului dengan adanya hasutan di media sosial,”lanjut Hengki.

Sehingga, lanjut Hengki, dengan adanya langkah-langkah monitoring media sosial ini, kerusuhan di Tanjungbalai tidak sampai meluas ke daerah lain. Adapun penangkapan terhadap tersangka dilakukan sebagai upaya memberikan efek jera (deterence effect) terhadap pelaku maupun masyarakat lainnya agar tidak menggunakan medsos untuk hal-hal yang bersifat negatif.

Dia juga menyebutkan, polisi telah mendata akun-akun media sosial (medsos) yang diduga menjadi provokator insiden di Tanjungbalai. “Kami sudah mendapatkan beberapa informasi. Kami sudah temukan akun-akun lain (penyebar ujaran kebencian) yang berkaitan dengan Tanjungbalai,” ujarnya.

Hengki juga mengungkap kasus yang sama, pihaknya memang telah melakukan pemetaan. Selain itu, ia mengaku mendapat bantuan dari masyarakat. “Kami sudah petakan. Selain dari patroli cyber banyak masyarakat yang ternyata peduli. Mereka capture (hate speech) lalu kirimkan kepada kami,” ungkapnya.

Untuk itu ia mengimbau kepada seluruh masyarakat Indonesia untuk tidak menyebarkan ujaran kebencian di dunia maya yang bisa memicu konflik beraroma SARA.

Sementara itu, saat menjalani pemeriksaan dihadapan penyidik, Ahmad Taufik mengakualasannya menyebar status di Facebook karena tidak puas dengan pemerintahan yang ada.  Ada beberapa aspek pemerintahan yang tidak disukai oleh pelaku, sehingga menyebar pernyataan yang bisa memancing terjadinya perpecahan berbau SARA. “Ada beberapa, kayak kondisi ekonomi yang sekarang. Harga-harga naik,” kata Kabid Humas Polda Metro Jaya.

Begitupun, akibat perbuatannya Ahmad Taufik terancam dijerat dengan Pasal 28 ayat (2)juncto Pasal 45 ayat (2) dan atau Pasal 27 ayat (3) juncto Pasal 45 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE dan atau Pasal 156 KUHP dan atau 160 KUHP dengan ancaman maksimal hukuman penjara selama enam tahun. (Jpg/ted)

Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Awi Setiyono mengatakan, tersangka ditangkap karena menyebarkan ujaran kebencian bernada SARA di Facebook terkait kerusuhan di Tanjungbalai, Sumut.Tersangka menulis status bernada SARA dan provokatif tersebut di akun Facebooknya ‘Ahmad Taufik’ dan ‘Taufik Ahmad’ pada tanggal 31 Juli 2016 melalui handphone.

Dia menyebutkan, adapun isi statusnya”Tanjung Balai Medan rusuh 30 Juli 2016…!! 6 Vihara dibakar buat saudara muslimku mari rapatkan barisan…Kita buat tragedi 98 terulang kembali #Allahu_Akbar…”.

“Kemudian (status di atas-red) diupload yang pada intinya yang bersangkutan ini, akun Ahmad Taufik ini menuliskan kata-kata berbau SARA yang menimbulkan rasa kebencian dan permusuhan,” jelas Kombes Awi kepada wartawan di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Selasa (2/8).

Awi menyebutkan, berdasarkan hal tersebut, Satgas yang dipimpin oleh Kasubdit Resmob Ditreskrimum Polda Metro Jaya AKBP Budi Hermanto, Kasubdit Cyber Crime Ditreskrimsus Polda Metro Jaya AKBP Roberto Gomgom serta Kanit V Subdit Resmob Kompol Handik Zusen dan Kanit Cyber Crime Kompol Sofyan menangkaptersangka pada Selasa (2/8) pagi di rumahnya di Jagakarsa, Jakarta Selatan.

“Dari tersangka diamankan sejumlah barang bukti berupa laptop, handphone yang digunakan untuk mengupload statusnya tersebut,” imbuhnya.

Di tempat yang sama, Wakil Direktur Reskrimsus Polda Metro Jaya AKBP Hengky Haryadi mengatakan, kasus tersebut merupakan atensi khusus Kapolri Jenderal Tito Karnavian untuk meredam kerusuhan di Tanjungbalai lebih meluas lagi. “Berdasar hasil analisis dan evaluasi terhadap kejadian yang ada dan sesuai direktif Kapolri, kemudian Kapolda Irjen Pol Moechgiyarto membuat satgas yang terdiri dari personel Ditreskrimum dan Ditreskrimsus terdiri dari Satgas monitoring, dan tim lapangan, kami lakukan penyelidikan cyber patrol terhadap akun-akun medsos,” jelasnya.

Dia memaparkan, Satgas monitoring melakukan pemantauan selama 24 jam penuh untuk memantau postingan-postingan para netizen di media sosial yang bersifat provokatif dan menimbulkan kebencian terhadap kelompok-kelompok tertentu.

“Ternyata hasutan media sosial itu mempercepat eskalasi konflik di TKP dan dari kasus-kasus sebelumnya seperti kasus demo taksi beberapa waktu lalu, selalu didahului dengan adanya hasutan di media sosial,”lanjut Hengki.

Sehingga, lanjut Hengki, dengan adanya langkah-langkah monitoring media sosial ini, kerusuhan di Tanjungbalai tidak sampai meluas ke daerah lain. Adapun penangkapan terhadap tersangka dilakukan sebagai upaya memberikan efek jera (deterence effect) terhadap pelaku maupun masyarakat lainnya agar tidak menggunakan medsos untuk hal-hal yang bersifat negatif.

Dia juga menyebutkan, polisi telah mendata akun-akun media sosial (medsos) yang diduga menjadi provokator insiden di Tanjungbalai. “Kami sudah mendapatkan beberapa informasi. Kami sudah temukan akun-akun lain (penyebar ujaran kebencian) yang berkaitan dengan Tanjungbalai,” ujarnya.

Hengki juga mengungkap kasus yang sama, pihaknya memang telah melakukan pemetaan. Selain itu, ia mengaku mendapat bantuan dari masyarakat. “Kami sudah petakan. Selain dari patroli cyber banyak masyarakat yang ternyata peduli. Mereka capture (hate speech) lalu kirimkan kepada kami,” ungkapnya.

Untuk itu ia mengimbau kepada seluruh masyarakat Indonesia untuk tidak menyebarkan ujaran kebencian di dunia maya yang bisa memicu konflik beraroma SARA.

Sementara itu, saat menjalani pemeriksaan dihadapan penyidik, Ahmad Taufik mengakualasannya menyebar status di Facebook karena tidak puas dengan pemerintahan yang ada.  Ada beberapa aspek pemerintahan yang tidak disukai oleh pelaku, sehingga menyebar pernyataan yang bisa memancing terjadinya perpecahan berbau SARA. “Ada beberapa, kayak kondisi ekonomi yang sekarang. Harga-harga naik,” kata Kabid Humas Polda Metro Jaya.

Begitupun, akibat perbuatannya Ahmad Taufik terancam dijerat dengan Pasal 28 ayat (2)juncto Pasal 45 ayat (2) dan atau Pasal 27 ayat (3) juncto Pasal 45 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE dan atau Pasal 156 KUHP dan atau 160 KUHP dengan ancaman maksimal hukuman penjara selama enam tahun. (Jpg/ted)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/