26.7 C
Medan
Friday, May 24, 2024

Erupsi Gunung Agung, Kemenpar Siapkan 3 Skenario Penanganan Bencana

ANTARA FOTO/Fikri Yusuf.
Calon penumpang pesawat mengamati jadwal penerbangan di kawasan Terminal Internasional Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai, Bali, Sabtu (23/9).

Dan nomor tiganya, menyusun ancang-ancang, strategi mitigasi alur ketika erupsi. Terutama jika bandara terganggu, harus escape dari mana saja, berapa banyak armada, industri membantu diskon kamar hotel berapa, agar wisman tidak merasa panik.

“Kami masih terus melakukan pendataan, memantau informasi, menghubungi BNPB Badan Nasional Penanggulangan Bencana, dan membahas penanganannya bersama instansi terkait serta asosisi dan pelaku bisnis pariwisata Bali,” tutur I Gde Pitana, Selasa (2/10).

Semua dipantau. Semua dimonitor. Sekecil apapun, jika bersentuhan dengan Gunung Agung, hampir pasti langsung direspons Kementerian Pariwisata. Kemenpar tidak ingin isu ini menimbulkan kepanikan yang tidak jelas.

“Di pameran pariwisata terbesar Jepang (JATA) kita banyak menerima pertanyaan seakan-akan Gunung Agung sudah meletus. Begitu pula Visit Indonesia Tourism Officer (VITO) kita di beberapa negara. Semua menerima pertanyaan senada. Ini yang ingin kita manage. Kita  langsung memitigasi isu yang menimbulkan kepanikan itu agar wisatawan tidak takut datang ke Bali,” tambah I Gde Pitana.

Lantas bagaimana dengan sejumlah negara yang mengeluarkan travel advisory terkait status Awas Gunung Agung? “Suasana di Bal masih sangat kondusif. Travel advisory ini hanya ditujukan untuk daerah bencana, bukan untuk Bali secara umum. Banyak daerah pariwisata di Bali aman dikunjungi untuk wisatawan. Dan sampai minggu ini, kami belum menerima informasi adanya  cancellation flight,” kata  I Gde Pitana.

Sebagai antisipasi, Kemenpar saat ini sudah menyusun strategi mitigasi ketika Gunung Agung erupsi. Misalnya, hotel yang akan terkena dampak ancaman wajib menyiapkan masker. Hal lain yang disiapkan, memastikan sumber air bersih yang memadai. Dan supply air tadi dipastikan dijaga dengan baik agar tida terkontaminasi debu. “Kami juga sudah menyiapkan genset, dan memastikan BTS tidak terganggu karena debu,” tambahnya,

Menpar Arief Yahya juga terus memantau aktivitas Tim Crisis Center Kemenpar. Sejak erupsi Gunung Agung, semua perkembangan ikut dipantaunya setiap saat. “Kami sudah punya standar operating procedure yang kami adopsi dari United Nation World Tourism Organization. Dan kami selalu menggunakan global standart,” kata Arief Yahya.

Saat membuka Rakornas III Pariwisata 2017 di Jakarta baru-baru ini , dia juga pernah mengatakan, rencana antisipasi penanganan bencana akan fokus pada faktor akses, amenitas, dan atraksi (3A).

“Seandainya terjadi erupsi ketiga faktor tersebut harus diperhatikan. Rumusnya 3A. Atraksi harus ada. Akomodasi, industri mau beri apa.  Apa wisatawan mesti bayar 50%-40%  dari normal price. Aksesnya, kalau bulan ini erupsi ke barat berarti kita harus ke timur ke Lombok. Itu yang kita atur,” kata Menpar Arief Yahya.

Dan dia juga tak segan memberikan contoh gamblangnya. “Kita tentukan bandara mana saja yang bisa digunakan. Busnya siapa yang menyediakan? Kalau mereka harus tertunda kepulangannya, apa yang bisa diberikan oleh hotel? Tidak fair kalau hotel men-charge 100% karena  mereka tidak berniat niat berlama-lama. Ini yang sedang dibuat,”  kata Arief Yahya.

