32.8 C
Medan
Monday, May 6, 2024

Refleksi Guru: Cocokkah Metode Saya Mengajar?

PJJ di Tengah Pandemi Covid-19

Isnaini, S.Pd, guru Bahasa Indonesia di SMPN 3 Kisaran, menganjurkan sesama guru agar melakukan refleksi pembelajaran untuk perbaikan ke depan, terutama saat PJJ di tengah pandemi Covid-19.

KISARAN, SUMUTPOS.CO – Guru sering mengeluh tentang banyaknya peserta didik yang tidak peduli belajar, tidak serius saat belajar di kelas, banyak yang tidak mengumpulkan tugas, dan sulitnya memahami materi pelajaran. Sang guru tidak mengetahui penyebab semua permasalahan tersebut. Mengapa? Karena guru jarang –bahkan mungkin tidak pernah– melakukan refleksi, sebagai evaluasi pembelajaran untuk langkah perbaikan berikutnya.

“Guru kerap berpikir, pembelajaran yang dilakukannya baik-baik saja. Tidak ada alasan bagi peserta didik untuk tidak memahami materi. Tapi kenyataannya, peserta didiknya tidak peduli, tidak serius, dan tidak mengerti pelajaran yang dijelaskan. Apalagi saat Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) di tengah pandemi Covid-19 seperti saat ini,” kata Isnaini, S.Pd, guru Bahasa Indonesia di SMPN 3 Kisaran, kepada Sumut Pos, kemarin.

Refleksi pembelajaran, menurut guru yang juga salahsatu fasilitator daerah komunikasi Asahan Program Pintar Tanoto Foundation ini, adalah suatu komponen kegiatan yang dilaksanakan setelah proses pembelajaran. Tujuannya, untuk menilai dan mengamati apa yang terjadi selama pembelajaran, serta mengevaluasi kelemahan dan kekurangan dari sebuah pembelajaran.

“Refleksi pembelajaran adalah aktivitas yang dilaksanakan guru dengan melakukan feedback atau penilaian pada peserta didik yang berpartisipasi dalam pembelajaran. Manfaat bagi guru, sebagai peninjau pada sebuah kelompok atau kelas yang berguna untuk menggambarkan situasi sebuah kelas, sehingga potensi setiap individu dan sebuah grup lebih terlihat,” jelasnya.

Setelah memetakan situasi sebuah kelas, guru dapat mengambil langkah-langkah yang dianggap dapat memperbaiki proses pembelajaran berikutnya. Refleksi dapat dilakukan secara berjenjang dan berkelanjutan.

Sementara bagi peserta didik, aktivitas refleksi bermanfaat untuk menyalurkan aspirasi tentang proses pembelajaran yang berlangsung, apakah baik atau buruk, menarik atau tidak, dipahami atau tidak. Khususnya selama PJJ yang membuat guru dan murid tidak bisa belajar tatap muka.

“Refleksi akan bermanfaat bagi guru untuk menilai respon peserta didik dalam suatu pembelajaran atau penyampaian materi tertentu. Sekaligus membiasakan peserta didik berani memberikan masukan terkait proses pembelajaran,” kata Isnaini sembari tersenyum.

Ia menjelaskan, proses pembelajaran pada hakekatnya memuat empat unsur. Yaitu mengalami, interaksi, komunikasi, dan refleksi (MIKIR). Unsur mengalami, interaksi, komunikasi, sebagian besar sudah dilaksanakan guru dalam proses pembelajaran. Namun unsur refleksi sering terabaikan.

Di tengah pandemi yang memaksa guru dan murid agar menjaga jarak dan menjauhi kerumunan, kata Isnaini, PJJ menimbulkan banyak persoalan. Peserta didik memasuki fase adaptasi yang menimbulkan dampak psikologis. “Semangat dan kemauan anak kerap menurun selama PJJ. Jadi sudah selayaknya guru tetap melaksanakan refleksi, untuk memahami apa saja keperluan dan kemauan peserta didik secara detail. Sehingga guru dapat memilih media dan model pembelajaran yang tepat bagi murid,” jelasnya.

Guru peserta pelatihan Pengembangan Budaya Baca Tanoto Foundation ini berharap, agar para guru tidak selalu mengganggap proses pembelajaran yang dilakukannya sudah pasti menarik minat dan dipahami para anak didik.

“Pengalaman saya melakukan refleksi dengan cara menanyakan perasaan dan kondisi murid selama PJJ, ada yang menjawab biasa saja. Ada yang kurang mood. Ada yang tidak peduli. Ini menjadi bahan evaluasi bagi saya untuk memperbaiki proses pembelajaran. Baik dalam pemilihan media atau model pembelajaran,” katanya.

Menurutnya banyak teknik refleksi yang dapat dipilih guru. Contohnya, guru dapat memberikan  sebuah alat ekspresi atau ungkapan, berupa lembar kertas atau media form seperti google form untuk diisi anak didik. “Dengan melihat lembar refleksi yang diisi murid, seorang guru telah melakukan refleksi, yang tentunya harus ditindaklanjuti,” cetusnya lagi.