Kemenpar menggunakan pola dan SOP yanh sudah biasa dilakukan oleh UNWTO dalam mengelola Crisis Center. Dan itu sudah diterapkan di Bom Thamrin dulu, juga erupsi Gunung Raung dan Gunung Barujari, Lombok.  (rel)

ANTARA FOTO/Fikri Yusuf.
Calon penumpang pesawat mengamati jadwal penerbangan di kawasan Terminal Internasional Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai, Bali, Sabtu (23/9).

Dan nomor tiganya, menyusun ancang-ancang, strategi mitigasi alur ketika erupsi. Terutama jika bandara terganggu, harus escape dari mana saja, berapa banyak armada, industri membantu diskon kamar hotel berapa, agar wisman tidak merasa panik.

“Kami masih terus melakukan pendataan, memantau informasi, menghubungi BNPB Badan Nasional Penanggulangan Bencana, dan membahas penanganannya bersama instansi terkait serta asosisi dan pelaku bisnis pariwisata Bali,” tutur I Gde Pitana, Selasa (2/10).

Semua dipantau. Semua dimonitor. Sekecil apapun, jika bersentuhan dengan Gunung Agung, hampir pasti langsung direspons Kementerian Pariwisata. Kemenpar tidak ingin isu ini menimbulkan kepanikan yang tidak jelas.

“Di pameran pariwisata terbesar Jepang (JATA) kita banyak menerima pertanyaan seakan-akan Gunung Agung sudah meletus. Begitu pula Visit Indonesia Tourism Officer (VITO) kita di beberapa negara. Semua menerima pertanyaan senada. Ini yang ingin kita manage. Kita  langsung memitigasi isu yang menimbulkan kepanikan itu agar wisatawan tidak takut datang ke Bali,” tambah I Gde Pitana.

Lantas bagaimana dengan sejumlah negara yang mengeluarkan travel advisory terkait status Awas Gunung Agung? “Suasana di Bal masih sangat kondusif. Travel advisory ini hanya ditujukan untuk daerah bencana, bukan untuk Bali secara umum. Banyak daerah pariwisata di Bali aman dikunjungi untuk wisatawan. Dan sampai minggu ini, kami belum menerima informasi adanya  cancellation flight,” kata  I Gde Pitana.

Sebagai antisipasi, Kemenpar saat ini sudah menyusun strategi mitigasi ketika Gunung Agung erupsi. Misalnya, hotel yang akan terkena dampak ancaman wajib menyiapkan masker. Hal lain yang disiapkan, memastikan sumber air bersih yang memadai. Dan supply air tadi dipastikan dijaga dengan baik agar tida terkontaminasi debu. “Kami juga sudah menyiapkan genset, dan memastikan BTS tidak terganggu karena debu,” tambahnya,

Menpar Arief Yahya juga terus memantau aktivitas Tim Crisis Center Kemenpar. Sejak erupsi Gunung Agung, semua perkembangan ikut dipantaunya setiap saat. “Kami sudah punya standar operating procedure yang kami adopsi dari United Nation World Tourism Organization. Dan kami selalu menggunakan global standart,” kata Arief Yahya.

Saat membuka Rakornas III Pariwisata 2017 di Jakarta baru-baru ini , dia juga pernah mengatakan, rencana antisipasi penanganan bencana akan fokus pada faktor akses, amenitas, dan atraksi (3A).

“Seandainya terjadi erupsi ketiga faktor tersebut harus diperhatikan. Rumusnya 3A. Atraksi harus ada. Akomodasi, industri mau beri apa.  Apa wisatawan mesti bayar 50%-40%  dari normal price. Aksesnya, kalau bulan ini erupsi ke barat berarti kita harus ke timur ke Lombok. Itu yang kita atur,” kata Menpar Arief Yahya.

Dan dia juga tak segan memberikan contoh gamblangnya. “Kita tentukan bandara mana saja yang bisa digunakan. Busnya siapa yang menyediakan? Kalau mereka harus tertunda kepulangannya, apa yang bisa diberikan oleh hotel? Tidak fair kalau hotel men-charge 100% karena  mereka tidak berniat niat berlama-lama. Ini yang sedang dibuat,”  kata Arief Yahya.

Kemenpar menggunakan pola dan SOP yanh sudah biasa dilakukan oleh UNWTO dalam mengelola Crisis Center. Dan itu sudah diterapkan di Bom Thamrin dulu, juga erupsi Gunung Raung dan Gunung Barujari, Lombok.  (rel)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/