Selama refleksi, suasana keterbukaan dan kejujuran peserta didik harus dibangun, agar tidak takut-takut menyalurkan aspirasinya mengenai metode pembelajaran. (mea)

PJJ di Tengah Pandemi Covid-19

Isnaini, S.Pd, guru Bahasa Indonesia di SMPN 3 Kisaran, menganjurkan sesama guru agar melakukan refleksi pembelajaran untuk perbaikan ke depan, terutama saat PJJ di tengah pandemi Covid-19.

KISARAN, SUMUTPOS.CO – Guru sering mengeluh tentang banyaknya peserta didik yang tidak peduli belajar, tidak serius saat belajar di kelas, banyak yang tidak mengumpulkan tugas, dan sulitnya memahami materi pelajaran. Sang guru tidak mengetahui penyebab semua permasalahan tersebut. Mengapa? Karena guru jarang –bahkan mungkin tidak pernah– melakukan refleksi, sebagai evaluasi pembelajaran untuk langkah perbaikan berikutnya.

“Guru kerap berpikir, pembelajaran yang dilakukannya baik-baik saja. Tidak ada alasan bagi peserta didik untuk tidak memahami materi. Tapi kenyataannya, peserta didiknya tidak peduli, tidak serius, dan tidak mengerti pelajaran yang dijelaskan. Apalagi saat Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) di tengah pandemi Covid-19 seperti saat ini,” kata Isnaini, S.Pd, guru Bahasa Indonesia di SMPN 3 Kisaran, kepada Sumut Pos, kemarin.

Refleksi pembelajaran, menurut guru yang juga salahsatu fasilitator daerah komunikasi Asahan Program Pintar Tanoto Foundation ini, adalah suatu komponen kegiatan yang dilaksanakan setelah proses pembelajaran. Tujuannya, untuk menilai dan mengamati apa yang terjadi selama pembelajaran, serta mengevaluasi kelemahan dan kekurangan dari sebuah pembelajaran.

“Refleksi pembelajaran adalah aktivitas yang dilaksanakan guru dengan melakukan feedback atau penilaian pada peserta didik yang berpartisipasi dalam pembelajaran. Manfaat bagi guru, sebagai peninjau pada sebuah kelompok atau kelas yang berguna untuk menggambarkan situasi sebuah kelas, sehingga potensi setiap individu dan sebuah grup lebih terlihat,” jelasnya.

Setelah memetakan situasi sebuah kelas, guru dapat mengambil langkah-langkah yang dianggap dapat memperbaiki proses pembelajaran berikutnya. Refleksi dapat dilakukan secara berjenjang dan berkelanjutan.

Sementara bagi peserta didik, aktivitas refleksi bermanfaat untuk menyalurkan aspirasi tentang proses pembelajaran yang berlangsung, apakah baik atau buruk, menarik atau tidak, dipahami atau tidak. Khususnya selama PJJ yang membuat guru dan murid tidak bisa belajar tatap muka.

“Refleksi akan bermanfaat bagi guru untuk menilai respon peserta didik dalam suatu pembelajaran atau penyampaian materi tertentu. Sekaligus membiasakan peserta didik berani memberikan masukan terkait proses pembelajaran,” kata Isnaini sembari tersenyum.

Ia menjelaskan, proses pembelajaran pada hakekatnya memuat empat unsur. Yaitu mengalami, interaksi, komunikasi, dan refleksi (MIKIR). Unsur mengalami, interaksi, komunikasi, sebagian besar sudah dilaksanakan guru dalam proses pembelajaran. Namun unsur refleksi sering terabaikan.

Di tengah pandemi yang memaksa guru dan murid agar menjaga jarak dan menjauhi kerumunan, kata Isnaini, PJJ menimbulkan banyak persoalan. Peserta didik memasuki fase adaptasi yang menimbulkan dampak psikologis. “Semangat dan kemauan anak kerap menurun selama PJJ. Jadi sudah selayaknya guru tetap melaksanakan refleksi, untuk memahami apa saja keperluan dan kemauan peserta didik secara detail. Sehingga guru dapat memilih media dan model pembelajaran yang tepat bagi murid,” jelasnya.

Guru peserta pelatihan Pengembangan Budaya Baca Tanoto Foundation ini berharap, agar para guru tidak selalu mengganggap proses pembelajaran yang dilakukannya sudah pasti menarik minat dan dipahami para anak didik.

“Pengalaman saya melakukan refleksi dengan cara menanyakan perasaan dan kondisi murid selama PJJ, ada yang menjawab biasa saja. Ada yang kurang mood. Ada yang tidak peduli. Ini menjadi bahan evaluasi bagi saya untuk memperbaiki proses pembelajaran. Baik dalam pemilihan media atau model pembelajaran,” katanya.

Menurutnya banyak teknik refleksi yang dapat dipilih guru. Contohnya, guru dapat memberikan  sebuah alat ekspresi atau ungkapan, berupa lembar kertas atau media form seperti google form untuk diisi anak didik. “Dengan melihat lembar refleksi yang diisi murid, seorang guru telah melakukan refleksi, yang tentunya harus ditindaklanjuti,” cetusnya lagi.

Selama refleksi, suasana keterbukaan dan kejujuran peserta didik harus dibangun, agar tidak takut-takut menyalurkan aspirasinya mengenai metode pembelajaran. (mea)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/